Banjir di Langsa Surut, Aceh Utara Masih Tergenang
Air sudah surut dan pengungsi sudah kembali ke rumah masing-masing. Namun, cuaca masih mendung. Ada kemungkinan hujan lagi sehingga berpotensi banjir susulan.
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
BANDA ACEH, KOMPAS — Banjir yang melanda Kota Langsa, Provinsi Aceh, selama dua hari, pada Senin (4/1/2021) mulai surut. Namun di Kabupaten Aceh Utara banjir masih menggenangi permukiman penduduk.
Warga Kota Langsa, Zulfri (43), yang dihubungi dari Banda Aceh mengatakan, sebagian besar daerah yang dua hari sempat tergenang kini ketinggian air menyusut. Arus transportasi di pusat kota sudah kembali lancar.
Warga Langsa lainnya, Asrul (32), mengatakan, banjir luapan sungai bisanya tidak berlangsung lama. Saat debit air sungai menyusut, air yang meluap ke permukiman perlahan-lahan menyusut. ”Banjir luapan sungai sering sekali terjadi, makanya saya tidak panik,” kata Asrul.
Sebelumnya, 17 desa yang berada di 5 kecamatan di Kota Langsa digenangi banjir. Sebanyak 1.500 rumah warga sempat terendam, dan sebagian warga mengungsi.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Langsa Riza Pati mengatakan, saat ini hujan sudah reda dan air mulai surut. Namun, potensi banjir susulan sangat mungkin terjadi sebab debit air Sungai Langsa masih tinggi.
”Air sudah surut dan pengungsi sudah kembali ke rumah masing-masing. Namun, cuaca masih mendung ada kemungkinan hujan lagi sehingga berpotensi banjir susulan,” kata Riza.
Banjir semakin sering terjadi karena hutan sebagai penyimpan air banyak yang rusak, sementara infrastruktur mitigasi di kawasan itu buruk. (Amir Hamzah)
Sementara di Aceh Utara sebagian daerah masih tergenang, seperti Kecamatan Pirak Timu dan Matang Kuli. Area persawahan menjadi lautan. Banjir kali ini tidak separah banjir pada awal Desember 2020. Akan tetapi, kini banjir semakin sering terjadi karena hutan sebagai penyimpan air banyak yang rusak, sementara infrastruktur mitigasi di kawasan itu buruk.
Kepala BPBD Aceh Utara Amir Hamzah mengatakan, sebagian warga masih mengungsi ke balai desa dan gedung pemerintah. Jumlah pengungsi masih didata. Namun, pada kawasan yang airnya sudah surut, warga telah kembali ke rumah.
Amir mengatakan, tanggul sungai yang jebol pada saat banjir bulan lalu mendesak diperbaiki agar potensi banjir diperkecil. Tanggul yang rusak berat terdapat di Sungai Lhoksukon.
Sebelumnya, dosen Konservasi Lingkungan Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh, Teuku Muhammad Zulfikar, mengatakan, ada beberapa penyebab banjir di Aceh Utara dan Aceh Timur, yakni kerusakan hutan, kerusakan sungai, tata kawasan yang keliru, dan infrastruktur yang buruk.
Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh melaporkan, pada 2018 dan 2019, Aceh Utara kehilangan tutupan hutan seluas 3.666 hektar.
”Sungai perlu dinormalisasi dan hutan harus dipulihkan. Jika tidak, banjir akan terus terulang,” kata Zulfikar.