Pascalongsor Cimanggung, Pemkab Sumedang Keluarkan Status Tanggap Darurat
Status tanggap darurat bencana berlaku selama lebih kurang tiga minggu ke depan. Pemkab Sumedang menunggu rekomendasi sejumlah pihak untuk menentukan zona rawan di lokasi longsor untuk penanganan dan antisipasi.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·4 menit baca
SUMEDANG, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Sumedang mengeluarkan status tanggap darurat penanganan bencana alam longsor di Desa Cihanjuang, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Senin (11/1/2021). Selain tetap mencari korban hilang, warga yang tinggal dalam radius 30 meter dari lokasi kejadian diminta mengungsi.
Sebelumnya, Sabtu (9/1), longsor terjadi di Cihanjuang dipicu runtuhnya tebing tanah setinggi 20 meter dan panjang 40 meter yang menimpa 14 rumah di Perumahan Pondok Daud, Sabtu, sekitar pukul 15.30. Longsor terjadi saat hujan lebat mengguyur kawasan tersebut. Ketika petugas mengevakuasi korban, terjadi longsor susulan sekitar pukul 19.30. Akibatnya, total ada 30 rumah tertimbun material longsor.
Sejauh ini, korban jiwa yang telah ditemukan sebanyak 13 orang. Sementara korban hilang yang sudah diketahui identitasnya mencapai 26 orang.
Sekretaris Daerah Sumedang Herman Suryatman seusai rapat penanganan bencana di SMAN Cimanggung menuturkan, tanggap darurat berlangsung 9-29 Januari 2021. Status ini bergulir berdasarkan Keputusan Bupati Sumedang Nomor 21 Tahun 2021 terkait Tanggap Darurat Banjir dan Tanah Longsor di Kecamatan Cimanggung dan Jatinangor, Kabupaten Sumedang.
”Kami akan tuntaskan evakuasi. Setelah itu, fokus pada penanganan. Kami sudah bentuk pos komando penanganan darurat bencana bersama unsur pimpinan lainnya,” kata Herman.
Herman mengatakan, dalam status tanggap darurat ini, warga yang yang tinggal dalam radius 30 meter dari titik longsoran juga diminta mengungsi. Mereka adalah warga yang tinggal di sekitar tebing tanah hingga jalur air. Setidaknya ada lebih kurang warga 500 jiwa tinggal dalam zona berbahaya itu.
”Mereka kami minta mengungsi ke SDN Cipareuag, SD Al Hidayah, SMAN Cimanggung, dan beberapa ruang terbuka lainnya di luar zona rawan. Untuk memastikan protokol kesehatan pada masa pandemi Covid-19, tenda kapasitas 40 orang hanya akan diisi 25 orang,” katanya.
Konsekuensinya, menurut Herman, dibutuhkan setidaknya 14 tenda pengungsian. Namun, jumlah pengungsi bisa saja berkurang karena sebagian warga memilih tinggal bersama keluarganya.
Terkait relokasi warga terdampak, Herman mengatakan, masih akan melakukan survei lebih lanjut. ”Sesuai rekomendasi Badan Geologi, kami harus mewaspadai radius 30 meter dengan ketinggian 50 meter. Selain itu, kami juga akan identifikasi kerusakan bangunan dan lahannya dulu,” ujarnya.
Bangkit Pasaribu (37), salah seorang pengungsi di SMAN Cimanggung, menyatakan akan mengikuti rekomendasi Pemkab Sumedang. Kehilangan istri dan tiga anaknya membuat dia sadar sangat berisiko apabila tinggal di daerah perbukitan.
”Saat kejadian, saya sedang tidak ada di rumah. Sekitar pukul 17.00, saya mendengar kabar dari saudara kalau rumah terkena longsor. Istri dan tiga anak saya katanya masih di rumah,” ujarnya.
Kepala Bidang Mitigasi Gerakan Tanah di Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi Agus Budianto menyatakan tengah menyusun surat rekomendasi zona bencana longsor di Cimanggung. Hal itu diharapkan bisa menjadi pegangan bagi pimpinan daerah untuk menentukan daerah bahaya atau relokasi kelak.
”Musim hujan diperkirakan terjadi hingga Mei 2021. Radius 30 meter itu adalah jarak minimal dan sebenarnya bisa lebih luas lagi kalau kita memperhitungkan kemiringan dan luncuran tanahnya,” ujarnya setelah rapat penanganan bencana Cimanggung.
Agus mengatakan, kejadian di Cimanggung ini berpotensi terjadi di daerah lain di Jabar selama musim hujan. Dia mengharapkan masyarakat yang tinggal di kawasan perbukitan yang memiliki karakteristik serupa dengan Cimanggung harus selalu waspada. Ciri-ciri tersebut, antara lain, ialah tanah yang cenderung berwarna cokelat, memiliki jalur air, dan tidak memiliki tumbuhan besar dengan akar yang kuat di atasnya.
”Tanah yang berwarna cokelat rentan luruh bila digerus air. Potensi longsornya bisa semakin besar bila di sekitarnya tidak ditopang akar tanaman atau pohon besar,” katanya.
Sementara itu, pada hari ketiga evakuasi belum ditemukan korban jiwa baru. Sejauh ini, baru ditemukan 13 korban meninggal dunia. Sebanyak 26 korban lain yang diduga masih tertimbun tetap dicari.
Akan tetapi, titik berpotensi ada korban tewas sudah ditentukan. Setidaknya ada dua patok yang dipasang di antara timbunan tanah, material, dan bangunan di lokasi longsoran. Menurut Jayusman (32), petugas pengamanan evakuasi, patok itu menjadi indikasi dugaan adanya korban yang tertimbun.
Dia mengatakan, posisi tanah yang belum stabil menjadikan pencarian korban menjadi sangat berisiko. Perubahan cuaca ekstrem, menurut Jayusman, perlu diwaspadai karena khawatir terjadi longsor susulan. Karena itu, dia meminta petugas untuk segera menghindari lokasi longsoran jika turun hujan.