Penghargaan Kemenag untuk Budi, Penghulu Antigratifikasi dari Cimahi
Catatan KPK, Budi telah 88 kali melaporkan gratifikasi senilai Rp 16 juta sejak 2019. Tak hanya berbentuk uang, gratifikasi berupa bingkisan dan fasilitas transportasi juga tak luput ia laporkan.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
Konsistensi, itulah karakter kerja yang terus dihidupi Budi Ali Hidayat, Kepala Kantor Urusan Agama Cimahi Tengah. Atas konsistensinya melaporkan banyaknya gratifikasi yang ia laporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi, Kementerian Agama memberikannya piagam penghargaan.
Piagam penghargaan diserahkan langsung Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam peringatan Hari Amal Bakti Ke-75 Kemenag di Jakarta, Selasa (5/1/2021). Budi mengatakan, penghargaan itu menambah semangatnya bekerja melayani masyarakat.
”Sekaligus meningkatkan motivasi dalam menjaga konsistensi melaporkan beragam bentuk gratifikasi,” ujar Budi di kantornya di Cimahi, Jawa Barat, Kamis (7/1/2021). Sebelumnya, dedikasi antigratifikasi Budi dihadiahi penghargaan dari KPK, Selasa (8/12/2020). Ia pelapor gratifikasi terbanyak sepanjang 2019-2020.
Budi senang dan bangga mendapat penghargaan dari KPK dan Kemenag. Ia memaknai penghargaan itu sebagai bentuk tanggung jawab untuk menjaga integritas.
Penghulu madya itu mengaku sering disodori amplop dan bingkisan saat menghadiri akad pernikahan. Nilainya bervariasi, dari puluhan ribu rupiah sampai jutaan rupiah.
Gratifikasi dilaporkan melalui aplikasi Gratifikasi Online atau GOL. Selanjutnya disetorkan ke rekening KPK untuk diserahkan ke kas negara.
Gratifikasi merupakan akar dari korupsi. Jadi, komitmen menolaknya harus ditanamkan mulai dari hal-hal terkecil.
Integritas ini ditanamkan Budi sejak diterima menjadi calon pegawai pencatat nikah di bawah Kementerian Agama pada 2003. Pengalaman 17 tahun membuatnya mengenali modus-modus gratifikasi dari calon pengantin ataupun keluarga pengantin.
Budi menjelaskan, akad nikah di kantor urusan agama (KUA) tidak dipungut biaya atau gratis. Namun, jika dilakukan di luar KUA, dikenai biaya Rp 600.000 dan menjadi pemasukan negara bukan pajak. Dari uang Rp 600.000 itu terdapat biaya transportasi penghulu dan administrasi. Nilainya bervariasi berdasarkan tipologi KUA.
Untuk tipologi B seperti KUA Cimahi Tengah, penghulu mendapatkan Rp 250.000. ”Ini dicairkan setiap bulan untuk penghulu. Jadi, pengantin atau pihak keluarga tidak perlu memberikan amplop lagi,” ujarnya.
Bagi Budi, gratifikasi tidak memandang besar kecilnya nilai pemberian. Oleh sebab itu, ia konsisten menolak agar tidak menjadi kebiasaan buruk.
”Gratifikasi merupakan akar dari korupsi. Jadi, komitmen menolaknya harus ditanamkan mulai dari hal-hal terkecil,” ujarnya.
Saat menyerahkan piagam penghargaan itu, Yaqut Cholil berpesan kepada Budi untuk konsisten menjaga integritas. Ia juga diminta memberikan keteladanan bagi pegawai di kantornya. ”Pesan khusus beliau kepada saya agar istikamah, berdedikasi, dan menjadi contoh yang baik bagi pegawai lainnya,” ucapnya.
Yaqut mengapresiasi konsistensi Budi tersebut, yang dinilai patut menjadi teladan bersama, khususnya pegawai Kemenag. ”Tindakan yang dilakukan oleh Pak Budi ini patut dicontoh karena bagian upaya nyata mencegah korupsi, kolusi, dan nepotisme dengan cara melaporkan gratifikasi yang dia terima ke KPK,” ujarnya dikutip dari kemenag.go.id, situs resmi Kemenag.
Menurut catatan KPK, Budi telah 88 kali melaporkan gratifikasi senilai Rp 16 juta sejak 2019. Tak hanya berbentuk uang, gratifikasi berupa bingkisan dan fasilitas transportasi juga tak luput ia laporkan.