Target mendatangkan 1 juta wisatawan asing ke kawasan Danau Toba pada 2020 masih hanya mimpi. Target ambisius itu digaungkan sejak 2015. Kini, kunjungan turis asing justru anjlok. Turis lokal pun menjadi tumpuan asa.
Oleh
NIKSON SINAGA
·6 menit baca
Target mendatangkan 1 juta wisatawan asing ke kawasan Danau Toba pada 2020 masih hanya mimpi. Target ambisius itu digaungkan Menteri Pariwisata Arief Yahya sejak 2015 ketika kunjungan turis masih 230.000 orang. Lima tahun berselang, kunjungan turis asing justru anjlok. Kini, pelaku pariwisata menanti kerja Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno.
Suasana di destinasi wisata Pantai Batu Hoda, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara, pada libur akhir tahun ini mulai menggeliat kembali setelah sempat terpuruk akibat pandemi Covid-19. Ratusan wisatawan yang semuanya adalah wisatawan Nusantara menikmati keindahan Danau Toba dengan protokol Covid-19.
”Di tengah tekanan pandemi Covid-19, kami hanya bisa berharap pada kunjungan wisatawan Nusantara. Libur akhir tahun ini lumayan menutupi kerugian akibat tutup total selama Maret hingga Agustus,” kata pemilik Pantai Batu Hoda Ombang Siboro, Selasa (29/12/2020).
Di tengah tekanan pandemi Covid-19, kami hanya bisa berharap pada kunjungan wisatawan Nusantara.
Ombang, yang juga merupakan Koordinator Komunitas Pelaku Pariwisata Samosir, mengatakan, pariwisata Danau Toba sangat terpuruk selama pandemi. Lebih dari 6.000 usaha mikro, kecil, dan menengah berbasis pariwisata sempat tutup total berbulan-bulan. Destinasi wisata dan hotel juga tutup. Adapun hotel yang masih buka keterisiannya di bawah 10 persen.
Meski demikian, pariwisata Danau Toba sebenarnya sudah terpuruk jauh sebelum pandemi Covid-19. Kunjungan wisata tetap stagnan meskipun pembangunan infrastruktur di kawasan Danau Toba dilakukan secara masif. Jalan lingkar Pulau Samosir sepanjang 146 kilometer dilebarkan dan diperbaiki setelah statusnya ditingkatkan dari jalan provinsi menjadi jalan nasional.
Sebanyak 12 pelabuhan direvitalisasi dan lima kapal penyeberangan dibangun oleh pemerintah. Bandara Silangit pun dibangun dan ditingkatkan statusnya menjadi bandara internasional. Akses dari Bandara Internasional Kualanamu di Deli Serdang pun terus diperbaiki dengan pembangunan Jalan Tol Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi dan akan diperpanjang sampai ke Parapat.
”Namun, pembangunan yang sangat masif tersebut tidak berbanding lurus dengan meningkatnya industri pariwisata di kawasan Danau Toba,” kata Ombang.
Menurut Ombang, kunjungan wisata yang stagnan terjadi karena pemerintah tidak melihat persoalan mendasar di kawasan Danau Toba, yakni kerusakan lingkungan hidup Danau Toba. Pemerintah melakukan pembangunan infrastuktur secara masif, tetapi tidak melihat kerusakan lingkungan hidup yang ada di depan mata.
Padahal, daya tarik utama dari kawasan Danau Toba adalah keindahan alam Danau Toba itu sendiri. ”Wisatawan datang ke Danau Toba mau melihat keindahan alamnya. Mereka juga ingin mandi di Danau Toba. Infrastruktur itu penting untuk membuka akses. Namun, kalau danaunya rusak, itu tidak ada gunanya,” kata Ombang.
Kualitas lingkungan hidup Danau Toba dari tahun ke tahun terus menurun. Dalam beberapa tahun belakangan, tinggi permukaan air danau surut hingga 2,5 meter dan garis pantai mundur hingga 80 meter. Airnya yang dulu jernih kini menjadi keruh karena limbah domestik dan budidaya ikan di keramba jaring apung.
Hutan di daerah tangkapan air Danau Toba pun terus dirusak yang membuat sungai mengering pada musim kemarau dan banjir bandang saat musim hujan. ”Wisatawan selalu mengeluhkan kualitas air Danau Toba yang menurun,” kata Ombang.
Wisatawan selalu mengeluhkan kualitas air Danau Toba yang menurun.
Pemerintah seharusnya punya rencana aksi untuk memperbaiki kualitas lingkungan hidup Danau Toba. Namun, langkah tersebut sejauh ini tidak terlihat. Pembukaan area lumbung pangan (food estate) seluas 60.000 hektar dengan membabat hutan di daerah tangkapan air Danau Toba justru bertolak belakang dengan perbaikan lingkungan hidup.
