Peti Jenazah Covid-19 di Kolaka Dibongkar Paksa Keluarga
Sebuah keluarga di Kolaka, Sulawesi Tenggara, nekat membongkar peti jenazah kerabatnya yang terkonfirmasi positif Covid-19, Jumat (8/1/2021) siang. Pelanggaran protokol ini berpotensi besar memicu ledakan kasus baru.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Sebuah keluarga di Kolaka, Sulawesi Tenggara, nekat membongkar peti jenazah kerabatnya yang terkonfirmasi positif Covid-19, Jumat (8/1/2021) siang. Pelanggaran protokol ini berpotensi besar memicu ledakan kasus baru di wilayah ini.
Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Kolaka Muhammad Aris menjelaskan, jenazah adalah pasien perempuan berumur 27 tahun. Dia meninggal setelah operasi akibat kematian bayi dalam kandungan.
”Almarhumah meninggal di Rumah Sakit Bahteramas Kendari setelah mendapat perawatan dan operasi,” kata Aris saat dihubungi dari Kendari, Sabtu (9/1/2021).
Sebelumnya, Rabu (6/1/2021), pasien datang ke Puskesmas Wundulako untuk memeriksakan diri karena sesak napas. Setelah diperiksa, pasien juga dideteksi mengalami gawat janin atau kondisi janin yang abnormal.
Hal itu kemungkinan besar dipicu kurangnya asupan oksigen ke kandungan. Dari hasil tes cepat, pasien itu reaktif sehingga langsung diminta datang ke Rumah Sakit Umum Kolaka.
Akan tetapi, kamar perawatan intensif Covid-19 di rumah sakit itu ternyata penuh. Di sana hanya ada 15 kamar yang sudah diisi pasien reaktif dan positif. ”Pasien lalu disarankan datang ke RS Bahteramas Kendari. Kami menghubungi rumah sakit rujukan utama Covid-19 di Sultra itu dan diizinkan masuk,” jelas Aris.
Akan tetapi, ia melanjutkan, pasien dan keluarga tidak ingin pasien dirawat di Kendari. Pasien bahkan dibawa pulang lagi ke kediamannya di Kelurahan Lamekongga, Wundulako, Kolaka. Di rumah, pasien masih sesak napas dan kondisi kesehatannya terus memburuk.
Pada Kamis pagi, tambah Aris, pasien kembali dibawa keluarga ke Puskesmas Wundulako. Di puskesmas itu, petugas melakukan penanganan pertama dengan infus dan bantuan oksigen. Petugas juga membujuk pasien agar bersedia dirujuk ke RS Bahteramas Kendari. Kali ini, permintaan itu disanggupi.
Setiba di RS Bahteramas, pasien lalu mendapatkan penanganan. Petugas juga mengambil spesimen untuk diuji dengan alat PCR. Pasien itu terkonfirmasi positif Covid-19.
Tidak hanya itu, setelah dicek lengkap, janin pasien ternyata telah meninggal. Tim dokter lalu melakukan operasi untuk mengeluarkan janin pada Kamis sore.
”Setelah dioperasi, pasien mendapatkan perawatan. Namun, Jumat subuh, pasien meninggal. Keluarga pasien meminta dimakamkan di Kolaka. Kami berkoordinasi dengan pihak rumah sakit, beserta aparat, dan disetujui,” ucapnya.
Setelah dioperasi, pasien mendapatkan perawatan. Namun, Jumat subuh, pasien meninggal. Keluarga pasien meminta dimakamkan di Kolaka. Kami berkoordinasi dengan pihak rumah sakit, beserta aparat, dan disetujui.
Akan tetapi, setiba di kediaman pada Jumat siang, keluarga lantas mengambil paksa jenazah, membongkar peti, dan mengerumuni jenazah. Keluarga yang didominasi ibu-ibu ini bergantian memegang, bahkan mencium jenazah.
Para petugas yang mendampingi tidak bisa berbuat banyak. Terlebih, ada ancaman terhadap petugas yang mendampingi. Mereka bahkan tidak berani mendekat dan akhirnya pulang.
Keluarga pasien lalu melakukan pemakaman tanpa protokol kesehatan. Jenazah ditandu ke lokasi pemakaman, tidak jauh dari kediaman. Pemakaman hanya menggunakan kain kafan, tanpa plastik dan peti jenazah.
”Kepolisian telah mengambil langkah terkait hal ini, termasuk meminta keterangan satgas. Namun, yang kami khawatirkan adalah ledakan kasus baru ke depan. Kami telah mencatat nama-nama kontak erat dan bakal melakukan pengawasan beberapa hari ke depan,” ucap Aris.
Kepala Polsek Wundulako Inspektur Satu I Putu Suwitra menyampaikan, sebelum jenazah tiba di kediaman, pihaknya telah berkoordinasi dengan keluarga. Dalam pertemuan itu, ia mengimbau keluarga agar menjaga jarak dan melakukan pemakaman dengan protokol kesehatan. Saat itu, keluarga menyanggupi.
Akan tetapi, saat jenazah tiba, keluarga pasien lainnya ternyata tidak terima jika jenazah dimakamkan memakai peti. Mereka lantas membongkarnya dan mengeluarkan jenazah.
Kasus ini terjadi saat penularan Covid-19 di Kolaka masih terjadi. Hingga Sabtu sore, total kasus positif Covid-19 di Kolaka mencapai 877 orang. Sebanyak 14 orang meninggal dan 768 orang sembuh.
Sementara itu, total kasus di Sultra mencapai 8.280 kasus, dengan 162 orang meninggal. Sebanyak 947 orang dalam perawatan dan 7.171 orang telah dinyatakan sembuh.
Kasus pembongkaran paksa jenazah bukan kali ini terjadi. Sejak awal kasus Covid-19, pengambilan paksa jenazah hingga membongkar peti terjadi di banyak wilayah di Indonesia.
Sosiolog bencana di Nanyang Technological University (NTU), Singapura, Sulfikar Amir, mengatakan, pengambilan paksa jenazah pasien Covid-19 terus berulang di sejumlah daerah. Hal itu dipicu rendahnya tingkat kepercayaan publik terhadap otoritas kesehatan.
Pengambilan paksa jenazah pasien Covid-19 terus berulang di sejumlah daerah. Hal itu dipicu rendahnya tingkat kepercayaan publik terhadap otoritas kesehatan.
Hal itu tecermin dalam survei oleh Social Resilience Lab NTU dan LaporCovid19.org yang dirilis pada Minggu (5/7/2020). Di antara temuan penting survei ini, 77 responden beranggapan tidak mungkin tertular Covid-19, demikian juga orang dekat ataupun yang tinggal di lingkungan sekitar (Kompas, 8/7/2020).
Selain kasus pembongkaran peti dan pengambilan peti jenazah, kasus Covid-19 semakin tidak terkendali di banyak wilayah. Ruang perawatan di rumah sakit terus penuh sehingga pasien sulit mendapatkan tempat perawatan. Hal tersebut dialami pasien di Kolaka itu.
Di Jawa Timur, rumah sakit juga telah banyak yang penuh. Data yang diterima LaporCovid-19 menunjukkan, pada Kamis (7/1/2021) ICU dan ruang isolasi di RSUD Dr Soetomo telah penuh sehingga 51 pasien suspek dan positif Covid-19 masih tertahan di UGD. Pasien harus mengantre masuk ke ICU dan ruang isolasi, menunggu ada pasien lain dipulangkan atau meninggal (Kompas, 7/1/2021).