Ikhtiar Menyingkap Jejak Nenek Moyang di Muaro Jambi
Semangat warga Desa Jambi Tulo dan Jambi Kecil menggali sejarah peradaban masa lalunya kian kuat menyusul banyaknya temuan arkeologis di sana, melengkapi temuan-temuan yang lebih dahulu dikembangkan di situs Muaro Jambi.
Hasrat menguak misteri peradaban membayangi masyarakat Desa Jambi Kecil dan Jambi Tulo, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Kala gayung tak bersambut sesuai harapan, inisiatif mandiri muncul. Warga pun melakukan penggalian, berupaya menguak sejarah masa lalu.
Asap mengepul dari kemenyan yang dibakar di atas tanah berumput. Lamat-lamat doa diucapkan Raihina (55), sementara empat jenis tanaman ditepuk-tepukkan di atas kemenyan. Asap pun menyebar di sekeliling tempat itu.
Dalam ritual bernama nambung tawah, Raihina memimpin warga untuk memohon restu kepada alam. Rabu (30/12/2020) sore, mereka akan menggali tanah. Tujuannya untuk mengangkat benda-benda yang tertanam dan menyembul di balik permukaan tanah. Lokasi itu berjarak 5 kilometer di sisi barat percandian Muaro Jambi, Jambi.
Saat permukaan tanah disingkap pelan-pelan keseluruhan wujud benda-benda itu tampak jelas. Tampak fosil kayu yang telah membatu setinggi kira-kira 70 sentimeter, berwarna coklat tua, nyaris kehitaman, dan dipenuhi lumut.
Tak sampai dua jam, penggalian selesai pada empat tonggak fosil kayu. Seusai mengukur dan mendokumentasikannya, warga kembali meletakkannya pada tempat semula. Hasil penggalian itu mereka laporkan ke Badan Pelestarian Cagar Budaya di Jambi.
Nazmi, warga setempat, mengaku belum lama mengetahui adanya temuan tersebut. ”Kami baru tahu kalau ada batu-batu (fosil) ini,” ujarnya.
Awalnya, ada petani menceritakan mata cangkulnya membentur benda-benda keras ketika sedang membuka lahan. Ada sebagian fosil yang tampak menyembul di permukaan tanah dan membentuk tonggak.
Baca juga: Petani Temukan Arca Dewa Wisnu di Tengah Kebun Sayur
Setelah diskusi berkembang di antara warga, sejumlah dugaan muncul. Ada pula yang menduganya sebagai bagian dari rumah. Ada pula yang mengiranya tonggak untuk lokasi penghukuman warga di masa lalu. Namun, segalanya masih kabur hingga kini.
Ketua I Gerakan Muarojambi Bersakat (GMB), komunitas yang mewadahi ekskavasi itu, Adi Ismanto menyatakan, pihaknya sebelumnya telah melaporkan temuan itu ke BPCB Jambi. Ada petugas yang datang melihat ke lokasi, tetapi tak berlanjut lagi setelahnya. Petugas memperkiraan tempat itu adalah makam kuno. Namun, pendapat itu sulit diterima warga karena bentuknya yang tidak lazim, sebagaimana makam-makam kuno di wilayah tersebut.
”Karena tidak ada respons lebih lanjut, kami memutuskan untuk mengekskavasi sendiri,” ujarnya.
Perjuangan warga di Jambi Tulo dan Jambi Kecil untuk menggali sejarah peradaban masa lalunya semakin kuat menyusul ada banyaknya temuan arkeologi di sana, melengkapi temuan-temuan yang lebih dahulu dikelola pada kompleks Candi Muaro Jambi. Sayangnya, wilayah barat dari Kompleks Candi Muaro Jambi selama ini cenderung terabaikan. Para arkeolog lebih berkonsentrasi mengurus tinggalan-tinggalan kuno di sekitar kompleks utama.
Temuan artefak
Sejak awal tahun lalu, masyarakat dua desa itu getol menjelajahi hutan dan kanal tua. Lalu, mereka mendapati sejumlah temuan tak terduga. Salah satunya yang cukup menggemparkan adalah temuan pecahan Arca Wisnu, dewa pemelihara dalam agama Hindu. Bahkan, arkeolog senior Junus Satrio meresponsnya dengan menyampaikan kagum atas temuan-temuan baru itu. Ia menyebut pecahan-pecahan yang menyerupai perwujudan Dewa Wisnu patut ditindaklanjuti.
Karena tidak ada respons lebih lanjut, kami memutuskan untuk mengekskavasi sendiri. (Adi Ismanto)
Warga pun kerap mendapati gerabah dan keramik kuno di tengah kebun mereka. Semua temuan itu mereka jaga tetap ada pada tempatnya. Namun, mereka berharap pemerintah mau meneliti lebih lanjut serta mengadakan upaya pelestarian dan pengembangannya.
Baca juga: Misteri Arca Wisnu di Peradaban Buddha Masa Silam
Ada lagi lokasi bernama Tanggo Rajo. Terdapat susunan bata kuno di balik permukaan tanah. Ada pula lokasi yang tanahnya berbentuk bukit-bukit kecil, seperti menyimpan bangunan di bawahnya.
Sementara di lokasi bernama Muara Tengkulun dan Mandi Bulan, petani menemukan pecahan keramik kuno dan gerabah tertanam tanah. Ada pula struktur bangunan bata tua yang juga terpendam di balik permukaan tanah.
Adapun pecahan Arca Wisnu dari perunggu tua yang telah berwarna kehijauan ditumbuhi jamur ditemukan Asnawi (38), pemilik lahan, saat hendak membuka kebun sayur. Sewaktu lahan sudah terbuka, Asnawi menyiapkan lubang tanam. Ia mendapati pecahan-pecahan perunggu. Setelah dikumpulkan, ada 11 pecahan dengan warna serupa. Pecahan itu membentuk tangan yang memegang sejenis cangkang moluska. Ada pula yang berbentuk lingkaran dengan palang di tengahnya.
