Rasio Positif Melebihi Nasional, Alarm Keras bagi Pemerintah Kota Kendari
Dengan angka ”positivity rate” 31 persen, Kota Kendari melebihi rekor nasional 29 persen. Meski tinggi, aktivitas berjalan normal, bahkan pemerintah telah membuka kegiatan belajar tatap muka.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·5 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Hingga pekan pertama Januari 2021, tingkat rasio positif Covid-19 di Kendari mencapai 31 persen atau di atas angka nasional yang baru-baru ini menyentuh rekor 29 persen. Hal ini jadi peringatan keras bagi pemerintah dan warga akan penularan virus yang kian meluas. Padahal, aktivitas masih berjalan normal, bahkan pemerintah mulai membuka sekolah tatap muka.
Data Satuan Tugas Covid-19 Sulawesi Tenggara, hingga Selasa (5/1/2021), jumlah pasien positif Covid-19 di Kendari mencapai 3.921 orang. Sebanyak 53 orang meninggal, 3.782 orang sembuh, dan 86 orang masih dalam perawatan.
Sementara itu, jumlah tes spesimen melalui alat reaksi berantai polimerase (PCR) yang telah dilakukan adalah 12.477 spesimen. Dengan membandingkan total pasien positif dengan jumlah tes, angka rasio positif (positivity rate) Covid-19 di Kendari mencapai 31 persen. Angka ini di atas rata-rata nasional yang beberapa hari lalu mencapai rekor sekitar 29 persen. Selain itu, angka ini juga enam kali lipat dari standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang hanya 5 persen.
Epidemiolog Universitas Halu Oleo (UHO), Ramadhan Tosepu, berpendapat, angka rasio positif yang mencapai 31 persen berarti setiap tiga orang yang diuji dengan tes PCR, ada satu orang yang positif Covid-19. Ini membuktikan jika kasus Covid-19 sudah semakin meluas, bahkan dalam skala yang besar.
”Angka ini sudah sangat tinggi dan saya belum menemukan kata yang tepat selain menakutkan. Virus ini sudah ada di sekitar kita meski mungkin banyak yang dengan tanpa gejala,” kata Ramadhan, di Kendari, Sulawesi Tenggara, Kamis (7/1/2021).
Menurut Ramadhan, sejak beberapa bulan lalu, pelacakan kasus pasien positif Covid-19 sudah sangat sulit dilakukan. Pasalnya, kluster-kluster yang awalnya bisa dipetakan telah berubah menjadi kluster baru hingga ke keluarga. Tak heran orang yang jarang ke luar rumah dan menjaga diri tetap bisa terpapar Covid-19.
Oleh sebab itu, lanjut Ramadhan, protokol ketat harus dilakukan pemerintah dalam menjaga masyarakat supaya virus tidak semakin meluas. Selain itu, pelaksanaan tes PCR juga harus diperluas, baik itu untuk kontak erat maupun mereka yang tidak memiliki gejala.
”Keberhasilan itu bukan dari berapa banyak yang sembuh, melainkan dari berapa yang tidak terpapar Covid-19. Sekali lagi, harus dengan tes PCR yang masif,” ujarnya.
Angka rasio positif di Kendari ini meningkat dari sebelumnya. Pada awal November 2020, rasio positif di kota ini sekitar 29 persen. Standar WHO dan pemerintah pusat, angka rasio positif ini dihitung dari tes PCR. Jumlah tes PCR yang dilakukan di Kendari belum mencapai standar mingguan, yaitu hanya sekitar 346 orang dari standar 381 orang.
Kepala Dinas Kesehatan Kendari dr Rahminingrum berpendapat, angka rasio positif yang tinggi tersebut disebabkan jumlah pembagi adalah mereka yang telah melalui uji usap PCR. Padahal, masyarakat yang termasuk kontak erat dan lainnya telah disaring dengan uji cepat atau tes usap antigen.
”Semua yang di-swab PCR itu, kan, mereka yang reaktif atau positif dari tes cepat dan tes antigen. Jadi, otomatis rasio positifnya tinggi. Coba dijumlahkan semua tes, maka hasil positivity rate-nya pasti berbeda,” kata Rahminingrum.
Angka rasio positif yang tinggi tersebut disebabkan jumlah pembagi adalah mereka yang telah melalui uji usap PCR. (Rahminingrum)
Jika dilakukan secara acak, ia meyakini jumlah yang positif bisa lebih rendah dari yang ditemukan. Sebab, kontak erat dan tes massal antigen telah dilakukan.
Meski demikian, ia juga tidak menampik jika hasil tes cepat ataupun tes antigen tersebut tidak memiliki tingkat akurasi yang sama dengan tes PCR. Masyarakat yang disaring dengan kedua tes tersebut bisa saja terdeteksi positif jika memakai alat PCR. Namun, dengan penyaringan ini diyakini bisa menekan sebaran kasus di masyarakat.
Oleh karena itu, sambungnya, Pemerintah Kota Kendari masih merampungkan laboratorium PCR di RSUD Kendari. Diharapkan, beroperasinya alat tersebut bisa meningkatkan jumlah tes PCR. Selain itu, operasi yustisi penegakan protokol terus dilakukan setiap hari.
Terkait aktivitas sekolah menengah pertama di Kendari yang mulai dilakukan secara tatap muka, Rahminingrum menjabarkan, hal tersebut telah melalui pertimbangan matang dan proses yang ketat. Aktivitas belajar-mengajar juga dilakukan secara ketat dengan protokol di berbagai jenjang.
”Hanya ada tiga SMP yang dibuka dari semua sekolah. Itu pun dengan protokol dan evaluasi ketat. Pelaksanaan di lapangan melalui kontrol dan pengawasan agar terhindar dari paparan Covid-19,” katanya.
Erwin Jayadipradja, epidemiolog dari Stikes Mandala Waluya Kendari, berpendapat, angka rasio positif yang tinggi di Kendari bisa saja merupakan fenomena gunung es dari kasus Covid-19 di masyarakat. Mereka yang diuji dengan tes usap PCR adalah yang telah melalui penyaringan melalui uji cepat ataupun tes antigen.
”Seperti kita tahu, rapid dan antigen bisa saja negatif atau nonreaktif palsu. Seharusnya semua kontak erat itu dites dengan PCR. Jadi, penyebarannya bisa dihentikan dan orang dengan penyakit penyerta tidak menjadi korban. Coba kita tes massal dengan PCR di kantor atau pasar untuk melihat angka utuhnya,” jelasnya.
Sejak awal, ucap Erwin, ia dan beberapa pihak lain terus mendorong agar pola pelacakan serta tes dilakukan dengan alat PCR. Sebab, alat ini memiliki tingkat akurasi paling tinggi. Dengan hasil akurat, pola penyebaran dan transmisi virus bisa dihentikan. Pembukaan sekolah, tutur Erwin, juga memiliki risiko tinggi bagi siswa atau pelajar. Sebab, saat ini kluster penyebaran kasus sudah sangat sulit dideteksi.
Oleh karena itu, memperketat protokol, utamanya di tempat-tempat publik, harus terus dilakukan. Meski di sebagian tempat telah berjalan, di pasar tradisional atau di tempat lainnya protokol sulit dilakukan.