Pembelajaran tatap muka belum dapat digelar di sekolah-sekolah di Sulawesi Utara akibat status 15 kota dan kabupaten sebagai zona risiko sedang dan tinggi penularan Covid-19.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Pembelajaran tatap muka belum dapat digelar di sekolah-sekolah di Sulawesi Utara akibat status 15 kota dan kabupaten sebagai zona risiko sedang dan tinggi penularan Covid-19. Orangtua siswa menilai anak sudah jengah belajar di rumah, tetapi tidak yakin mereka aman dari virus korona jika pembelajaran tatap muka digelar.
Dihubungi dari Manado, Senin (4/1/2021), Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Manado Daglan Walangitan mengatakan, pembelajaran tatap muka belum dapat dilaksanakan pada semester II tahun ajaran 2020/2021. ”Akan ada pemberitahuan selanjutnya, menyesuaikan dengan penilaian tingkat risiko penyebaran dari Satgas Covid-19 kota,” ujarnya.
Hal ini sesuai arahan Surat Edaran Wali Kota Manado Nomor 44 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19. Kegiatan belajar dari rumah diperpanjang per Senin ini. Manado kini memiliki sekitar sepertiga dari jumlah kasus di Sulut, yaitu 3.352 kasus, dan 917 di antaranya masih dalam perawatan.
Manado pun saat ini masih berstatus zona merah dan perkembangan kasus terus menunjukkan tren meningkat. Karena itu, kata Daglan, keputusan menunda belajar tatap muka pun berlaku bagi 259 SD, 104 SMP, dan semua TK di Manado, baik sekolah negeri maupun swasta.
Sekolah dapat mempersiapkan diri untuk pembelajaran tatap muka dengan memenuhi beberapa syarat. Semua diatur Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran 2020/2021 di Masa Pandemi Covid-19. ”Sekolah harus mempersiapkan pengisian daftar periksa sambil menunggu izin pembelajaran tatap muka dari pemerintah daerah,” ujar Daglan.
Pemprov Sulut juga telah menerbitkan surat edaran imbauan pembelajaran daring di SMA dan SMK yang dibawahkannya. Meski begitu, Dinas Pendidikan Sulut memberikan kebebasan bagi sekolah yang sudah siap menyelenggarakan pembelajaran tatap muka. Namun, belum ada satu pun dari 270 SMA dan 189 SMK negeri dan swasta di Sulut yang melaksanakan pembelajaran tatap muka.
Kepala Dinas Pendidikan Sulut Grace Punuh mengatakan telah disusun petunjuk teknis bagi sekolah yang sudah siap belajar tatap muka. Syarat-syarat itu antara lain sekolah menyediakan sarana kebersihan minimal hand sanitizer, mampu mengakses layanan kesehatan terdekat, dan menggunakan termometer tembak untuk menapis siswa dan guru.
Di samping itu, sekolah juga harus memetakan guru dan siswa yang tidak diperbolehkan berkegiatan di sekolah karena Covid-19. Di sekolah, jarak dan kapasitas kelas harus dibatasi. Sekolah harus membuat kesepakatan bersama orangtua siswa terkait kesiapan menerapkan protokol kesehatan selama kegiatan belajar-mengajar.
”Namun, setiap sekolah harus mengadakan simulasi terlebih dahulu. Sebab, tiap daerah punya keadaan (epidemiologis dan geografis) yang berbeda dan sistem pembelajaran harus menyesuaikan. Bisa saja ada kombinasi belajar luring (luar jaringan) dan daring, bisa juga ada guling (guru keliling),” ujar Grace.
Grace menambahkan, rekomendasi dan persetujuan dari orangtua siswa dapat menjadi penentu pelaksanaan pembelajaran tatap muka. Orangtua dan sekolah harus sama-sama mengetahui bagaimana siswa berangkat dari rumah ke sekolah. Siswa juga dianjurkan membawa bekal karena kantin sekolah tidak buka. ”Kalau sudah siap, sekolah bisa infokan ke dinas,” katanya.
Tetapi, dilematis juga kalau mau izinkan anak ke sekolah, jangan-jangan jadi kluster baru.
Sementara itu, Christian Mark (44), orangtua Charissa Anaa (16) yang duduk di kelas XI IPS SMAN 7 Manado, menilai pembelajaran daring tidak efektif. Ia merasa anaknya sudah jengah dan stres karena menatap layar terus-menerus. Hal ini dipersulit ketiadaan kegiatan di tempat lain seperti di komunitas gereja.
Christian juga khawatir karena anaknya seharusnya sudah mulai mendapat bimbingan terkait penentuan jurusannya saat kuliah. ”Saya khawatir proses ini terhambat. Tetapi, dilematis juga kalau mau izinkan anak ke sekolah, jangan-jangan jadi kluster baru,” katanya.
Dia pun berharap sekolah bisa menerapkan protokol kesehatan Covid-19 dengan baik. ”Saya dengar kelasnya akan dibagi dua, kapasitas dan lama belajar akan dibatasi. Saya tidak tahu itu bakal efektif atau tidak. Intinya (pembelajaran tatap muka) penuh dilema,” kata Christian.
Sementara itu, Philia Novia Turnip (26), guru TK Sekolah Dian Harapan Manado, mengatakan, sekolah telah menyatakan siap menggelar pembelajaran tatap muka kepada orangtua siswa. Sekolah juga sudah menyediakan hand sanitizer di tiap kelas. Namun, cara mengajarnya akan berubah drastis.
”Saya juga harus kurangi kontak dengan siswa. Padahal, selama ini kontak fisik sangat penting, misalnya saat mereka jatuh saya harusnya membantu. Di samping itu, anak-anak TK biasanya juga tertarik dengan masker satu dengan lain, dan mereka suka memegang atau melepasnya. Saya tidak tahu nanti pelaksanaannya akan seperti apa,” kata Philia.
Adapun Ridho, siswa SMPN 1 Manado, menilai pelaksanaan pembelajaran daring cukup efektif. Ia ingin masuk sekolah, tetapi takut Covid-19. Meski demikian, ia tetap mendatangi latihan sepak bola di Lapangan Sparta Tikala Manado. Lebih dari 50 peserta tentu tak mengenakan masker ataupun menjaga jarak. Semua terlaksana di bawah komando seorang pelatih, meski protokol kesehatan tak benar-benar terlaksana. ”Tidak ada rapid test (tes cepat) juga sebelum latihan,” katanya.