Bencana banjir di Aceh harus diantisipasi dengan memperbaiki persoalan di hulu dan di hilir. Di hulu, kondisi lingkungan rusak harus dipulihkan dan di hilir infrastruktur harus disiapkan dengan baik.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Ratusan rumah di sepuluh desa di Kabupaten Aceh Selatan dan Kota Subulussalam terendam banjir, Minggu (10/1/2021). Bencana hidrometeorologi mengancam Aceh karena cuaca buruk yang melanda wilayah tersebut dalam sepekan terakhir.
Koordinator Data dan Informasi Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Aceh Besar Zakaria Ahmad, Minggu, menuturkan, secara umum, Aceh berpotensi diguyur hujan lebat hingga beberapa hari ke depan. Akibatnya, potensi bencana hidrometeorologi mengancam.
Bencana banjir dan longsor yang terjadi di Aceh Selatan dan Subulussalam merupakan dampak dari hujan ekstrem. Sungai Lawe Manok di Kecamatan Trumon meluap. Sementara di Subulussalam, Sungai Sultan Daulat meluap.
”Bencana hidrometereologi, seperti banjir dan longsor, semakin besar terjadi dengan keadaan cuaca buruk,” kata Zakaria.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) Sunawardi menuturkan, banjir di Aceh Selatan terjadi di Kecamatan Kluet Utara, Kluet Tengah, Trumon Timur, dan Trumon Tengah. Ketinggian air di permukiman warga 20 sentimeter hingga 1 meter. Sebagian warga mengungsi ke balai desa.
”Akibat hujan dengan intensitas sedang hingga lebat yang mengguyur Aceh Selatan, sungai-sungai meluap dan drainase tidak mampu menampung debit air sehingga terjadi banjir,” kata Sunawardi.
Banjir juga memicu longsor di jalan Desa Gunung Pudung, Kluet Tengah. Material longsor menutup badan jalan sepanjang 25 meter. Petugas telah membersihkan material longsor menggunakan alat berat. Tim BPBD Aceh Selatan bersiaga di lapangan untuk mengevakuasi warga jika terjadi banjir susulan.
Sementara banjir di Subulussalam melanda Kecamatan Sultan Daulat. Sebuah rumah warga yang berkontruksi kayu rusak parah karena diterjang banjir. Debit air di Sungai Sultan Daulat masih tinggi sehingga dikhawatirkan banjir semakin parah.
Banjir semakin sering terjadi di Aceh. Menurut Sunawardi, selain karena hujan ekstrem, kondisi lingkungan yang rusak juga memicu bencana hidrometeorologi. Tahun 2020, Aceh mengalami kerugian Rp 291 miliar karena bencana alam.
Sunawardi mengatakan, bencana banjir harus diantisipasi dengan memperbaiki persoalan di hulu dan di hilir. Di hulu, kondisi lingkungan rusak harus dipulihkan dan di hilir infrastruktur harus disiapkan dengan baik.
Sementara itu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mencatat, selama 2020, Provinsi Aceh mengalami kerugian akibat bencana alam senilai Rp 1,3 triliun. Kerugian paling besar adalah dampak bencana banjir luapan sungai yang mencapai Rp 1 triliun.
Sebelumnya, Direktur Walhi Aceh Muhammad Nur mengatakan, banjir akan terus terjadi karena kondisi lingkungan yang semakin buruk akibat aktivitas perambahan hutan, pembalakan liar, tambang ilegal, dan pembangunan infrastruktur dalam kawasan hutan. Dia memperkirakan, bencana banjir akan menjadi bencana laten yang terjadi setiap tahun.