Senyum Merekah Perajin di Balik Wangi Bunga
Senyum para perajin pot, rak, atau media tanam terus melebar seiring hobi menanam yang masih tinggi. Di tengah pandemi Covid-19, para perajin serupa mendapat ladang baru untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Demam bunga dan tanaman yang masih berlanjut di tengah pandemi Covid-19 membawa harum bagi perajin. Mulai dari pembuat pot, media tanam, hingga rak pot bunga mendapat tempat seiring tingginya minat warga menanam. Senyum para perajin pun merekah seiring harum bunga yang menguar di taman-taman.
Kacamata hitam bertengger di ujung hidungnya. Masker menutupi hidung dan mulut. Tangan kanan Rudi Gunawan (40) memegang ujung las. Di tangan kirinya, tang penjepit bersama sepotong kawat tembaga siap dibakar. Jemarinya menarik tuas gas.
Cetak! Suara itu membuat Rudi berdiri melirik meteran listrik. ”Enggak kuat listriknya. Sudah minta nambah ini,” selorohnya, Senin (11/1/2021) sore.
Di depannya, rak sepanjang 1,2 meter telah terbentuk. Rak ini berbentuk serupa menara yang semakin ke atas semakin mengecil. Setiap belasan sentimeter, ia membuatkan lapisan penyangga.
Di setiap sisi rak ini, ia kembali memasang besi berbentuk persegi. Satu bentuk besi persegi itu berukuran 15 cm di setiap sisinya. Total ada tiga yang ia pasang di setiap sisi. Semua besi persegi ini, sekaligus besi penyangga di tengah rongga, adalah tempat menyimpan pot bunga.
”Kalau begini, bisa taruh sampai 10 pot bunga. Nanti disesuaikan berat pot bunganya karena tidak ada penyangganya. Paling berat 2 kilogram,” katanya.
Percik api bertebaran ke udara seiring las karbit yang menguatkan setiap sambungan. Telaten, ayah dua anak ini mengisi celah-celah besi agar tersambung dengan baik. Setiap selesai, ia mengukur jarak antarsisi agar tidak miring saat benar-benar tuntas.
Sore itu, satu rak pot bunga selesai ia kerjakan. Untuk ukuran standar, ia bisa menyelesaikan satu buah rak dalam sehari. Ia mengerjakan semuanya seorang diri.
Baca Juga: Musim Bonsai yang Tak Pernah Usai
Di halaman rumahnya, di Kecamatan Puuwatu, Kendari, Sulawesi Tenggara, telah ada empat rak pot bunga berbagai ukuran. Dari yang berkapasitas hanya untuk enam pot hingga ada yang bisa menampung 12 pot bunga. Dari berbentuk memanjang ke atas hingga serupa simbol hati tanda cinta. Rak yang berada di halaman ini telah selesai dicat dan dijemur.
Semua rak bunga ini telah memiliki pemesan. Satu buah rak dihargai Rp 300.000 hingga Rp 800.000. Harga jual tergantung kesulitan dan banyaknya bahan yang digunakan. ”Dua yang ini besok diambil, yang lain katanya segera. Kalau model, itu tergantung pemesan,” kata ayah dua anak ini.
Rudi menceritakan, ia belajar membuat rangka pot bunga, baik lurus atau melengkung, dari laman Youtube. Ia belajar merangkai dan membuat kreasi rak baru dengan melihat banyak bentuk di dunia maya.
Hal itu ia lakukan selama satu tahun terakhir. Ia sebelumnya bekerja sebagai karyawan di sebuah bengkel las. Ia mengerjakan pagar, kanopi rumah, jendela, dan berbagai permintaan lainnya.
Ada juga yang baru kenal, terus tanya-tanya, sampai memesan. Sehari saya bisa lima kali posting di Facebook.
Ingin mandiri, ia lalu membuka usaha sendiri di rumah. Seiring demam bunga dan tanaman beberapa waktu terakhir, ia akhirnya memutuskan fokus membuat rak pot bunga. Meski awalnya belum ada yang memesan, ia tetap membuat.
Sang istri, Putri (38), bertugas memasarkan. Putri yang membuka orderan jahitan ini menawarkan rak pot bunga ke pelangganannya. Tidak hanya itu, ia juga mengunggah foto-foto rak ke media sosial Facebook.