Menurut Ombang, Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) yang dibentuk sejak 2016 juga tidak menjawab persoalan mendasar Danau Toba. Selama empat tahun dibentuk, kerja badan itu hanya membebaskan lahan untuk kawasan otorita. Hingga kini, BPODT pun terlibat konflik lahan dengan masyarakat adat.
Kerja utamanya untuk mengakselerasi industri pariwisata pun belum kelihatan. BPODT, misalnya, meresmikan destinasi The Kaldera Toba Nomadic Escape di kawasan otorita, April 2019. Kawasan itu dijanjikan menjadi destinas berkonsep nomadic yang menyediakan tenda kamping glamor bagi wisatawan.
Namun, hingga kini wisatawan justru belum bisa menginap di The Kaldera Toba Nomadic Escape karena keterbatasan fasilitas. Area itu hanya digunakan untuk acara pemerintahan dan kunjungan kerja pejabat.
UNESCO Global Geopark
Perbaikan kualitas lingkungan hidup Danau Toba seharusnya mendapat momentum karena tahun ini Taman Bumi Kaldera Toba secara resmi diterima menjadi anggota UNESCO Global Geopark (UGG). Dengan keanggotaan itu, UNESCO akan mempromosikan Taman Bumi Kaldera Toba sebagai sebuah kawasan yang dibangun sesuai dengan prinsip taman bumi atau geopark.
Konsep pembangunan berbasis UGG mencakup tiga pilar utama, yakni pemberdayaan masyarakat lokal, edukasi, dan konservasi. Pembangunannya memadukan unsur geologi, keanekaragaman hayati, dan kebudayaan. ”Pariwisata Danau Toba seharusnya bisa dibangun dengan berbasis pada Taman Bumi Kaldera Toba,” kata geolog Gagarin Sembiring.
Upaya konservasi tiga unsur taman bumi, yakni konservasi keanekaragaman hayati, geologi, dan kebudayaan, juga masih belum terlihat. ”Selain keindahan alamnya, nilai jual utama Danau Toba adalah kekayaan geologinya sebagai danau vulkanik terbesar di dunia,” kata Gagarin.
Gagarin mengatakan, Danau Toba seharusnya bisa mengembangkan pariwisata berbasis ilmu pengetahuan. Letusan supervulkanik Gunung Api Toba purba 74.000 tahun lalu merupakan letusan paling dahsyat di dunia dalam 2,5 juta tahun terakhir. Letusan itu meninggalkan kawah terbesar di dunia yang kini menjadi Danau Toba. ”Satu-satunya tempat belajar tentang proses terbentuk dan mitigasi letusan supervulkanik adalah Kaldera Toba,” kata Gagarin.
Satu-satunya tempat belajar tentang proses terbentuk dan mitigasi letusan supervulkanik adalah Kaldera Toba.
Kunjungan menurun
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Utara Ria N Telaumbanua mengatakan, ke depan, pembangunan pariwisata Danau Toba akan dilakukan dengan berbasis pada Taman Bumi Kaldera Toba. ”Kita harus bersyukur karena Geopark Kaldera Toba sudah menjadi anggota UGG. Hal ini akan mendorong pariwisata Sumut semakin maju,” kata Ria.
Menurut Ria, permasalahan pariwisata Danau Toba pada 2021 tidak bisa lepas dari pandemi Covid-19. Ia pun memperkirakan kunjungan wisatawan asing tahun 2020 ini hanya sekitar 44.000 kunjungan. Ria mengatakan, mereka pun hanya akan berharap pada kunjungan wisatawan Nusantara pada 2021.
Ria mengatakan, masukan dari semua pihak untuk memperbaiki aspek lingkungan hidup dan membangun pariwisata berbasis geopark akan menjadi masukan bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Ria menyebut, kemajuan pembangunan pariwisata Danau Toba juga didorong oleh masifnya pembangunan yang dilakukan pemerintah pusat.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam kunjungan kerjanya ke kawasan Danau Toba pada 18 Desember lalu mengatakan, sebagai destinasi super prioritas, pemerintah pusat berfokus mendatangkan investor ke kawasan Danau Toba. Pemerintah pun telah membebaskan 386,7 hektar lahan untuk Kawasan Otorita Danau Toba.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno pun dijadwalkan berkunjung ke kawasan Danau Toba pada Rabu (30/12/2020). Sandiaga pun memilih kawasan Danau Toba sebagai tujuan pertama kunjungan kerjanya setelah menjabat menteri. Kini, masyarakat menanti kerja Sandiaga untuk menyelesaikan persoalan mendasar di pariwisata Danau Toba.