Dari Boks Bayi sampai Kick Andy
Setiap kali teringat panti, aku selalu gelisah, tidur pun susah. Semua berawal dari pengalaman mengantarkan boks bayi ke panti asuhan. Kelak, boks bayi membawaku pada pengalaman diundang ke acara Kick Andy Show.
Syukur kepada Allah. Itulah ungkapan terdalam yang terucap dari lubuk batinku di pengujung 2020, tahun yang berat tatkala pandemi Covid-19 melanda bumi ini. Di baliknya, ada anugerah luar biasa bagiku.
Dari kisah sederhana mengantarkan boks bayi ke panti asuhan, ternyata Tuhan menuntunku untuk berbagi kisah kemanusiaan lewat acara inspiratif Kick Andy Show.
Kisah ini kutuliskan sebagai wujud syukur dan sarana berbagi. Sisi manusiawiku yang ingin diakui dan dipuji, tentu menjadi hal yang perlu terus kukendalikan.
Dari kisah sederhana mengantarkan boks bayi ke panti asuhan, ternyata Tuhan menuntunku untuk berbagi kisah kemanusiaan lewat acara inspiratif Kick Andy Show.
Ada kegelisahan dan peluang berbagi, itulah yang lebih penting kuceritakan. Di balik semua itu, aku percaya ada tangan Tuhan yang berkarya dalam setiap kisah perjuangan manusia.
Pada Agustus 2019, aku mendapat amanah menyerahkan boks bayi dari seorang sahabat, Mas Aditya, wartawan Radar Banyumas yang tinggal di Purbalingga. Boks bayi itu semula dititipsewakan di Rent Toys, persewaan mainan yang aku kelola bersama istri sejak akhir 2018.
Ya, aku dan istri, Lucia Astri Noviyanti (30), terinspirasi membuat persewaan mainan anak setelah kelahiran buah hati kami, Deogratias Putra Wicaksono yang kini berusia 2 tahun lebih.
Baca juga: Saat Saya Dinyatakan Positif Covid-19
Sebagai orangtua, tentu kami berupaya memberikan yang terbaik untuk anak. Mulai dari pemenuhan kebutuhan dasar seperti sandang-pangan-papan hingga mainan agar buah hati sehat, ceria, dan mampu tumbuh kembang dengan optimal.
Di sisi lain, anak ternyata tumbuh dengan cepat dan mudah bosan. Perlengkapan bayi atau mainan balita pun hanya dipakai sebentar. Selanjutnya memenuhi rumah untuk kemudian masuk gudang.
Terinspirasi usaha seorang kawan wartawan di Ciputat yang lebih dulu menyewakan mainan anak, aku dan istri kemudian memutuskan membuka persewaan mainan anak.
Baca juga: Yang Sulit Dilupakan dari Tsunami Aceh
Ada boks bayi, perosotan, ayunan, kereta bayi, kursi makan, pagar bayi, dan lain-lain yang kami tawarkan. Aku pun mengajak teman-teman, termasuk kolega wartawan, untuk bekerja sama titip sewa barang di rentalan kami. Pemasarannya dengan memanfaatkan media sosial.
Kembali kepada boks bayi Mas Aditya, ternyata setelah dua bulan dipromosikan di akun Instagram rentalan, boks tak kunjung mendapat penyewa. Aku lalu melaporkan kondisi ini. Mendengar itu, Mas Aditya malah berniat menyumbangkan boks itu kepada yang membutuhkan.
Aku segera mencari informasi panti asuhan yang tengah membutuhkan boks bayi. Diperoleh lah kontak seorang suster atau biarawati yang berkarya di Panti Asuhan Bunda Serayu. Setelah kuhubungi, ternyata benar, panti sedang membutuhkan sebuah boks bayi karena bulan depan akan ada satu bayi yang dititipkan. Sementara boks bayi di panti sudah penuh.
Aku, istri, dan anakku yang saat itu masih berusia sekitar setahun kemudian mengantarkan boks bayi itu ke panti asuhan yang dikepalai Suster Agnes Marni SJMJ. Saat itulah, aku melihat beberapa bayi tidur di boksnya masing-masing.
Mereka hanya ditunggui oleh seorang pengasuh yang bertugas. Hati ini rasanya ingin menangis ketika melihat mereka tidur tanpa pelukan ayah atau ibunya. ”Asal ada dot susu di sampingnya, mereka tidak rewel,” kata Suster Agnes saat itu.
