Petani Enggan Tanam Kedelai karena Harga Tak Menjanjikan
Minat petani untuk menanam kedelai masih kurang. Selain karena alasan hasilnya kurang optimal, harga kedelai yang lebih rendah dari komoditas lain.
Oleh
DEFRI WERDIONO/ ANGGER PUTRANTO
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS-Minat petani untuk menanam kedelai masih kurang. Harga kedelai yang lebih rendah dari komoditas lain menjadi faktor penyebab mereka lebih memilih komoditas pertanian yang lain.
Pengurus Kontak Tani Nelayan Andalan Kabupaten Malang Ali Masdjudi, Jumat (8/1/2021), mengatakan, jumlah petani yang menanam kedelai tidak banyak. Masih kalah dengan komoditas lain yang juga tahan di tanah kering, seperti jagung dan kacang tanah.
Menurut Ali produksi kedelai di Indonesia juga tidak bisa optimal karena iklim Indonesia tropis. Dia menyebut di lahan subtropis produksi kedelai bisa mencapai lima-enam ton per hektar (ha). Sedangkan di Malang atau Indonesia pada umumnya paling banyak 1-1,2 ton. Rendahnya produktivitas memengaruhi biaya produksi bertanam kedelai.
Di Malang, kedelai biasanya ditanam oleh petani di daerah Selatan yang tanahnya lebih kering dibanding wilayah tengah dan utara. Kawasan itu di antaranya Kecamatan Donomulyo (3.677 ton dengan luas panen 2.150 ha), Kalipare (689 ton dengan luas panen 403 ha), dan Gondanglegi (658 ton dengan luas panen 385 ha).
Karena petani tidak ingin rugi maka mereka lebih memilih menanam yang lain (Ali Masdjudi)
Dari sisi harga kedelai juga kurang kompetitif. Dengan harga kedelai Rp 6.500 per kilogram (kg) maka seorang petani hanya bisa memeroleh hasil Rp 6,5 juta-Rp 7,8 juta per ha setiap sekali panen. Pendapatan ini masih kalah dibanding komoditas lain, seperti jagung atau ubi kayu.
“Sedangkan untuk komoditas lain, seperti jagung, di lahan yang sama seorang petani bisa mendapatkan Rp 18 juta-Rp 20 juta per ha. Karena petani tidak ingin rugi maka mereka lebih memilih menanam yang lain,” katanya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Jawa Timur (Jatim) tahun 2015 produksi kedelai di Kabupaten Malang hanya 220 ton. Penghasil kedelai terbanyak di Jatim saat itu adalah Banyuwangi 44.636 ton dan Sampang 41.689 ton.
Untuk tahun 2019 produksi kedelai di Kabupaten Malang mencapai 6.377 ton dengan luas panen 3.729 hektar (ha) dan produktivitas 1,71 ton per ha.
Sayangnya produksi kedelai di Banyuwangi pun tercatat turun. Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Banyuwangi Arif Setyawan mengatakan pada tahun 2011 luas lahan kedelai di Banyuwangi mencapai 36.068 hektar dengan total produksi setahun 66.077 ton kedelai. Tahun 2020, lahan kedelai yang tersisa hanya 5.247 hektar dengan hasil produksi 10.573 ton kedelai.
Sama halnya dengan petani di Malang, petani Banyuwangi lebih memilih menanam tanaman lain, yakni buah naga dan jeruk yang lebih menjanjikan hasilnya.
Sedikitnya produksi kedelai lokal membuat perajin kian tergantung pada kedelai impor. Nurhasyim perajin tahu dan tempe di Banyuwangi mengatakan secara kualitas rasa dan aroma tahu dari kedelai lokal lebih gurih dan harum. Namun, karena tidak ada pasokan kedelai lokal, ia lantas beralih ke kedelai impor. Ia sempat menggunakan bahan baku kedelai lokal hingga tahun 2016.
Dinas Pertanian Kabupaten Banyuwangi kini berupaya menggenjot lagi produksi kedelai dengan memberikan bantuan benih untuk 200 hektar hingga 300 hektar per tahun. Harapannya petani bisa bergairah lagi menanam kedelai.