Usulkan Tahura Baru Seluas 51.000 Hektar, Pemerintah Diminta Jaga Komitmen
Kawasan konservasi di Kalteng akan bertambah. Dengan begitu, negara memiliki tanggung jawab untuk menjaganya dengan tidak memberikan kesempatan alih fungsi lahan terjadi karena dinilai bakal menyebabkan kerusakan.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah mengusulkan 51.000 hektar lahan untuk dijadikan taman hutan raya. Menurut rencana, kawasan konservasi itu bakal menjadi destinasi wisata baru dengan tanaman khas Kalimantan.
Hal itu disampaikan Sekretaris Daerah Provinsi Kalteng Fahrizal Fitri. Usulan tersebut sudah disampaikan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan total kawasan 51.00 hektar, lokasinya akan berdampingan langsung dengan Taman Nasional Sebangau (TNS).
Fahrizal mengungkapkan, Kalimantan Tengah hanya memiliki satu taman hutan raya (tahura) di Kabupaten Gunung Mas, yakni Tahura Lapak Jaru dengan luas mencapai 4.119 hektar atau seluas wilayah Jakarta Pusat. Hal itu membuat Kabupaten Gunung Mas menjadi satu-satunya wilayah di Kalteng yang masih memiliki Dinas Kehutanan.
”Kami ingin menambah kawasan konservasi dengan mengusulkan tahura baru di dekat TNS, nanti wilayah itu akan ditanami beragam tanaman khas Kalteng,” ungkap Fahrizal di Palangkaraya, Rabu (30/12/2020).
Menurut Fahrizal, tahura akan menjadi benteng aktivitas masyarakat yang tinggal di sekitar TNS. Dengan begitu, kegiatan ilegal bisa dihilangkan. ”Tentunya masyarakat bakal dilibatkan,” ungkapnya.
Kami ingin menambah kawasan konservasi dengan mengusulkan tahura baru di dekat TNS, nanti wilayah itu akan ditanami beragam tanaman khas Kalteng. (Fahrizal Fitri)
Kepala Taman Nasional Sebangau Andi M Khadafi mengatakan, lokasinya berada di seberang TNS dan berdekatan dengan wilayah-wilayah penyangga TNS. Ia berharap dengan dijadikan kawasan konservasi baru, bisa membuat kawasan TNS lebih terjaga mengingat luas wilayah TNS yang mencapai ratusan ribu hektar.
”Kawasan tahura akan dikelola oleh pemerintah provinsi dengan manajemen pengelolaan tersendiri di bawah Dinas Kehutanan Provinsi Kalteng,” kata Andi.
Menurut Andi, dengan dikelola sendiri oleh Pemprov Kalteng, intervensi pengelolaan seperti perlindungan ekosistem, pengelolaan keberagaman hayati, dan pemberdayaan secara otomatis akan mengurangi ancaman kebakaran hutan dan lahan, pembalakan liar, dan kejahatan lingkungan lainnya di kawasan konservasi.
”Karena lokasinya berdekatan, dengan sendirinya dampak positif itu akan merambat ke kawasan kami,” kata Andi.
Saat dihubungi Kompas, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem KLHK Wiratno membenarkan pihaknya mendapatkan usulan tahura di Kalteng dengan luas lebih kurang 51.000 hektar. Saat ini, pihaknya akan melakukan penyesuaian data dan memeriksa kelengkapan berkas sebelum meninjau ke lapangan.
”Tahura bisa menjadi wilayah untuk mengoleksi tumbuhan endemik dan tanaman lainnya, nantinya kawasan itu dikelola oleh pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota,” ungkap Wiratno.
Perlu dijaga
Pegiat lingkungan dari Save Our Borneo (SOB), Muhammad Habibi, mengungkapkan, keinginan pemerintah untuk mengusulkan tahura merupakan upaya strategis untuk melindungi kawasan. Namun, pemerintah perlu mengingat bahwa pada 2018, Tahura Lapak Jaru dirusak oleh pertambangan emas yang izinnya diberikan oleh kepala daerah.
”Memang kemudian tim Gakkum KLHK turun untuk menutup wilayah yang ditambang, tetapi sampai sekarang kan tidak ada penegakan hukumnya, ini perlu dicatat dan diingat oleh negara,” katanya.
Habibi menjelaskan, dengan dibuatnya tahura, maka akan membuat kawasan dengan status Area Penggunaan Lain (APL) dan Hutan Produksi Konversi (HPK) menjadi kawasan hutan produksi atau kawasan hutan lindung. Namun, mengingat masih ada proyek strategis nasional lumbung pangan yang mengambil kawasan hutan, maka potensi untuk alih fungsi lahan masih besar di kawasan konservasi.
”Artinya, celah pelanggaran dan kerusakan lingkungan masih ada meskipun kawasan itu menjadi tahura, pemerintah perlu benar-benar menjalankan fungsi konservasi pada tahura, jangan setengah-setengah komitmennya,” kata Habibi.