Perjumpaan pertama itulah yang kemudian membuatku datang lagi ke panti yang berlokasi di tepian sungai Serayu itu. Jaraknya dari bibir sungai hanya sekitar 300 meter. Perjumpaan kedua, aku khusus liputan dan mewawancarai Suster Agnes.
Baca juga: Suster Agnes Marni SJMJ dan Suster Nicola SJMJ Mengabdi untuk Anak-anak Yatim Piatu
Kiprahnya dan suster lainnya, aku tuliskan dalam rubrik ”Sosok” yang kemudian dimuat di harian Kompas pada 26 Agustus 2019. Menurut Suster, setelah tulisan itu dimuat, Panti Bunda Serayu kian dikenal luas dan bantuan terus mengalir.
Di luar itu, ada kisah-kisah unik dan menarik tentang anak-anak panti yang belum termuat di koran karena keterbatasan halaman. Oleh karena itu, membuat buku menjadi pilihan paling mungkin untuk mewadahi kisah mereka.
Sebagian anak-anak ini berasal dari keluarga kurang mampu, ada pula yang yatim, piatu, atau yatim piatu. Tidak sedikit yang terlahir dalam kondisi kedua orangtua atau keluarga besarnya belum siap. Ya, sebagian bayi terlahir dari hasil hubungan di luar nikah, sementara sang orangtua masih harus bersekolah. Bahkan, sebagian ayahnya tidak bertanggung jawab.
Setiap kali teringat panti, aku selalu gelisah, tidur pun susah. Apa yang aku lihat dan rasakan selama di panti ingin segera aku tuangkan dalam sebuah tulisan. Jika tidak, pikiran dan batin rasanya tidak tenang.
Rasanya ujung jari butuh saluran untuk menumpahkan apa yang aku alami di panti. Bisa jadi hal ini adalah bagian dari pengendapan nilai atau semangat pendiri Kompas, almarhum Bapak Jakob Oetama dan almarhum Bapak PK Ojong, sumber semboyan Kompas: Amanat Hati Nurani Rakyat.
Berakar dari semboyan itu, sering digaungkan nilai-nilai, seperti mengingatkan yang berkuasa dan menghibur yang papa untuk memompa semangat menulis para wartawannya. Tulisan-tulisan dalam buku Di Tepi Serayu Aku Merindu menjadi bagian dari menghibur yang papa. Ini jadi bagian kecil pengabdian atau persembahan saya bagi kemanusiaan.
Baca juga: Ikhtiar Ahmad Tohari demi Literasi
Aku pun mengajak sejumlah teman wartawan untuk bersama-sama memulai menggarap buku Di Tepi Serayu Aku Merindu". Buku ini ditulis secara kolaborasi oleh tujuh wartawan. Mas Puji Purwanto dan Mbak Dian Aprilia dari Suara Merdeka, Mbak Alfi dari Satelitpost dan Serayunews, Mas Ari Nugroho dari Banyumas TV, Mas Fadlan Mukhtar Zain dari Kompas.com, serta Mas Permata Putra Sejati dari Tribunnews.com, dan saya.
Seiring waktu, buku ini juga mewujud dalam lagu dan video atas dukungan Mbak Gesti, Mas Jepi, dan Mas Aan. Dalam hal promosi, Mas Arbi dari Detik juga berperan besar membuat desain Instagram.
Adik-adik di panti aku minta untuk menulis tentang siapa diri mereka dan sejauh mana mereka mengenal orangtuanya. Dari tulisan mereka itulah, aku dan teman-teman wartawan masuk dan memulai wawancara untuk kemudian ditulis ulang menjadi sebuah kisah.
Sebelumnya, anak-anak kami ajak untuk membaca dan membuat kliping dari harian Kompas dan majalah Bobo yang sengaja kulanggankan selama tiga bulan dan masih berlangsung selama setahun.
Pada Mei 2020, buku ini diterbitkan secara terbatas oleh Gramedia Pustaka Utama berikut versi digital atau e-book-nya. Dengan harga dari Gramedia Rp 68.000, jika ada kelebihan pembayaran dari pembeli, akan didonasikan kepada panti asuhan. Begitu pula dengan royalti e-book, seluruhnya diserahkan untuk panti.
Perjalanan hingga sekitar tujuh bulan ini, total buku terjual 765 eksemplar dengan donasi Rp 7 juta untuk panti. Tidak hanya itu, pada 4 Agustus 2020, CEO Group of Retail and Publishing Kompas Gramedia Y Priyo Utomo juga mengirimkan ratusan buku cerita dalam 11 kardus untuk anak-anak di panti ini.
