Setelah buron empat tahun, penimbun minyak ilegal di Jambi akhirnya ditangkap aparat penegak hukum. Hukuman menjerat pelaku karena telah menimbun ribuan liter BBM ilegal di tempat usahanya.
Oleh
IRMA TAMBUNAN
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Penimbun minyak ilegal yang buron selama empat tahun, Gunardi (52), akhirnya ditangkap Kamis (7/1/2021). Pelaku dihukum 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta karena menimbun solar ilegal.
Kepala Seksi Penerangan dan Hukum Kejaksaan Tinggi Jambi Lexy Fatharany mengatakan, Gunardi dijemput Tim Tangkap Buronan Kejati dan Kejaksaan Negeri Jambi di wilayah Mayang, Kota Jambi, Kamis siang. ”Tim memperoleh informasi soal keberadaan buron sehingga tim langsung bergerak dan menangkap,” kata Lexy.
Saat mengetahui kedatangan tim jaksa yang bermaksud menjemputnya, pelaku tidak melawan.
Lexy menjelaskan, Gunardi divonis 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider 1 bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jambi. Karena tidak terima akan putusan hakim, pelaku naik banding hingga kasasi.
Namun, dalam putusan majelis Hakim Agung di Mahkamah Agung, vonis yang sama kembali dijatuhkan kepadanya. Atas dasar itulah, kata Lexy, tim jaksa mengeksekusi terdakwa. ”Pelaku selanjutnya akan kami eksekusi di Lembaga Permasyarakatan Kelas II Jambi,” tambahnya.
Lebih lanjut dijelaskan Kepala Seksi Pidana Umum Kejari Jambi I Putu Eka Suryanta, tuntutan dan hukuman yang dikenai terkait kepemilikan dan penyimpanan bahan bakar minyak jenis solar tanpa izin sebanyak 2.000 liter di tempat usahanya.
Praktik tambang minyak ilegal berlangsung secara terorganisasi dan distribusi hasil tambang curian itu dialirkan lewat jalur pipa sepanjang lebih dari 5 kilometer.
Penimbunan liar itu melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Pasal 53 Huruf c menyebutkan, penyimpanan tanpa izin usaha penyimpanan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling tinggi Rp 30 miliar.
Sepanjang tahun 2019 hingga 2020, aktivitas tambang minyak ilegal dan penimbunan hasil tambangnya terbilang masif. Kompas sebelumnya mendata di lokasi tambang minyak liar di Taman Hutan Raya Sultan Thaha Syaifuddin di Kabupaten Batanghari dan sekitarnya.
Akibat aktivitas ilegal itu, diperkirakan potensi 4.000 barel minyak hilang setiap hari sepanjang 2019. Dengan harga minyak 55-60 dollar AS per barel, perputaran uang di kawasan itu diperkirakan minimal Rp 2,5 miliar hingga Rp 3 miliar per hari.
Bukan hanya di tahura dan sekitarnya, tambang minyak liar juga marak dalam kawasan hutan tanaman industri di Kabupaten Sarolangun. Praktik tambang minyak ilegal berlangsung secara terorganisasi dan distribusi hasil tambang curian itu dialirkan lewat jalur pipa sepanjang lebih dari 5 kilometer.
Direktur Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi Rudi Syaf menyebut kehancuran hutan semakin parah akibat berbagai aktivitas ilegal tersebut. Selain tambang minyak, aktivitas ilegal juga pada tambang emas hingga pembalakan.
Kondisi itu menggerogoti luas hutan di Jambi. Tutupan hutan yang masih seluas 2,7 juta hektar pada 1990, tersisa hanya 882.272 hektar pada 2020. Penyusutan drastis masih bakal terus berlanjut apabila tidak mendapatkan tindakan tegas dari negara.