Kesiapan Pembelajaran Tatap Muka SMA di NTB Harus Dievaluasi Kembali
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTB diharapkan mengevaluasi kembali kesiapan SMA dan sederajat untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka terbatas. Itu untuk mencegah siswa lain terpapar Covid-19.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Kesiapan sekolah menengah atas melaksanakan pembelajaran tatap muka di Nusa Tenggara Barat harus dievaluasi. Hal itu mendesak digelar setelah dua siswa SMAN 1 Mataram terkonfirmasi positif Covid-19.
Sebelumnya, dua siswa SMAN 1 Mataram terkonfirmasi positif Covid-19. Awalnya, seorang siswa positif Covid-19 pada Selasa (5/1/2021). Ia diduga terpapar saat berada di luar NTB. Info itu diterima langsung wali kelas dari orangtua siswa.
”Siswa ini belum pernah masuk sekolah. Pada Senin atau hari pertama masuk sekolah, orangtuanya sudah meminta izin untuk tes antigen,” kata Wakil Kepala Sekolah Bidang Hubungan Masyarakat di SMAN 1 Mataram Ilhamuddin Aminullah
Meski belum masuk sekolah, siswa yang kemudian terkonfirmasi positif itu memiliki riwayat kontak dengan salah satu teman kelasnya. Siswa itulah yang masuk sekolah sejak Senin hingga Rabu. ”Oleh karena itu, kami memintanya tes. Kamis pagi, hasilnya positif,” katanya.
Menindaklanjuti hal itu, hari ini, 23 orang, terdiri dari siswa dan guru, melakukan tes usap. Tujuannya, menelusuri riwayat kontak sekaligus mencegah penularan lebih lanjut. ”Sekarang, kami masih menunggu hasil tes usapnya,” kata Kepala SMAN 1 Mataram Kun Andrasto, Selasa (12/1/2021) sore.
Kasus itu amat disayangkan. Apalagi, semua terjadi di awal mulainya pembelajaran tatap muka terbatas. Sebelumnya, selama simulasi pembelajaran tatap muka, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB mencatat tidak ada kasus siswa SMA baik negeri maupun swasta yang terpapar Covid-19.
”Ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak bahwa risiko penularan tidak hanya terjadi saat belajar, tetapi juga datang dari pergaulan di luar sekolah,” kata Kepala Dinas Kesehatan NTB Nurhandini Eka Dewi.
Menyikapi hal itu, Ketua Dewan Pendidikan NTB H Rumindah meminta agar kesiapan sekolah dievaluasi. ”Evaluasi harus menyeluruh terhadap sekolah yang menyatakan diri siap dan ditetapkan untuk melaksanakan tatap muka,” kata Rumindah.
Kepala Disdikbud NTB Aidy Furqan mengatakan, pelaksanaan belajar tatap muka terbatas dengan sistem sif atau blok untuk SMA dan sederajat atas persetujuan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 NTB. Pembelajaran tatap muka itu juga sejalan perubahan Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri, yakni Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, serta Menteri Dalam Negeri.
”SKB yang keluar 20 November 2020 menegaskan layanan tatap muka bisa dilakukan dengan mengikuti protokol kesehatan. Zonasi penyebaran Covid-19 yang dirilis pemerintah pusat tidak jadi pertimbangan lagi,” kata Aidy.
Menurut Aidy, sejak awal Agustus, NTB sudah mulai melaksanakan simulasi pembelajaran tatap muka. Sistem itu mengadopsi cara daring dan luring, yakni masuk sekolah dan belajar dari rumah. Mulai 4 Januari, pihaknya mengeluarkan prosedur standar operasi yang mengacu pada SKB Empat Menteri untuk meneruskan simulasi tatap muka selama tiga bulan lebih menjadi tatap muka terbatas.
Pembelajaran tatap muka terbatas dengan sistem sif membagi siswa dalam satu kelas ke dalam dua kelompok belajar. Kelompok pertama belajar pagi dan kelompok kedua siang. Setiap kelompok belajar sekitar 3,5 jam.
”Oleh karena itu, akan berlaku sistem belajar 50:50. Misalnya, siswanya 200 orang, maka pada pagi 100 orang dan agak siang 100 orang lagi,” kata Aidy.
Menurut Aidy, sekolah juga diminta menyiapkan fasilitas pendukung penerapan protokol kesehatan, termasuk alat pengukur suhu tubuh, fasilitas cuci tangan dengan sabun, dan menyiapkan tim satuan tugas Covid-19 di sekolah yang juga melibatkan siswa.
Pantauan Kompas, sekolah yang melaksanakan pembelajaran tatap muka terbatas menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Mulai dari mewajibkan siswa menggunakan masker, pemeriksaan suhu tubuh, hingga pengaturan jarak di kelas.
Meski demikian, kedisiplinan itu tidak sepenuhnya berlanjut ketika siswa berada di luar sekolah. Mereka tidak langsung pulang ke rumah, melainkan berkumpul di sejumlah tempat dengan protokol kesehatan yang longgar seperti melepas masker hingga tidak menjaga jarak.
Oleh karena itu, menurut Rumindah, selain evaluasi oleh dinas, sekolah juga harus melakukan hal serupa. ”Evaluasi itu terkait sejauh mana kepatuhan penerapan protokol kesehatan di sekolah masing-masing. Kemudian ditindaklanjuti dengan sikap disiplin dan berkesinambungan. Jangan lengah,” kata Rumindah.
Langkah tersebut, menurut Rumindah, juga harus dibarengi pengawasan yang optimal secara berkesinambungan mengawasi terlaksananya protokol kesehatan.
Terkait hal itu, Aidy mengatakan, sejumlah langkah sudah diambil untuk mencegah penularan setelah dua siswa SMAN 1 Mataram terkonfirmasi positif Covid-19. Mulai dari menghentikan tatap muka dan kembali belajar dari rumah, hingga penelusuran riwayat kontak. Selain itu, kemungkinan mereka juga akan melakukan pertemuan lebih awal minggu ini untuk mengevaluasi layanan belajar tatap muka.