Terduga Teroris yang Dilumpuhkan di Makassar Rencanakan Bom Bunuh Diri
Dua terduga teroris yang ditembak mati aparat Densus 88 di Makassar terlibat serangkaian aksi teror, di antaranya pengeboman gereja di Filipina. Keduanya bahkan merencanakan aksi serupa di Indonesia.
Oleh
Reny Sri Ayu
·3 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Dua terduga teroris yang ditembak mati aparat Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (6/1/2021), sudah merencanakan aksi bom bunuh diri. Mereka juga sudah merekrut banyak orang untuk masuk dalam kelompoknya dan menyatakan dukungan pada khilafiah.
Fakta ini dijelaskan Kepala Kepolisan Daerah Sulawesi Selatan Inspektur Jenderal Merdisyam di Makassar, Kamis (7/1/2021). Kapolda didampingi pejabat Densus 88 Brigadir Jenderal Ibnu Suhendra dan Kepala Bidang Humas Polda Sulsel Komisaris Besar Sulpan.
”Polisi sudah mengintai kelompok ini sejak lama. Bermula saat mereka ikut prosesi baiat mendukung ISIS, lalu mereka aktif menggelar kajian dan juga latihan. Mereka juga aktif merekrut anggota yang berafiliasi dengan ISIS dan secara ideologi mendukung khilafiah dan tergabung dalam JAD (Jamaah Ansharut Daulah),” kata Merdisyam.
Ibnu Suhendra mengatakan, dalam penyelidikan Densus 88 ditemukan fakta bahwa kelompok ini merencanakan aksi bom bunuh diri. ”Mereka latihan dan merencanakan penyerangan pada aparat dan siapa pun yang dianggap tidak sejalan dengan ideologinya. Mereka merencanakan aksi bom bunuh diri seperti yang dilakukan di Filipina. Mereka juga berkali-kali akan berangkat ke Suriah, tetapi digagalkan aparat,” katanya.
Dua terduga teroris yang ditembak mati adalah MR (46) dan SA (23). Keduanya adalah mertua dan menantu yang tinggal di dua rumah di Perumahan Villa Mutiara, Keluraham Bulurokeng, Kecamatan Biringkanaya, Makassar. MR adalah pemimpin kelompok dan rumahnya selalu menjadi tempat pengajian dan kajian.
Seusai pengerebekan di Villa Mutiara, polisi menangkap sejumlah anggota kelompok ini, di antaranya di Tallo dan Sudiang, Makassar; di Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa; dan Kecamatan Alla, Kabupaten Enrekang.
Dalam catatan kepolisian, MR bersaudara kandung dengan Ulfah. Ulfah bersama suaminya adalah pelaku bom bunuh diri di Gereja Katedral Filipina pada Juli 2019. Diketahui MR juga mengirim dana untuk aksi di Filipina itu. Selain itu, MR juga tercatat sebagai fasilitator pelarian Andi Baso, buronan dalam kasus bom Gereja Oikumene, Samarinda, tahun 2017.
Dalam penggerebekan di lima lokasi sepanjang Rabu hingga Kamis dini hari, selain mengamankan 18 orang, polisi juga menyita sejumlah barang bukti. Rangkaian bom, bahan pembuatan bom, senjata jenis PCP lima pucuk, senjata tajam, hingga dokumen, disita polisi.
Sementara itu, sejumlah tetangga MR dan SA mengatakan, selama tinggal di Villa Mutiara, keduanya memang tak terlalu bergaul dengan warga kompleks. Mereka hanya bergaul dengan kelompoknya yang rutin datang mengikuti pengajian dan kajian. ”Kalau mertuanya, masih sering menyapa jika berpapasan. Tapi, menantunya memang jarang sekali, bahkan senyum pun tidak,” kata Ridwan, ketua RT setempat.
Sejumlah warga lain mengatakan pernah melihat kelompok ini menaikkan bendera berwarna hitam yang kemudian dilaporkan dan akhirnya diturunkan. ”Pernah bendera saya dirobek. Saat itu saya pasang bendera merah putih pada bulan Agustus. Lalu, saya dapat bendera saya sudah dirobek-robek. Katanya, anaknya yang melakukan, tetapi saat itu anaknya masih kecil,” kata Iswanti (54), tetangga.
MR dan kelompoknya sempat berselisih dengan warga karena mereka selalu ingin memimpin shalat di mushala kompleks. Namun, warga enggan karena menilai cara shalat mereka berbeda. Sebaliknya, MR dan kelompoknya tak mau dipimpin shalat oleh imam mushala setempat.
Beberapa kali shalat harus digelar dua kali. Ini akhirnya menimbulkan keberatan dari warga. Pada akhirnya, MR dan kelompoknya tak lagi shalat di mushala tersebut dan memilih membuat mushala di rumahnya.