Pemerintah daerah di Malang Raya menyepakati pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dengan penyesuaian sesuai kondisi lokal. Hal itu untuk mencegah penyebarluasan Covid-19, tetapi juga memungkinkan ekonomi berjalan.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Pemerintah daerah di Malang Raya menyepakati melakukan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB dengan penyesuaian sesuai kondisi lokal. Hal itu dilakukan untuk mencegah penyebarluasan Covid-19, tetapi juga memungkinkan sektor ekonomi tetap berjalan meski dengan pembatasan.
Kesepakatan tersebut dilakukan dalam rapat koordinasi tiga wilayah pada Kamis (07/01/2021) di Balai Kota Malang. Hadir dalam rapat tersebut Wali Kota Malang Sutiaji, Wali Kota Batu Dewanti Rumpoko, dan perwakilan Pemkab Malang. Rapat dilakukan untuk menindaklanjuti Instruksi Mendagri Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan untuk Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Dalam Instruksi Mendagri itu disebutkan beberapa ketentuan, seperti membatasi tempat kerja atau perkantoran dengan 75 persen kerja dari rumah (WFH) dan 25 persen bekerja di kantor dengan penerapan protokol kesehatan ketat, melakukan proses belajar-mengajar secara daring, pembatasan jam operasional mal dan restoran hingga pukul 19.00, dan pembatasan makan di tempat/restoran 25 persen.
”Ini adalah instruksi dari Mendagri sehingga mau tidak mau kita harus menjalankannya. Namun, tidak semua instruksi dapat kami laksanakan di wilayah Malang Raya secara keseluruhan. Kami menyepakati untuk memodifikasi dan menyesuaikannya dengan keadaan di wilayah Malang Raya,” kata Wali Kota Malang Sutiaji.
Beberapa penyesuaian itu, antara lain, membatasi jam usaha hingga pukul 20.00 atau 21.00 (tidak seperti instruksi menteri di mana waktu usaha dibatasi pukul 19.00) serta memberlakukan 50 persen untuk layanan makan di tempat (menurut instruksi menteri kuota makan di tempat adalah 25 persen).
”Teknis dan finalisasi rakor ini akan ditentukan pada rakor berikutnya. Yang jelas, kami ingin menekankan bahwa penanganan Covid-19 harus dilakukan, tetapi ekonomi masyarakat juga tetap bisa jalan karena selama ini masyarakat sudah sangat merugi dengan situasi pandemi ini,” kata Sutiaji.
Yang jelas, kami ingin menekankan bahwa penanganan Covid-19 harus dilakukan, tetapi ekonomi masyarakat juga tetap bisa jalan karena selama ini masyarakat sudah sangat merugi dengan situasi pandemi ini. (Sutiaji)
Yang terpenting, menurut Sutiaji, penerapan protokol kesehatan di Malang Raya harus diperketat. Sebab, tindakan abai terhadap protokol kesehatan itulah yang menurut Sutiaji membuat kasus Covid-19 di Kota Malang masih mengancam.
Dalam rakor tersebut, menurut Sutiaji, juga disepakati bahwa untuk perkantoran, akan diberlakukan 25 persen kerja dari kantor dan 75 persen kerja dari rumah. Semua itu akan diberlakukan sejak PSBB diterapkan pada 11-25 Januari 2021.
Adapun terkait dengan rencana PSBB jilid 2, Kepala Kepolisian Resor Kota Malang Kota Komisaris Besar Leonardus Simarmata mengatakan bahwa mereka akan menunggu pedoman dan arahan dari pusat. ”Kami tetap menunggu pedoman dan arahan dari pusat. Prinsipnya, Polresta Malang Kota siap mendukung kebijakan pemerintah dalam penanganan Covid-19,” katanya.
Dalam penanganan Covid-19 di Kota Malang, satu hal yang patut dicermati adalah tingginya angka kematian pasien. Data Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Kota Malang per 7 Januari 2021 menunjukkan bahwa terjadi penambahan 55 kasus dalam sehari. Hal itu menyebabkan total kasus Covid-19 di Kota Malang mencapai 4.038 kasus. Dari data tersebut, jumlah kematian mencapai 391 kasus.
Terlihat bahwa tingkat kematian di Kota Malang 9,6 persen atau jauh melampaui angka kematian nasional, yaitu 3 persen. Tingginya angka kematian tersebut menjadi alasan pemerintah pusat meminta Kota Malang melakukan PSBB jilid 2.
Sebelumnya, Malang Raya juga pernah menggelar PSBB jilid 1 pada Mei 2020. PSBB dilakukan selama dua pekan dan berlanjut dengan PSBB transisi menuju normal baru. Hal itu dilakukan pada saat kasus Covid-19 sedang tinggi-tingginya.