Sejumlah dukungan promosi yang begitu luar biasa juga mengalir dari kenalan dan juga rekan-rekan wartawan. Pertama, lewat program Suara Literasi di Yes FM Radio Cilacap. Buku ini dibedah dan dibahas bersama pemerhati literasi.
Baca juga: Gramedia Donasikan Ratusan Buku untuk Panti Asuhan di Banyumas
Kedua, buku ini dibedah juga lewat acara Instagram live bersama Pastor Kristiadi Pr. Ketiga, bersama Kantor Perwakilan Bank Indonesia Purwokerto, buku ini dibedah oleh Ketua PWI Banyumas Lilik Dharmawan dan juga sastrawan Ahmad Tohari. Sejumlah pemberitaan tentang buku ini pun tayang di media daring, seperti Kompas.id, Serayunews.com, dan Reportase.tv.
Aku merasa yakin bahwa setiap tulisan punya pembacanya sendiri. Demikian pula dengan buku ini. Beberapa kali menawarkan buku kepada kenalan baik dan sekaligus mohon bantuan promosi olehnya, tetapi justru tidak berbalas.
Ada rasa kecewa dan sedih tetapi bersyukurnya ada lebih banyak orang yang sebenarnya tidak kukenal justru tergerak hatinya membantu dan mempromosikan buku ini. Mereka bahkan sekaligus ikut berdonasi.
Buku ini kemudian juga sampai ke tangan komika dan artis Dodit Mulyanto berkat bantuan Suster Rose Marie OP. Dengan sukarela, Dodit men-tweet foto dirinya tengah memegang buku Di Tepi Serayu Aku Merindu.
Semesta pun ternyata semakin mendukung. Dalam kegiatan sharing media jurnalistik yang diselenggarakan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Purwokerto, saya berkesempatan mengenalkan buku ini kepada Andy F Noya yang saat itu hadir sebagai narasumber.
Tak disangka, beliau langsung mengapresiasi bahkan beberapa waktu kemudian bersama keluarganya datang menengok adik-adik di panti. Tidak sampai di situ, bersama tiga jurnalis lain dari Jakarta, aku kemudian dipilih sebagai narasumber untuk acara Kick Andy Show yang digawanginya.
Baca juga: Bom Natal Membuat Kami Jadi Loper Koran
Acara inspiratif itu akhirnya bisa menjadi saluran yang lebih luas untuk mengenalkan kisah perjuangan adik-adik di panti serta buku Di Tepi Serayu Aku Merindu. Sekali lagi, rasa syukur kupanjatkan kepada Tuhan atas kesempatan ini.
Pada 3 Desember 2020, aku bertolak ke Jakarta untuk rekaman di studio 3 Metro TV. Disposisi batinku waktu itu adalah aku hanya mewakili teman-teman wartawan Banyumas untuk mengantarkan buku ini ke Jakarta. Selanjutnya, biarlah kuasa Ilahi dan semesta lewat Bang Andy F Noya yang akan menyebarluaskannya.
Rekaman acara itu kemudian tayang hari Minggu (20/12/2020) pukul 19.05 dalam episode: Jurnalis Berkarya dan Bermakna. Puji Tuhan, aku yang tampil bersama jurnalis Kompas TV, Yasir Neneama, dan Johan Heru dari Berita Satu mendapatkan apresiasi.
Di balik rasa syukur itu, ada pula beban moral yang cukup berat secara pribadi. Ini acara yang besar, setelah ini aku dan teman-teman mau berbuat apa lagi. Memang proposal untuk buku kedua sudah siap sejak tiga bulan lalu.
Ya, kami akan membuat buku tentang opa oma yang tinggal di panti jompo, yaitu di Panti Wreda Catur Nugraha Kaliori, Banyumas. Kira-kira judulnya adalah ”Di Kaliori Aku Menanti”. Namun karena pandemi, kami menunda pelaksanaan rencana ini.
Dari boks bayi hingga Kick Andy mengajarkanku bahwa setiap insan di dunia ini berhak untuk dikasihi.
Demikianlah sekilas kisah pengabdianku bersama teman-teman wartawan Banyumas untuk kemanusiaan. Dari boks bayi hingga Kick Andy mengajarkanku bahwa setiap insan di dunia ini berhak untuk dikasihi.
Demikian pula adik-adik yang hidup dan besar di panti asuhan. Dengan banyak cara, Tuhan tetap merawat dan mengasihi mereka. Di antaranya, lewat uluran tangan para donatur dan pemerhati panti.