Libur Awal Tahun, Pelanggaran Protokol Kesehatan Marak di Malioboro
Pada masa libur awal tahun ini, kawasan wisata Malioboro, Kota Yogyakarta, masih ramai dikunjungi warga dan wisatawan. Namun, pelanggaran protokol kesehatan masih marak terjadi di Malioboro.
YOGYAKARTA, KOMPAS — Pada masa libur awal tahun ini, kawasan wisata Malioboro, Kota Yogyakarta, masih ramai dikunjungi warga dan wisatawan. Namun, masih banyak warga dan wisatawan yang melanggar protokol kesehatan. Pengawasan protokol kesehatan juga belum dilakukan dengan ideal.
Berdasarkan pantauan Kompas pada Sabtu (2/1/2021) sekitar pukul 11.00, Malioboro terlihat ramai. Banyak warga dan wisatawan berjalan-jalan di kawasan tersebut. Sebagian di antaranya berfoto-foto.
Sebagian besar pengunjung Malioboro terlihat sudah memakai masker. Namun, masih ada yang tidak mengenakan masker dengan benar. Mereka memelorotkan masker hingga ke dagu sehingga tidak menutupi mulut dan hidung. Selain itu, sebagian pengunjung juga mengabaikan protokol kesehatan untuk menjaga jarak satu sama lain.
Tidak terlihat banyak petugas yang mengawasi protokol kesehatan di kawasan itu. Hanya ada beberapa petugas Jogoboro yang berjaga di ujung utara dan selatan kawasan Malioboro. Jogoboro merupakan petugas di bawah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Malioboro Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta.
Baca Juga: Kasus Covid-19 di DIY Melonjak, Pengunjung Tetap Padati Malioboro
Sejak beberapa waktu lalu, Malioboro dibagi ke dalam lima zona dari sisi utara ke selatan. Zona 1-Zona 4, terdapat gerbang masuk yang dilengkapi patung bregada atau prajurit tradisional Keraton Yogyakarta. Total terdapat delapan patung bregada karena trotoar di kawasan Malioboro terbagi dua, yakni timur dan barat.
Di salah satu tangan setiap patung prajurit itu seharusnya terpasang alat pengukur suhu tubuh pengunjung Malioboro. Namun, menurut pantauan Kompas pada Sabtu siang, hanya dua patung prajurit yang terpasang alat pengukur suhu, di Zona 1 trotoar sisi timur dan Zona 4 trotoar sisi barat.
Selain itu, di pintu masuk setiap zona juga dilengkapi QR Code yang berfungsi mendata identitas pengunjung yang masuk ke kawasan Malioboro. Para pengunjung bisa memindai QR Code itu dengan smartphone, lalu mengisi identitas di formulir elektronik yang disiapkan.
Akan tetapi, kebanyakan pengunjung terlihat mengabaikan QR Code itu dan langsung masuk ke kawasan Malioboro tanpa mengisi data. Selain itu, tidak tampak petugas yang mengingatkan pengunjung agar memindai QR Code untuk mengisi data. Padahal, pendataan pengunjung itu sangat penting untuk memudahkan tracing atau penelusuran kontak jika ada kasus positif Covid-19 di Malioboro.
Banyak pengunjung terlihat mengabaikan QR Code itu dan langsung masuk ke kawasan Malioboro tanpa mengisi data. Selain itu, tidak tampak petugas yang mengingatkan pengunjung agar memindai QR Code untuk mengisi data.
Kepala UPT Malioboro Ekwanto mengatakan, jumlah pengunjung kawasan Malioboro pada Jumat (1/1) dan Sabtu ini masih relatif banyak. Dia menyebut, jumlah pengunjung Malioboro pada Jumat lalu sekitar 2.000 orang, sementara pada Sabtu ini diperkirakan lebih kurang 2.500 orang. Jumlah pengunjung itu lebih tinggi dibandingkan dengan saat akhir pekan biasa, lebih kurang 1.500 orang per hari.
Ekwanto menambahkan, UPT Malioboro terus berupaya menegakkan pelaksanaan protokol kesehatan di kawasan Malioboro. Untuk mengawasinya, UPT Malioboro mengerahkan petugas Jogoboro.
Baca Juga: Pemkot Yogyakarta Tolak Tutup Malioboro, Sultan HB X Imbau Warga di Rumah
Ekwanto mengklaim, pada pagi hingga sore hari, terdapat 25 petugas Jogoboro yang berjaga, sementara pada sore hingga malam hari ada 40 petugas. Dia menambahkan, penjagaan di kawasan Malioboro juga dibantu Satuan Polisi Pamong Praja Kota Yogyakarta dan DIY.
Terkait sejumlah alat pengukur suhu yang tak terpasang, Ekwanto menyebut, alat itu memang sengaja dilepas beberapa waktu sebelumnya karena hujan. ”Untuk alat cek suhu, memang kemarin terkendala hujan. Jadi, kami lepas daripada nanti rusak,” katanya saat dihubungi, Sabtu sore.
Berkaitan dengan pendataan pengunjung menggunakan QR Code, Ekwanto menjelaskan, pendataan itu memang kadang tidak dilakukan saat situasi sedang ramai. Sebab, saat kondisi Malioboro ramai, pendataan melalui QR Code itu justru menimbulkan kerumunan.
Ekwanto juga menyebut, hingga sekarang, jumlah pengunjung di kawasan Malioboro masih dibatasi 500 orang per zona dalam satu waktu. Pembatasan itu dilakukan untuk menghindari kerumunan yang bisa meningkatkan risiko penularan penyakit Covid-19.
