Pupuk Peduli dari Bandung untuk Hadapi Pandemi
Kota Bandung kembali menjadi buah bibir pada awal tahun ini. Dari kota ini, harapan meredakan pandemi di Indonesia terus dimunculkan sejumlah pihak dengan beragam cara.
Kota Bandung kembali menjadi buah bibir pada awal tahun ini. Dari kota ini, harapan meredakan pandemi di Indonesia terus dimunculkan sebagian kalangan dengan beragam cara. Sikap abai seharusnya bukan menjadi pilihan.
Mata Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir lekat pada layar komputer besar yang terpampang di Command Center Holding BUMN Farmasi di Bio Farma, Bandung, Jawa Barat, Kamis (7/1/2021). Di sana, lalu lintas pergerakan pengiriman vaksin Sinovac disajikan dalam data digital. Total ada sekitar 3 juta yang dikirim dari Bio Farma ke seluruh Indonesia.
Melalui kode yang diberikan di setiap kendaraan, pergerakan vaksin dipantau ketat. Mulai dari nomor polisi, kecepatan kendaraan, hingga titik pemberhentian. Setiap kotak pendingin juga diberikan barcode (kode batang) hingga pemantau suhu vaksin.
Pemantauan ini menjadi bagian Sistem Manajemen Distribusi Vaksin (SMDV). Direktur Digital Healthcare Bio Farma Soleh Ayubi mengatakan, SMDV adalah sistem pertama di dunia yang diterapkan dalam distribusi vaksin Covid-19.
Sistem Manajemen Distribusi Vaksin adalah sistem pertama di dunia yang diterapkan dalam distribusi vaksin Covid-19
Dia menuturkan, posisi dan kondisi vaksin terpantau selama 5 menit sekali. Bila dalam perjalanan terdeteksi suhu di luar batasan yang ditentukan, sistem akan mengirim peringatan dan meminta pengmudi mengambil tindakan yang sudah digariskan.
Meski puas dengan SMDV, Erick mengatakan, semua harapan besar ini harus ikut didukung semua kalangan. Selain meminta masyarakat mau menerima vaksin, penerapan protokol kesehatan hingga 3T (testing, tracing, treatment) harus terus dilakukan.
Abai terhadap protokol kesehatan memang sangat berbahaya. Di Kota Bandung, pusat distribusi hingga uji klinis vaksin Sinovac, kondisinya masih mengkhawatirkan. Hingga Jumat (8/1), total kasus terkonfirmasi positif mencapai 6.626 orang. Sebanyak 496 orang di antaranya masih dirawat. Wali Kota Bandung Oded M Danial belakangan juga terkonfirmasi positif. Pemkot Bandung berencana kembali menerapkan pengetatan aktivitas pada 11-25 Januari.
Baca juga: Uji Diri Ketangguhan Bandung Kala Pandemi
Hal ini ditanggapi beragam, khususnya dunia usaha. Ada yang cemas, tetapi tidak sedikit yang optimistis. Dengan konsep luar ruangan, Teduh Coffee, kafe di Cinambo, Bandung, menyesuaikan diri dengan situasi pandemi. Berdiri di lahan seluas sekitar 1.200 meter persegi yang ditumbuhi ratusan pohon pinus, pengelola kafe hanya menyediakan 20 meja untuk sekitar 60 pengunjung.
Jarak antarmeja lebih dari 5 meter. Tujuannya menghindari kerumunan. Pengunjung juga diwajibkan mencuci tangan sebelum masuk ke kawasan kafe.
Koordinator Pemasaran Teduh Coffee Intan Mutia mengatakan, menawarkan tempat nongkrong dengan suasana alam. Namun, keselamatan dan kenyamanan pengunjung tetap diutamakan. Pengunjung dibatasi meskipun kafe bisa menampung hingga 150 orang.
”Kapasitas 20 meja tidak akan ditambahi selama pandemi,” ujarnya. Jika pengunjung datang ketika semua meja sudah terisi, mereka wajib masuk daftar tunggu.
Kapasitas 20 meja tidak akan ditambahi selama pandemi. Jika pengunjung datang ketika semua meja sudah terisi, mereka wajib masuk daftar tunggu.
Menurut Intan, penerapan protokol kesehatan tidak bisa ditawar. Oleh sebab itu, pihaknya akan mematuhi kebijakan PPKM yang akan diterapkan di Bandung mulai 11 Januari mendatang.
Konsep ruang terbuka Teduh Coffee diminati warga. Salah satunya Minda (21), pengunjung asal Gedebage, Bandung. Beraktivitas di luar rumah diperlukan untuk menyegarkan pikiran setelah berkegiatan di rumah.
”Saya pilih nongkrong di sini karena kafenya terbuka sehingga sirkulasi udara sangat baik. Saya selalu pakai masker dan bawa hand sanitizer,” ujarnya.