Baca Juga: Tertular Demam Menanam
”Ternyata teman-teman banyak yang suka. Ada juga yang baru kenal, terus tanya-tanya, sampai memesan. Sehari saya bisa lima kali posting di Facebook,” ucap Putri.
Dalam sebulan, pasangan ini bisa menjual hingga 15 rak pot bunga. Pemesannya tidak hanya dari Kendari, tetapi juga sampai di kabupaten tetangga, Konawe, dan daerah lainnya. Penghasilan dari penjualan itu mereka gunakan untuk kebutuhan sehari-hari, juga membayar biaya kuliah dan sekolah anaknya.
Menurut Rudi, selama pandemi Covid-19 ini, penghasilannya malah cenderung naik. Hal tersebut seiring kegemaran orang terhadap bunga-bunga yang masih tinggi.
Hal serupa juga dinikmati Daeng (38), yang sejak beberapa bulan lalu membantu sang istri berjualan media tanam dan pot dari serabut kelapa. Pot dan media tanam memanfaatkan limbah serabut kelapa yang diolah oleh petani.
Media tanam dari serbuk kelapa disebut cocopeat. Media tanam ini merupakan pengganti tanah yang mudah menyimpan air. Pori-pori dalam serbuk tersebut memudahkan pertukaran udara dan masuknya sinar matahari. Banyak orang yang mencampurnya dengan tanah atau hanya murni memakai cocopeat ini.
Baca Juga:Jaga Imunitas lewat Tanaman Hias
”Media tanam serbuk serabut cocopeat itu dijual Rp 25.000 per dua bungkus. Sekitar Rp 10.000 per kilonya. Kalau pot dari sabut kelapa itu sekitar Rp 30.000 untuk ukuran yang agak kecil,” ucapnya.
Sejauh ini, penjualan serbuk dan pot mengalami lonjakan permintaan. Penggemar bunga berbagai jenis hingga yang spesifik, seperti anggrek, pun menjadi pelangganan.
Meski demikian, ia dan istri mengaku hanya sekadar membantu perajin menjual hasil karyanya. Hal tersebut seiring kegemaran mereka berdua menanam berbagai jenis bunga di rumah. Satu bulan terakhir, ia lebih fokus mengurus tanaman.
Demam bunga memang masih berlanjut di Kendari. Berbagai lapisan masyarakat giat menghiasi kediaman dengan tanaman, baik itu di pot maupun yang ditanam di halaman. Rumah-rumah pun menghijau dan merimbun. Tidak hanya bunga, bonsai juga semakin memiliki penggemar. Sejumlah orang kini banyak berburu dan mencari bonsai di hutan setiap akhir pekan.
Di Kendari dan sekitarnya, seni menanam ini mulai menemukan banyak penggemar sekitar lima tahun lalu. Sirod (59), warga Konda, Kabupaten Konawe Selatan, penggemar bonsai, menuturkan, ia mulai menanam bonsai sekitar empat tahun lalu. Ia memulai dengan menanam jenis beringin dollar.
Bisa bantu bayar semesteran anak, juga cicilan motor bapaknya.
Setelah mempelajari beberapa lama, ia mulai mencoba dengan tanaman lain, seperti wahong atau bugenvil. Merawat bonsai memerlukan ketekunan dalam perawatan. Mulai dari mencari bahan hingga ke hutan, memangkas, merapikan kawat, melakukan stek, mengganti tanah dan media tanam, hingga memangkas akar. Satu buah tanaman memerlukan waktu perawatan hingga sekitar delapan bulan.
Kegemaran ini juga berbuah menjadi pekerjaan sampingan bagi ayah tiga anak ini. Dalam satu bulan, ia bisa menjual satu hingga lima buah bonsai. ”Pernah laku banyak dalam satu bulan, biasa juga tidak laku sama sekali. Tapi tidak apa-apa karena senang juga lihatnya,” ucap Sirod.
Baca Juga: Janda Bolong, Tanaman Hias Pencuri Perhatian
Demam bunga dan tanaman menjadi ”pelampiasan” selama pandemi. Orang-orang mencari kesibukan di rumah sembari mengurangi kegiatan di luar ruang. Tanaman dan bebungaan, bahkan hingga hidroponik, menjadi langkah mengisi waktu, memperindah kediaman, sekaligus membikin suasana hati tenteram.
Hobi baru ini berdampak luas ke banyak orang, tidak terkecuali para perajin. ”Bisa bantu bayar semesteran anak, juga cicilan motor bapaknya,” kata Putri, tersipu.