Dewa Wisnu lazim digambarkan bertangan empat. Tangan kanan depan mengambil sikap mudra dan membawa gada yang menjadi simbol kekuatan. Tangan kanan belakang memegang cakra yang merupakan lambang dunia yang berputar. Tangan kiri depan membawa bunga padma atau teratai sebagai lambang kebebasan. Sedangkan tangan kiri belakang memegang sangkha, sejenis terompet dari cangkang moluska, melambangkan pembebasan manusia dari kesulitan.
Baca juga: Jaringan Hidrologi Kuno Muaro Jambi
Rangkaian temuan itu menyisakan kegelisahan di masyarakat. Mereka ingin terus menggali akar sejarah masa lalunya. Bahkan, secara khusus mereka mengundang Kepala BPCB Jambi Agus Widiatmoko, Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Jambi Purnama Syam, penulis sejarah Wenri Anhar, dan peneliti Kantor Bahasa Jambi Nukman untuk duduk bersama pada Kamis (31/12/2020). Selain berdiskusi, masyarakat juga menyuguhkan kesenian tradisional yang hampir punah dengan menggunakan alat-alat musik lawas, seperti rebana siam, biola, dan gong.
Kepada warga, Agus menekankan bahwa penggalian sejarah tidak saja mencari bentuk fisik, seperti bangunan dan benda-benda arkeologi. Akar sejarah bisa juga digali lewat cerita dan tradisi tutur yang diwariskan turun-temurun. Keduanya dapat menggambarkan budaya dan kearifan lokal nenek moyang. Masyarakat dapat menuliskan secara mandiri sejarah peradabannya berdasarkan pandangan, cerita, dan pengalaman yang mereka dapatkan. ”Sejarah tidak harus menggali artefak,” katanya.
Menurut Agus, penggalian sejarah yang dilakukan dengan cara menggali artefak dan membuka catatan lama merupakan cara modern. Namun, itu bukan satu-satunya cara.
”Jangan selalu bicara sejarah dengan pendekatan orang Barat. Arsitektur bangunan di Bali, Minang, dan Toraja, misalnya, berarsitektur indah dan rumit, tetapi tidak ditemukan catatannya,” katanya. Itu sebabnya, tambah Agus, menggali lewat tradisi lisan tidak kalah berharga.
Penggalian sejarah tidak saja mencari bentuk fisik, seperti bangunan dan benda-benda arkeologi. Akar sejarah bisa juga digali lewat cerita dan tradisi tutur yang diwariskan turun-temurun. (Agus Widiatmoko)
Penggalian sejarah peradaban masih terekam dalam memori kolektif masyarakat setempat. Karena itu, upaya untuk menggali tapak-tapak tua di Muaro Jambi diapresiasi. Kebiasaan dan penghormatan terhadap alam yang diwariskan sejak lampau digambarkan melalui lirik lagu, tarian, dan kesenian musik tradisional.
Baca juga: Tim Arkeologi Ekskavasi di Lokasi Temuan Arca Hindu
Cagar budaya
Candi Muaro Jambi tidak lepas dari toponim. Masyarakat Melayu menamakan muaro atau muara sebagai daerah pertemuan antara sungai kecil dan sungai besar. Sedangkan daerah pertemuan sungai dengan laut disebut sebagai kuala. Muaro Jambi berarti ’muara Sungai Jambi’, yang alirannya jika ditelusuri melewati sejumlah desa, seperti Desa Jambi Tulo dan Jambi Kecil. Permukiman di sepanjang Sungai Jambi yang bermuara ke Muaro Jambi inilah yang menjadi cikal bakal perkembangan Jambi.
Candi Muaro Jambi yang ditetapkan sebagai cagar budaya nasional adalah pusat pendidikan. Namun, Agus melanjutkan, sebagai pusat pendidikan, keberadaannya tidak lepas dari pusat permukiman, pelabuhan, dan transportasi. Pengumpulan informasi dan cerita masyarakat di sepanjang sungai menjadi penting untuk mengungkap sejarah perkembangan Jambi.
Alat musik yang dimainkan oleh sanggar budaya GMB juga menarik untuk ditelusuri. Rebana siam, biola, dan gong diketahui berasal dari negara Timur Tengah, China, dan Portugis. Apabila melihat film Jalur Sutera di Timur Tengah dan Asia, ada kesamaan penggunaan alat musik rebana siam, bahkan hingga ke alunan suaranya. Hal itu menandai perjumpaan sejumlah negara dalam bentuk alat musik dan alunan lagu.
Baca juga: Kompleks Permukiman Kuno Terhubung dengan Muaro Jambi
”Jadi, jika digali akan sangat berlimpah kebudayaan di sini. Narasi kebudayaan Muaro Jambi tidak akan bunyi jika pendekatannya hanya berdasarkan arkeologi saja. Cerita candi justru berasal dari cerita-cerita masyarakat sekitarnya,” papar Agus.
Purnama Syam juga mengapresiasi langkah masyarakat untuk menggali sejarah peradaban dan merawat berbagai artefak yang ditemukan. Yang lebih menarik adalah semangat menghidupkan lagi tradisi tutur dan kesenian tradisional yang hampir punah. Karena itulah, dinas pariwisata memasukkan Desa Jambi Tulo dan Jambi Kecil ke dalam peta wisata Provinsi Jambi Tahun 2021. Harapannya, pariwisata dapat berjalan seiring dengan pelestarian warisan sejarah.
Baca juga: Kidung Lawas Penolak Bala