Sempat Kabur, Pelaku Pemodal Pembalak Liar Ditangkap Bareskrim di Kalteng
Pelaku pembalak liar di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah, akhirnya tertangkap. Ia memang dikenal sebagai Labora-nya Kalimantan Tengah karena selama ini sulit sekali ditangkap.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Bareskrim Polri akhirnya menangkap pemodal sekaligus penadah kayu ilegal di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah. Polisi juga menyita 4 unit alat berat, 8 truk, dan ribuan kayu ilegal tanpa dokumen. Sebelum ditangkap, pelaku sempat melarikan diri dan mengerahkan masa untuk menghadang aparat.
Pada Novomber lalu, tim dari Badan Reserse Kriminal Polri datang ke Desa Tumbang Kaman, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah, seusai melakukan penyidikan terhadap sebuah perusahaan bernama UD Karya Abadi dan Kawus Masauh. Mereka mendapatkan laporan bahwa korporasi ini mengambil kayu di lahan yang bukan milik mereka bahkan tanpa dilengkapi dokumen yang sah.
Saat dihubungi Kompas, Kepala Subdirektorat Tindak Pidana Tertentu III Bareskrim Polri Komisaris Besar Kurniadi menjelaskan, pihaknya sempat dihadang pekerja yang jumlahnya puluhan orang saat hendak menangkap pelaku berinisial RPS (52) atau yang dikenal dengan Haji Isah. RPS pun lolos dari kejaran.
”Kami memulai pengejaran dari wilayah Kalimantan Selatan, bekerja sama dengan Polda Kalsel, lalu kami tangkap di Kalteng,” ungkap Kurniadi saat dihubungi dari Palangkaraya, Rabu (30/12/2020).
RPS ditangkap di daerah Ampah, Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Selatan, pada Rabu 23 Desember 2020. Pihaknya langsung memeriksa dan menahan pelaku di Jakarta.
Kurniadi menjelaskan, RPS merupakan pemilik UD Karya Abadi dan Kaus Masauh yang merupakan pemegang Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan Kayu (IUP-IPHHK) yang berada di Desa Tumbang Kaman, Kecamatan Sanaman Mantikei, Kabupaten Katingan, Kalteng. Kedua perusahaan itu memiliki kontrak suplai dari beberapa perusahaan lainnya.
”Dalam pelaksanaannya, wilayah tempat mereka menebang merupakan kawasan hutan dan mereka tak memiliki dokumen sah,” ungkap Kurniadi.
Kurniadi menjelaskan, pelaku menjual hasil tebangannya kemudian diproduksi menjadi kayu olahan dan dijual hingga keluar Pulau Kalimantan. ”Ada banyak wilayah yang dirambah oleh pelaku ini, tak hanya di Desa Tumbang Kaman, setidaknya ada tiga desa lain,” ucapnya.
Dari hasil penyidikan, polisi juga menyita empat unit alat berat, seperti buldozer, ekskavator, dan jonder, lalu delapan unit truk beragam jenis, 150 batang kayu bulat dengan total ukuran mencapai 170,56 meter kubik, dan 6.586 lembar kayu olahan. Sebagian besar kayu itu berjenis meranti campuran.
Direktur Jaringan Pemantau Independen Kehutanan Kalimantan Tengah Wancino mengungkapkan, pihaknya melaporakan aktivitas pembalakan liar tersebut ke Badan Reserse Kriminal Polri sejak 2015 setelah melakukan investigasi selama beberapa bulan di lokasi. Aktivitas itu dilakukan oleh ratusan orang yang diduga dibiayai oleh seorang oknum pengusaha.
Wancino menjelaskan, pada Jumat (13/11/2020) tim dari Bareskrim Polri datang ke lokasi dan melakukan pemeriksaan dan penyelidikan. ”Memang itu ilegal karena tidak ada izinnya. Mereka menggunakan kawasan hutan produksi milik Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) bahkan kawasan hutan kemasyarakatan yang izinnya milik orang lain,” kata Wancino.
Kami dan warga justru mendukung upaya aparat untuk menyelidiki dan menangkap para penebang liar (Sugito Margen).
Wancino menjelaskan, kasus Haji Isah ini seperti kasus Labora di Papua. Ia memiliki banyak pengikut yang rela mati agar ia tidak tertangkap. Bahkan, beberapa waktu sebelum penangkapan Haji Isah banyak sekali komunitas-komunitas yang mengaku dari warga Katingan menyatakan sikap melindungi Haji Isah.
”Padahal, kami orang desa setempat bersama pemerintah desa mendukung upaya kepolisian untuk memberantas perilaku ilegal yang selama ini meresahkan masyarakat,” ungkap Wancino.
Kepala Desa Tumbang Kaman Sugito Margen mengungkapkan, pihaknya sudah beberapa kali melarang para pekerja untuk memotong kayu di wilayahnya. Namun, karena jumlah mereka banyak pihaknya memilih mundur karena risiko bentrok dengan warga sekitar.
Sugito mengungkapkan, tidak ada satu pun warga di desanya yang terlibat dalam kegiatan pembalakan liar tersebut. Bahkan, masyarakat sekitar kerap diancam oleh para penebang liar.
”Kami para warga justru mendukung upaya aparat untuk menyelidiki dan menangkap para penebang liar,” kata Sugito.