Sebagian warga, wisatawan, dan pedagang di Malioboro terlihat tak memakai masker dengan benar. Selain itu, sebagian pengunjung juga mengabaikan protokol kesehatan untuk menjaga jarak satu sama lain.
Yogyakarta terbuka
Rabu (30/12), Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti mengatakan, Yogyakarta tetap terbuka dan menerima kunjungan wisatawan dari luar pada masa libur Tahun Baru ini. Namun, Haryadi meminta wisatawan menerapkan protokol kesehatan.
Haryadi menuturkan, wisatawan atau pendatang dari luar kota yang ingin masuk ke Yogyakarta harus membawa surat identitas kesehatan. Surat identitas kesehatan yang dimaksud Haryadi itu berupa hasil tes antigen atau hasil tes reaksi rantai polimerase (polymerase chain reaction/PCR).
Kewajiban membawa surat hasil tes antigen atau tes PCR itu tercantum dalam Instruksi Gubernur DIY Nomor 7/INSTR/2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan Pencegahan Covid-19 pada Saat Libur Natal 2020 dan Tahun Baru 2021. Berdasar instruksi itu, jangka waktu hasil tes antigen atau tes PCR itu paling lama tujuh hari sebelumnya.
Instruksi Gubernur DIY itu juga mengatur pembatasan jam operasional sejumlah tempat usaha, misalnya pusat perbelanjaan, restoran, kafe, rumah makan, bioskop, tempat hiburan, dan obyek wisata, yakni pukul 09.00-22.00. Pembatasan jam operasional itu berlaku pada 24 Desember 2020 hingga 8 Januari 2021.
Silakan datang ke Yogyakarta, silakan berlibur ke Yogyakarta, tetapi penuhi protokol kesehatan.
Haryadi menyatakan, wisatawan yang datang ke Yogyakarta mesti menjalankan protokol kesehatan berupa 4M, yakni memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan. Oleh karena itu, apabila terjadi kerumunan di suatu tempat, petugas akan melakukan pembubaran.
”Kalau ada kerumunan, akan kita cairkan (bubarkan). Jadi, jangan tersinggung kalau berkerumun lalu kita cairkan,” katanya.
Selain tetap menerima kunjungan wisatawan dari luar daerah, Pemkot Yoyakarta juga tetap membuka sejumlah kawasan yang biasa menjadi pusat keramaian, misalnya kawasan Tugu Yogyakarta, Malioboro, dan Titik Nol Kilometer. Bahkan, pada malam Tahun Baru 2021, tiga kawasan itu juga tetap dibuka.
Akibat kebijakan itu, muncul kerumunan pada Kamis (31/12) malam di kawasan Titik Nol Kilometer Yogyakarta. Berdasar pantauan Kompas pada Kamis menjelang pukul 24.00, tampak banyak warga dan wisatawan berkumpul di kawasan Titik Nol Kilometer untuk menanti detik-detik pergantian tahun.
Sebagian besar warga dan turis tidak menjaga jarak satu sama lain, bahkan di antaranya tidak bermasker dengan benar. Melihat kondisi itu, petugas gabungan dari sejumlah instansi pun mengimbau mereka untuk bubar. Namun, selama beberapa waktu, kerumunan orang itu muncul lagi.
Kerumunan yang terjadi itu dikhawatirkan bakal berdampak pada melonjaknya kasus Covid-19 di Kota Yogyakarta dan wilayah lain di DIY. Apalagi, selama beberapa waktu terakhir, kasus Covid-19 di DIY, termasuk Kota Yogyakarta, juga tengah mengalami lonjakan.
Hingga Sabtu ini, jumlah pasien positif Covid-19 di DIY sebanyak 12.679 orang. Dari jumlah tersebut, 8.503 orang di antaranya telah dinyatakan sembuh dan 275 orang lainnya meninggal. Oleh karena itu, masih terdapat 3.901 pasien positif Covid-19 di DIY yang belum sembuh.
Sementara itu, sampai Jumat kemarin, jumlah pasien positif Covid-19 di Kota Yogyakarta sebanyak 2.094 orang. Dari total pasien positif itu, sebanyak 1.348 orang sudah sembuh dan 77 orang meninggal. Dengan begitu, masih terdapat 669 pasien Covid-19 di Kota Yogyakarta yang belum sembuh.
Wakil Ketua DPRD DIY Huda Tri Yudiana mengatakan, setelah masa libur Natal dan Tahun Baru ini, Pemerintah Daerah (Pemda) DIY dan pemerintah kabupaten/kota di DIY harus bersiap menghadapi lonjakan kasus Covid-19 beberapa waktu mendatang. Salah satu yang harus segera dilakukan adalah menambah jumlah tempat tidur rumah sakit untuk perawatan pasien Covid-19.
”Harus ada persiapan, terutama terkait tempat perawatan, untuk berjaga-jaga ketika ada lonjakan kasus lagi. Lonjakan kasus yang sekarang ini, kan, sudah membuat fasilitas kesehatan kita kesulitan,” tutur Huda.
Selain itu, Huda juga meminta adanya pembatasan mobilitas orang di DIY untuk menekan laju penularan. Salah satu cara untuk membatasi mobilitas itu adalah dengan menutup pusat keramaian atau obyek wisata yang berpotensi menimbulkan kerumunan. ”Tempat-tempat yang berpotensi menimbulkan kerumunan itu mohon ditutup saja,” katanya.
Baca Juga: Kerumunan Malam Tahun Baru di Yogyakarta, Lonjakan Kasus Mengancam