Dari sembilan lokasi barak pengungsian warga lereng Gunung Merapi di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, kini hanya tersisa satu lokasi yang masih dihuni pengungsi.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·4 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Dari sembilan lokasi barak pengungsian warga lereng Gunung Merapi di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, kini hanya tersisa satu lokasi yang masih dihuni pengungsi. Laju pengungsi untuk pulang sulit dikendalikan di tengah situasi yang belum aman karena aktivitas vulkanik Merapi kini justru cenderung meningkat.
Sembilan lokasi pengungsian tersebut telah dihuni pengungsi sejak 6 November 2020. Pada pertengahan November, jumlah pengungsi sempat mencapai lebih dari 800 orang.
Para pengungsi berasal dari tiga desa yang berada dalam radius 5 kilometer dari puncak Merapi, yang ditetapkan sebagai zona bahaya, dan satu desa di luar radius 5 kilometer yang takut akan ancaman bahaya erupsi.
Karena dipicu rasa bosan dan jenuh berada di pengungsian, sejak akhir November, gelombang kepulangan pengungsi terjadi. Dimulai dari sejumlah lokasi pengungsian di Kecamatan Muntilan, kepulangan pengungsi terus berlangsung di lokasi lainnya.
Terakhir, keputusan untuk pulang ini dilakukan oleh 112 pengungsi yang menghuni barak di kompleks Balai Desa Mertoyudan, Kecamatan Mertoyudan, Jumat (1/1/2021). Dengan kepulangan tersebut, kini tersisa 119 pengungsi asal Desa Krinjing yang menghuni lokasi pengungsian di Balai Desa Deyangan, Kecamatan Mertoyudan.
Sabarno Widodo, perangkat Desa Mertoyudan dan koordinator pengungsi di barak pengungsian Balai Desa Mertoyudan, mengatakan, dia dan Pemerintah Desa Mertoyudan sudah berusaha mencegah dan memberi tahu warga soal potensi bencana erupsi Merapi. Warga yang mengungsi di Balai Desa Mertoyudan adalah warga Dusun Babadan II, Desa Paten, Kecamatan Dukun.
Namun, keinginan pengungsi untuk pulang sudah tidak bisa dicegah lagi. ”Mereka mengaku harus pulang bekerja, bertani di lahan, dan mengurus banyak pekerjaan lainnya di rumah,” ujarnya, Sabtu (2/1/2020).
Keputusan untuk pulang tersebut diduga juga dipicu rasa bosan karena mereka sudah dua bulan menghuni lokasi pengungsian.
Selain alasan tersebut, Widodo mengatakan, keputusan untuk pulang tersebut diduga juga dipicu rasa bosan karena sudah dua bulan menghuni lokasi pengungsian. Kebosanan mereka juga diduga memuncak setelah mengetahui bahwa status tanggap darurat yang sebelumnya berlaku 15-31 Desember 2020, kini diperpanjang hingga 15 Januari 2021.
Kesulitan untuk membujuk pengungsi tersebut juga diungkapkan oleh Iksan Maksum, Kepala Desa Banyurojo, Kecamatan Mertoyudan. Setelah warga mulai mengusulkan rencana untuk pulang, beberapa hari setelahnya Pemerintah Desa Banyurojo mencoba menahan.
Satu keluarga sempat mengurungkan niat pulang, tetapi mereka kemudian tetap memutuskan pulang karena menyadari tidak memiliki rekan bertahan di pengungsian. Barak pengungsian di Desa Banyurojo dihuni oleh 276 pengungsi yang berasal dari Dusun Babadan I, Desa Paten, Kecamatan Dukun.
Iksan mengatakan, 276 pengungsi tersebut meninggalkan lokasi pengungsian sejak Senin (14/12/2020). Kendati demikian, karena hingga saat ini Kabupaten Magelang masih menetapkan status tanggap darurat bencana erupsi Gunung Merapi, lokasi pengungsian tetap disiapkan agar dapat menampung pengungsi kapan saja diperlukan.
Selain karena alasan ekonomi dan kebutuhan untuk bertani, Sudarno, Kepala Dusun Babadan II, mengatakan, saat ini warga memang merasa tidak perlu bertahan di lokasi pengungsian karena situasi di kampung halaman di lereng Merapi terbilang aman.
”Sejauh ini, sama sekali tidak terpantau adanya peningkatan aktivitas vulkanik. Semuanya masih sama seperti situasi saat kami pertama kali mengungsi di bulan November. Oleh karena itu, sejauh ini, kami pun tetap merasa aman tinggal di rumah,” ujarnya.
Sejauh ini tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena warga tetap siap untuk mengungsi sewaktu-waktu saat situasi mendesak.
Selain itu, menurut dia, sejauh ini tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena warga tetap siap untuk mengungsi sewaktu-waktu saat situasi mendesak. Tidak hanya menyiapkan kendaraan untuk mengungsi, warga di rumah juga tetap menyiapkan tas berisi segala keperluan untuk dibawa mengungsi.
Jika diperlukan untuk kembali mengungsi, menurut dia, juga tidak akan merepotkan. Ini karena setiap dusun di lereng Merapi kini telah memiliki lokasi tujuan mengungsi yang jelas.
Pelaksana Tugas Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Magelang Edy Susanto mengatakan, keinginan pengungsi untuk pulang memang sulit dicegah dan tidak mungkin dilarang.
Kendati demikian, pihaknya juga selalu berupaya berkomunikasi dengan pemerintah desa di lereng Merapi sehingga masyarakat di setiap desa dan dusun tetap siap untuk mengantisipasi bahaya erupsi Merapi.
Berdasarkan informasi dari Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) pada 1 Januari 2021, aktivitas vulkanik dari Gunung Merapi saat ini masih terpantau meningkat.
Gempa multifase terjadi 378 kali, sedangkan gempa vulkanik dangkal terjadi 126 kali. Deformasi gunung, yang pada akhir November 2020 terpantau 15 sentimeter per hari, kini mencapai 21 sentimeter per hari.