Dengan bentang alam dari pegunungan hingga lautan, Sultra menyimpan banyak potensi yang bisa dikembangkan untuk energi terbarukan. Sayangnya, potensi tersebut belum terpetakan sejauh ini.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Hingga awal 2021 ini, potensi energi terbarukan di wilayah Sulawesi Tenggara belum juga terpetakan. Padahal, daerah ini menyimpan banyak sumber energi alam, mulai dari angin, pancaran matahari, hingga gelombang laut. Sultra baru pada tahap menetapkan aturan untuk pengembangan energi ke depannya.
Pada Senin (11/1/2021) siang, DPRD Sultra bersama Pemerintah Provinsi Sultra menetapkan sejumlah rancangan peraturan daerah. Salah satunya ialah Ranperda Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Sultra. Aturan ini merupakan turunan dari Rancangan Umum Energi Nasional berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Energi dalam upaya pemenuhan kebutuhan energi berkelanjutan hingga 2050.
Gubernur Sultra Ali Mazi menuturkan, penetapan aturan ini adalah dasar dalam mengelola energi dan sumber daya alam yang ada di Sultra. Hal tersebut dibutuhkan sebagai pedoman dan rujukan untuk pengembangan energi hingga rasio elektrifikasi bagi masyarakat atau dunia usaha.
”Aturan ini menjadi dasar untuk melangkah sebagai rujukan dan pedoman. Tentu juga sebagai turunan dari aturan yang lebih tinggi. Salah satu hal yang penting adalah tersedianya aturan dalam hal pengelolaan energi,” kata Ali di Kendari, Senin (11/1/2021).
Dengan aturan tersebut, ia melanjutkan, diharapkan pengelolaan energi yang berkeadilan bisa tercipta. Selain itu, konservasi energi hingga energi terbarukan terus dikembangkan dengan berbasis kesejahteraan masyarakat dan lingkungan.
Terkait dengan energi terbarukan, Ali menambahkan, pihaknya masih melakukan kajian dan pemetaan. Selain itu, pemerintah juga terbuka terhadap masyarakat luas yang ingin mengembangkan potensi alternatif ini.
Upaya mendatangkan investor dalam sektor ini juga menjadi opsi ke depannya. ”Kita akan jembatani, termasuk dengan sumber daya manusia yang ada di wilayah ini. Bahkan, bisa sampai Detail Engineering Design (DED),” ucap Ali.
Beberapa sasaran utama dalam Perda RUED tersebut menitikberatkan pemanfaatan potensi energi alternatif. Pangsa energi terbarukan ditargetkan mencapai 7 persen pada 2025 dan 36 persen di 2050. Meski demikian, potensi yang ada di Sultra memang belum diketahui, baik jenis energi terbarukan, lokasi, maupun terlebih biaya investasi.
Kepala Dinas ESDM Sultra Andi Azis menjelaskan, potensi energi terbarukan di Sultra memang belum terpetakan sejauh ini. Pemetaan memerlukan proses, waktu, dan biaya yang tidak sedikit untuk mengetahui secara luas apa yang ada.
Jika melihat kondisi bentang alam di Sultra, Azis melanjutkan, banyak hal yang bisa dikembangkan untuk energi terbarukan. Mulai dari potensi cahaya matahari, angin, air, hingga gelombang laut.
”Kendala kita memang karena belum ada pemetaan. Untuk satu potensi saja bisa butuh waktu hingga 10 bulan. Pada dasarnya, energi terbarukan masih sangat terbuka untuk dikembangkan,” ucapnya.
Oleh sebab itu, ia berharap agar kabupaten dan kota di Sultra melakukan pemetaan di wilayah masing-masing. Hal tersebut untuk membantu provinsi dalam melihat potensi secara luas. Dengan data di setiap daerah, akan lebih memudahkan untuk membuat peta jalan energi terbarukan di daerah berjuluk ”Bumi Anoa” ini.
Sementara itu, Ketua DPRD Sultra Abdurrahman Saleh mengingatkan pentingnya potensi wilayah dipetakan dan dikaji secepatnya. Itu karena daerah belum memiliki data pasti berapa besar potensi yang ada hingga nilai investasi yang dibutuhkan.
Sejauh ini, ia melanjutkan, wilayah Sultra hanya terpaku pada energi konservatif, baik itu batubara, minyak bumi, maupun lainnya. Padahal, banyak potensi yang bisa dikembangkan, baik itu angin, matahari, maupun lainnya.
Kami juga berharap pemerintah pusat memberikan dukungan penuh untuk mengembangkan energi ini.
”Kita harus punya rencana jangka pendek, menengah, hingga jangka panjang, dan seharusnya kita sudah tahu apa potensi yang ada. Kami juga berharap pemerintah pusat memberikan dukungan penuh untuk mengembangkan energi ini,” ucapnya.
Wilayah Sultra, kata Rahman, membutuhkan banyak pasokan energi ke depannya. Sebab, wilayah ini merupakan daerah kaya mineral dengan sejumlah lokasi pertambangan nikel, emas, dan kawasan industri lainnya. Hal tersebut tentu menjadi peluang baru pemanfaatan energi sekaligus menjaga lingkungan yang lebih bersih.
Belum lagi terkait dengan pengembangan baterai mobil listrik yang sedang menjadi tren dan diprediksi terus berkembang. Hal itu menjadi peluang besar dalam pemenuhan energi sektor industri. Selain itu, ada pula peluang terkait dengan potensi industri perikanan dengan wilayah yang begitu luas di Sultra.
Oleh sebab itu, Rahman berharap pemerintah daerah membuka pintu seluas-luasnya pada investasi energi terbarukan ini. Dengan catatan, kesejahteraaan masyarakat tetap menjadi perhatian utama. Jangan sampai masyarakat hanya jadi penonton. Oleh karena itu, pengembangan sumber daya manusia juga harus dilakukan beriringan.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Syariah Universitas Muhammadiyah Kendari Syamsu Anam mengatakan, pemerintah harus mendorong pemakaian listrik di industri hilir. Dengan begitu, permintaan listrik juga akan tinggi dan memantik munculnya fasilitas energi terbarukan. Di Sultra, pemakaian listrik hanya difokuskan pada industri pengolahan bijih nikel, tetapi belum masuk sampai ke produk turunan yang lebih masif.
”Sudah saatnya industri hilir menjadi perhatian utama pemerintah karena akan menjadi daya dorong perekonomian sekaligus menjadi pemakai listrik ke depannya. Sayangnya, sampai sekarang upaya itu belum terlihat dan hanya fokus di smelter (peleburan bijih mineral),” ujarnya.