Romo Pareira Berpulang, Gereja Indonesia Kehilangan Pakar Kitab Suci
Gereja Katolik Indonesia berduka atas berpulangnya Romo Berthold Anton Pareira, OCarm di Malang, Jawa Timur. Beliau dikenal sebagai pakar Kitab Suci, khususnya Kitab Suci Perjanjian Lama.
Oleh
ANGGER PUTRANTO/JUMARTO YULIANUS
·3 menit baca
Gereja Katolik Indonesia berduka. Romo Berthold Anton Pareira, OCarm (81) berpulang di Malang, Jawa Timur, Jumat (8/1/2021) malam. Romo Pareira, demikian sapaan akrabnya, dikenal sebagai pakar Kitab Suci, khususnya Perjanjian Lama.
Romo Pareira meninggal dunia sekitar pukul 22.15 setelah sempat dirawat beberapa jam di Rumah Sakit Panti Waluya Sawahan atau RKZ Malang. Hingga meninggalnya, Romo Pareira masih tercatat sebagai dosen dan Guru Besar Kitab Suci di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi (STFT) Widya Sasana, Malang.
Kabar meninggalnya Romo Pareira dibenarkan Ketua STFT Widya Sasana Romo Prof Dr Armada Riyanto, CM ketika dihubungi dari Banyuwangi, Sabtu (9/1/2021). ”Informasi yang kami dapat, beliau meninggal karena serangan jantung, bukan karena Covid-19. Beliau memang sudah beberapa kali pasang ring. Kehilangan ini tidak hanya dirasakan keluarga STFT Widya Sasana, tetapi juga seluruh Gereja Katolik Indonesia,” ungkapnya.
Di mata Armada, Pareira bukan hanya seorang rekan dosen atau pengajar di STFT Widya Sasana. Pareira adalah ikon sekolah tinggi tersebut. Pareira sudah mengajar selama 46 tahun sejak ia merampungkan studi doktoral di Universitas Gregoriana, Roma, Italia, pada 1975.
Pada usia senja, ilmu dan pemikiran Pareira masih sangat dibutuhkan. Ia masih semangat mengajar tafsir Kitab Suci. Namun, melihat kemampuan fisiknya, STFT Widya Sasana tidak lagi membebankan tugas sebagai penguji dan pendamping bagi para mahasiswa yang menggarap skripsi atau tesis.
”Romo Pareira mengajar sejak sekolah ini baru berumur empat tahun. Sebagai bentuk penghargaan kami, STFT akan menyematkan nama beliau di salah satu ruang belajar kami. Harapannya, semangat dan ilmunya terus hidup bersama dengan kami,” tutur Armada.
Sederhana
Armada menilai, Pareira merupakan sosok rohaniwan dan ilmuwan yang sangat berbakti, sederhana, serta sahabat yang memiliki kepedulian. ”Semua yang pernah mengenalnya merasa memiliki beliau, mewarisi semangat cintanya, melanjutkan cita-cita perjuangan dan kegigihannya,” katanya.
Stephanus Didik Iswahyudi, salah seorang muridnya yang kini bekerja di Komisi Liturgi Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Jakarta, menuturkan, Romo Pareira adalah seorang imam yang sangat sederhana. Beliau tidak memiliki handphone dan tidak bisa mengendarai kendaraan apa pun.
”Setahu saya, beliau adalah orang yang hidupnya lebih banyak dihabiskan untuk belajar di kamar, menulis, dan menerjemahkan. Beliau tidak pernah mau pusing soal uang. Fokus pada ilmu yang didalami dan sangat menghidupi spiritualitas karmel,” katanya.
Menurut Didik, Romo Pareira juga punya karakter yang cukup keras. Hal itu dilakukan agar mahasiswa belajar dengan sungguh-sungguh. ”Kesederhanaan, keseriusan belajar, kerendahan hati, dan sportivitas dalam ilmu pengetahuan sangat beliau hidupi,” ujarnya.
Romo Fransiskus Antonius Dimas Satyawardhana, salah seorang murid Romo Pareira yang sedang menempuh studi di Roma, Italia, menyampaikan ucapan dukacita lewat akun media sosialnya. ”Terima kasih untuk semua didikan dan kasih yang Romo bagikan buat kami. Selamat jalan, Sang Nabi,” tulisnya.
Pareira yang lahir di Maumere, 13 Juni 1939, menjalani pendidikan calon imam Katolik di Seminari Menengah Mataloko di Flores (Nusa Tenggara Timur), Seminari Tinggi Karmel Batu (Jawa Timur), dan Seminari Tinggi Karmel Pematang Siantar (Sumatera Utara). Ia lantas ditahbiskan menjadi Imam Karmelit pertama asal Flores pada 24 Juli 1966.
Setelah ditahbiskan, Pareira menjalani studi lanjut teologi di Universitas Gregoriana, Roma, dan Kitab Suci di Biblicum, Roma. Hingga akhirnya meraih gelar doktor teologi di Universitas Gregoriana, Roma.
Sepulang dari masa studi, Pareira menjadi dosen Kitab Suci Perjanjian Lama di STFT Widya Sasana. Di sela kesibukan mengajar, ia juga aktif sebagai anggota Komisi Internasional ”Justice and Peace” Ordo Karmel (1989-2000) dan Komisi Teologi Konferensi Waligereja Indonesia (1994-1999).
Kecintaan Pareira kepada Kitab Suci mengantarkan dia masuk dalam tim perbaikan dan penyempurnaan terjemahan Kitab Suci ke dalam bahasa Indonesia. Pareira bahkan mampu menghafal kata demi kata beserta tanda baca Kitab Suci berbahasa Indonesia dan bahasa asing lain, beserta dengan tafsirannya.
Selamat jalan Romo Pareira, Gereja Katolik Indonesia kehilangan sosokmu. Selamat berkumpul dengan para malaikat untuk mengkidungkan mazmur-mazmur pujian di surga.