Aktivitas Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, terus meningkat. Pemerintah meningkatkan kesiapsiagaan dan mitigasi letusan Sinabung.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
KABANJAHE, KOMPAS — Aktivitas Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, terus meningkat. Sinabung masih terus meletus dan mengeluarkan guguran lava. Aktivitas kegempaannya pun masih tinggi, yang membuat pemerintah meningkatkan kesiapsiagaan.
”Meskipun skala letusan masih termasuk kecil, kami ingatkan agar masyarakat tetap waspada dan jangan masuk ke zona merah. Dengan aktivitas yang terus meningkat, Sinabung sewaktu-waktu bisa meletus dan mengeluarkan awan panas dengan skala besar,” kata pengamat di Pos Pengamatan Gunung Api Sinabung, Armen Putra, Selasa (5/1/2021).
Armen mengatakan, Sinabung kembali erupsi pada Selasa pukul 08.25 dengan tinggi kolom abu 800 meter. Kolom abu teramati kelabu dengan intensitas tebal dan berembus ke arah timur dan tenggara. Oleh karena letusan yang tidak terlalu besar, abu hasil letusan tidak sampai mengganggu aktivitas warga.
Di awal tahun ini, kata Armen, aktivitas Sinabung terus meningkat. Sinabung pun meletus setiap hari sejak Minggu (3/1/2021). Guguran lava meluncur setiap malam sejauh 500-1.000 meter. Di puncak kawah juga terdapat asap kawah bertekanan lemah hingga sedang dengan ketinggian 100-300 meter. Hal itu menunjukkan adanya tekanan di kawah Sinabung.
Armen mengatakan, mereka juga memantau secara intensif peningkatan kegempaan Sinabung. Gempa guguran masih mendominasi yang menandakan ketidakstabilan dan adanya proses runtuh sebagian kubah lava Sinabung. Gempa lainnya yakni jenis frekuensi rendah yang menandakan adanya aliran energi dan fluida dari dapur magma. Gempa hibrid juga masih muncul yang menunjukkan pertumbuhan kubah lava.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo Natanael Perangin-angin mengatakan, mereka terus memantau peningkatan aktivitas Sinabung dan dampaknya terhadap warga. ”Sinabung meletus selama tiga hari berturut-turut, tetapi sejauh ini tidak berdampak pada aktivitas ataupun perekonomian masyarakat,” kata Natanael.
Letusan Sinabung yang terjadi tiga hari berturut-turut belum berdampak pada aktivitas ataupun perekonomian.
Seiring peningkatan aktivitas Sinabung, mereka menyiagakan petugas untuk membantu warga jika terjadi hujan abu vulkanis. Hujan abu biasanya terjadi jika tinggi kolom abu di atas 2.000 meter dan angin berembus ke arah permukiman dan ladang warga. Pemerintah Kabupaten Karo pun menyiapkan mobil pemadam kebakaran untuk menyiram jalan jika terjadi tumpukan abu.
Petugas kini juga terus melakukan sosialisasi dan patroli agar warga tidak masuk ke zona merah yang meliputi radius 3 kilometer dari puncak Sinabung. Khusus untuk sektor timur-utara radius 4 kilometer dan selatan-timur 5 kilometer. ”Hal itu sangat penting karena bahaya letusan Sinabung bisa dihindari jika masyarakat menghindari zona merah dan tidak masuk ke desa yang sudah direlokasi,” kata Natanael.
Natanael juga mengingatkan warga agar menjauhi jalur lahar hujan dan sungai yang berhulu di sekitar Gunung Sinabung. Lahar hujan bisa terjadi jika hujan lebat mengguyur lereng Sinabung. Di lereng Sinabung kini terdapat jutaan kubik material hasil letusan berupa batu dan abu vulkanis. Bahaya lain adalah awan panas guguran, guguran lava, lontaran batu pijar, hujan abu lebat, dan gas beracun.
Yahya Ginting (57), warga Kecamatan Naman Teran, mengatakan, letusan Sinabung yang terjadi tiga hari berturut-turut belum berdampak pada aktivitas ataupun perekonomian. Namun, mereka mulai waswas jika letusan besar terjadi dan mengeluarkan hujan abu tebal. ”Tahun lalu, kami merugi beberapa kali karena tanaman rusak akibat hujan abu dari Sinabung,” katanya.
Menurut Yahya, masyarakat di sekitar Sinabung kini mengutamakan tanaman perkebunan, seperti kopi, karena lebih tahan terhadap paparan abu. Mereka pun mengurangi bertanam hortikultura karena sangat rentan rusak akibat paparan abu. Akibat hujan abu pada Agustus 2020, Dinas Pertanian Kabupaten Karo mendata kerusakan ladang warga mencapai 6.826 hektar dengan kerugian Rp 170,4 miliar.