Produsen perlengkapan luar ruangan, Eiger, juga dikenal ketat menjalankan bisnis saat pandemi. Di semua toko utama di Bandung, setiap calon pengunjung diminta masuk bilik disinfektan, mencuci tangan, dan diminta berdiri di depan sensor suhu tubuh. Setiap petugas menggunakan masker, pelindung wajah, hingga manset atau baju lengan panjang.
Area Supervisor Jabar 2 PT Eigerindo Multi Produk Industri Zafrullah Sunyaruri menuturkan, persiapan ini dilakukan mulai April 2020. ”Jadi, saat sekarang kembali diperketat, kami tinggal menyesuaikan jam kerja dan kapasitas saja,” ujarnya.
Pembatasan kapasitas menjadi perhatian. Di Toko Eiger di Jalan Sumatera, misalnya, dari kapasitas 500 orang dalam gedung, hanya 30 persen pengunjung yang diperbolehkan masuk. Padahal, sebelum pandemi, lanjut Zafrullah, toko dua lantai ini kerap disesaki pengunjung, terutama saat akhir pekan.
”Sekarang kami menggunakan announcer (pengeras suara) untuk mengingatkan protokol kesehatan,” ujarnya.
Hal yang serupa dilakukan Restoran Kampung Daun, Bandung. General Manager Kampung Daun Ari Hermanto menuturkan, setiap pengunjung ditempatkan dalam saung berbeda. Jarak pun semakin lebar saat Kampung Daun hanya mengisi 50 persen kapasitas totalnya, yakni 25 dari 50 saung. Setiap saung berjarak lebih dari 2 meter, dan memiliki tempat pencuci tangan masing-masingnya.
”Awalnya protokol kesehatan ini untuk memastikan 90 karyawan kami tidak tertular. Namun, ternyata, saya lihat penerapan ini justru meningkatkan kepercayaan pengunjung,” ujarnya.
Jika terjadi antrean, para pengunjung diminta menunggu di kendaraan masing-masing. Mereka lantas dihubungi ketika ada saung yang tersedia. Setelah mengisi daftar hadir, nomor telepon, hingga alamat secara digital, pengunjung memasuki bilik disinfektan dari uap ozon.
”Kalau ada pengunjung yang tidak mau menerapkan proses ini, kami dengan berat hati tidak mengizinkan masuk,” ujarnya.
Baca juga: Hidupkan Embusan Kepedulian di Masa Pandemi
Kontribusi dunia usaha meredam pandemi tidak hanya dengan menaati protokol kesehatan. Ratusan perusahaan juga memberikan bantuan kepada Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Jabar. Bentuknya beragam, mulai dari uang tunai, alat kesehatan, alat pelindung diri, hingga bahan makanan.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengatakan, bantuan di tengah pandemi bisa terus dilakukan meskipun vaksinasi akan segera digelar. Ia mengibaratkan pandemi Covid-19 sebagai perang yang membutuhkan kontribusi nyata semua pihak.
“Semua harus bela negara. Bisa dengan ilmu, harta, dan tenaga atau minimal dengan disiplin di rumah agar tidak menjadi korban perang,” tuturnya.
Kemauan menekan penyebaran wabah jelas melegakan. Apalagi, orang Bandung zaman dulu sudah teruji melawan pandemi. Atep Kurnia dalam bukunya, ”Jaman Woneng: Wabah Sampar di Priangan, 1925-1937”, mengatakan, pemerintah daerah dan panitia Jaarbeurs pada tahun 1929 kompak menekan wabah sampar di Bandung. Jaarbeurs adalah bursa pekan raya tahunan memamerkan berbagai hasil produksi industri berskala internasional.
Digelar di tengah wabah sampar, panitia Jaarbeurs menyelipkan kepedulian. Mereka menawarkan tempat terbuka untuk memutar film tentang pencegahan dan penanganan wabah sampar. Gayung bersambut, pada Minggu 15 Juli 1929, acaranya digelar dua kali.
Pemerintah daerah dan panitia Jaarbeurs pada tahun 1929 kompak menekan wabah sampar di Bandung.
Musik gamelan menggema dengan pengeras suara menarik minat lebih banyak orang. Penduduk pribumi berdatangan menggunakan truk. Penonton yang datang menyaksikan sajian itu lebih kurang 2.000 orang. Di tengah minimnya penyampaian informasi saat itu, kepedulian itu menjadi hal besar untuk dikenang.
Kerja bersama di tengah pandemi seharusnya tidak perlu diperdebatkan lagi. Perjalanan Bandung tempo dulu hingga zaman ini sudah memberi banyak bukti. Pandemi bisa dihadapi apabila semua orang mau peduli.
Baca juga: Tetap Setia Berbagi meski Pandemi