Permohonan Diabaikan, Masyarakat Adat Gugat Bupati Lamandau
Konflik di Desa Kinipan belum ada solusinya. Pemerintah pun didesak untuk segera mengakui dan melindungi masyarakat adat di Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, khususnya Laman Kinipan.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Bupati Lamandau Hendra Lesmana dan Pemerintah Kabupaten Lamandau digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, untuk segera mengakui dan meindungi masyarakat adat, khususnya di Desa Kinipan. Konflik yang belum ada ujungnya ini dipicu keberadaan masyarakat adat yang tidak diakui.
Hal itu terungkap dari jumpa media di Palangkaraya, Kalteng, Selasa (5/1/2021), yang dilaksanakan oleh Koalisi Keadilan untuk Kinipan. Koalisi itu terdiri dari beberapa lembaga, seperti Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN) Wilayah Kalteng, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalteng, Save Our Borneo (SOB), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Genta Keadilan, dan LBH Palangkaraya.
Ketua LBH Genta Keadilan Parlin Bayu Hutabarat mengungkapkan, pihaknya sudah mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kota Palangkaraya dengan nomor register 1/P/FP/2021/PTUN.PLK. Isi permohonan itu adalah mendesak Bupati Lamandau Hendra Lesmana beserta Pemerintah Kabupaten Lamandau untuk memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat hukum adat di wilayahnya.
”Upaya hukum ini kami ambil lantaran tidak ada niatan dari pemerintah daerah Lamandau untuk mengakui dan melindungi masyarakat adat. Padahal, hal itu merupakan wewenang dan tanggung jawab mereka,” kata Parlin.
Upaya hukum ini kami ambil lantaran tidak ada niatan dari pemerintah daerah Lamandau untuk mengakui dan melindungi masyarakat adat. Padahal, hal itu merupakan wewenang dan tanggung jawab mereka.
Parlin menjelaskan, sebelumnya, masyarakat adat Laman Kinipan di Lamandau sudah mengajukan permohonan langsung ke pemerintah daerah agar mereka diakui dan dilindungi, tetapi tidak digubris. Hal itu yang membuat pihaknya mengambil langkah hukum.
”Kami berharap Bupati Lamandau nanti bisa hadir di sidang agar melihat dan mendengar langsung masalah yang harusnya ia hadapi di wilayahnya sendiri,” kata Parlin.
Hal serupa disampaikan Penjabat Ketua Badan Pelaksana Harian Wilayah AMAN Kalteng Ferdi Kurnianto. Menurut dia, permohonan untuk diakui dan dilindungi sudah diajukan beberapa kali, tetapi tidak ditanggapi. Padahal, berdasarkan kebijakan khususnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2015 tentang Pedoman Perlindungan dan Pengakuan Masyarakat Adat, pemerintah daerah wajib memberikan pelayanan dan memfasilitasi terbentuknya masyarakat adat.
”Ini bukan yang pertama. Dari awal, kami berharap agar pemerintah bisa datang melihat dan memverifikasi masyarakat adat dan mengidentifikasi wilayah kelola adat atau hutan adatnya,” kata Ferdi.
Gugatan itu muncul ketika konflik antara masyarakat adat Laman Kinipan dan sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit di Lamandau memanas. Konflik itu berujung pada ditangkapnya empat pemuda dari Desa Kinipan, termasuk Ketua Komunitas Adat Laman Kinipan Effendi Buhing, dengan tuduhan mencuri. Video penangkapan itu viral di media sosial.
Dalam konflik lahan itu, masyarakat adat Laman Kinipan kecewa dengan tindakan perusahaan yang membuka hutan dengan luas lebih kurang 2.900 hektar. Wilayah yang dibuka itu diyakini sebagai hutan adat atau wilayah kelola adat masyarakat adat Laman Kinipan. Walakin, Bupati Lamandau Hendra Lesmana tidak mengakui adanya hutan adat di wilayah tersebut.
Sebelumnya, AMAN Kalteng pun pernah mendaftarkan 12 peta adat yang mereka buat bersama lembaga dan komunitas adat di Kalteng dengan luas mencapai 119.777, 76 hektar. Namun, hal itu tidak bisa ditindaklanjuti lantaran di kabupaten/kota belum membentuk panitia masyarakat hukum adat sebagai syarat.
Hingga kini, melalui skema perhutanan sosial, Kalteng baru memiliki satu hutan adat di Kabupaten Pulang Pisau dengan luas tak lebih dari 102 hektar.
”Kalteng ini luasnya 1,3 kali pulau Jawa. Dari luasan itu, tidak mungkin hutan adat hanya ratusan hektar. Logikanya, masyarakat adat dan wilayahnya itu lebih dulu ada daripada negara ini,” kata Direktur Eksekutif Daerah Walhi Kalteng Dimas Novian Hartono.
Menurut Dimas, masyarakat adat secara turun-temurun telah memegang tradisi dari para leluhur mereka hingga saat ini. Masyarakat adat Kinipan merupakan kesatuan dari masyarakat adat Dayak Tomun yang hidup selaras dengan alam.
Koordinator SOB Safrudin menambahkan, gugatan ke PTUN itu merupakan bentuk kekecewaan masyarakat terhadap negara yang abai akan hak-hak masyarakat adat di Kalimantan Tengah, khususnya di Lamandau.
”Itu bentuk pelayanan yang diabaikan. Saat warganya memohon untuk diakui dan dilindungi, pemerintah justru absen,” kata Safrudin.
Menanggapi hal itu, Sekretaris Daerah Kabupaten Lamandau Irwansyah enggan memberikan banyak komentar terkait gugatan tersebut. Menurut dia, hingga kini dirinya dan Bupati Hendra Lesmana belum menerima Salinan gugatan tersebut. Ia juga tidak mengetahui materi gugatan yang dilayangkan kepada mereka.
”Kalau sudah kami terima materinya, pasti kami akan tindak lanjuti sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang ada,” ujar Irwansyah, singkat.