Hanyut 17 Hari hingga Perairan Australia, Antonius Bertahan dengan Air Laut
Seorang nelayan hanyut selama 17 hari di atas kapal yang pontang-panting dihantam cuaca buruk. Beruntung, nasib baik masih memayunginya sehingga nelayan itu bisa selamat dari marabahaya.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·4 menit baca
Bagi Antonius Raja Tobi (45), kapal seperti benda bernyawa yang tidak bisa ditinggal begitu saja. Selama lebih kurang 17 hari, ia hanyut bersama kapal sejauh lebih dari 600 mil laut (1.111 kilometer) dari pesisir kampungnya di Desa Pantai Oa, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur, hingga perairan Australia. Ia memilih tetap tinggal di kapal hingga kapal itu benar-benar tenggelam.
Sabtu, 12 Desember 2020 pagi, Antonius bersama tiga anak buah Kapal Motor Trasida Mulia sedang membersihkan kapal yang berlabuh sekitar 50 meter dari pesisir kampung mereka. Kapal ikan yang mengoperasikan alat tangkap jenis purse seine itu sedang dipersiapkan untuk perawatan rutin setiap tiga bulan atau docking.
Tiba-tiba saja, angin bertiup kencang dari arah barat daya. Angin membangkitkan gelombang Laut Sawu hingga lebih dari 2 meter, menghantam sisi selatan Pulau Flores itu. Kapal berukuran 19 gross ton (GT) itu pun terombang-ambing lalu terseret hampir menghantam karang di pesisir. Beruntung, mereka dengan cekatan melepas jangkar, menghidupkan mesin, lalu menggerakkan kapal bertolak ke laut lepas.
Namun, gelombang tinggi belum juga reda. Mereka semakin kesulitan mengendalikan kapal yang mulai kehabisan bahan bakar itu. Kapal terombang-ambing. Melihat kondisi itu, warga pesisir berusaha menyelamatkan mereka. Sebuah perahu motor dikirim ke tengah laut untuk mengantar 50 liter solar agar kapal bisa digerakkan mencari titik aman.
Setelah menerima bahan bakar, tiga anak buah kapal tadi kembali ke darat, menumpang perahu motor itu. Mereka khawatir kapal akan hanyut lebih jauh mengingat angin dan gelombang masih ganas. ”Jadi, hanya saya sendiri yang ada di atas kapal. Saat itu hari sudah hampir malam dan posisi kapal semakin menjauh dari pesisir,” kata Antonius lewat sambungan telepon kepada Kompas, Rabu (30/12/2020).
Gelap pun datang, kapal tersebut semakin menjauh dari pesisir. Angin barat daya mendorong kapal itu menuju timur melintasi Kepulauan Solor, di ujung timur Pulau Flores. Bahan bakar habis, bahan makanan pun tidak ada lagi. Kapal telah kehilangan tenaga dan bergerak bebas sesuai arah angin. Selama dua malam, kapal terombang-ambing di Kepulauan Solor.
Tak ada kapal lain yang melintas di perairan itu lantaran cuaca sedang buruk. Arus kemudian menyeret kapal tersebut hingga ke Kepulauan Alor di sisi timur Kepulauan Solor. Kapal terombang-ambing di antara Kepulauan Alor dan Pulau Timor di bagian selatannya. Ia berharap arus membawa kapal terdampar di daratan, tetapi itu tidak terjadi. Selama tiga malam, kapal berputar di perairan tersebut.
Tak ada lagi makanan, Antonius lalu memungut sejenis rumput laut yang terapung di atas air dan memakannya. Tak ada air, ia terpaksa minum air laut. Lagi-lagi, masih belum ada perahu motor atau kapal yang lewat untuk dimintai bantuan. ”Gara-gara minum air laut, sampai sekarang kerongkongan saya masih sakit, menelan air liur saja sakit,” kata Antonius.
Arus kencang pun kembali menyeret kapal itu melalui Laut Sawu ke arah selatan, membawanya ke dekat Pulau Rote, pulau paling selatan di Indonesia. Kapal itu mendekati sebuah pulau kecil tak berpenghuni. Harapan untuk selamat pun bersinar pada hari kedelapan itu. Dengan tenaga yang masih tersisa, ia melepas jangkar untuk melabuhkan kapal.
Namun, tidak lama, datang lagi angin kencang dan menyeret kapal tersebut. Batu karang penahan jangkar pun terbongkar. Kapal kembali bergerak ke arah timur melewati Samudra Indonesia. Antonius pun sudah kehilangan daya. ”Saat itu, saya hanya berdoa supaya Tuhan membuat hati saya tetap semangat. Jangan sampai saya hilang harapan,” ucapnya.
Empat malam berlalu, ia melihat sebuah pesawat terbang rendah di atasnya. Dua hari kemudian, sebuah kapal patroli menghampirinya. Kapal itu milik Angkatan Laut Australia. Ternyata, arus telah menyeret Antonius hingga ke wilayah perairan Australia. Dari kapal patroli itu meluncur sebuah perahu karet menghampirinya. Petugas lalu melempar radio ke kapal Antonius. Ia diminta berbicara lewat radio itu.
Di kapal patroli terdapat petugas yang bisa berbahasa Indonesia. Ia memandu komunikasi setelah mengetahui Antonius berasal dari Indonesia. Setelah mendengar penjelasan Antonius, petugas memberikan makanan, kompas, dan telepon satelit berikut nomor kontak pejabat berkompeten di Indonesia. Petugas Australia juga memberikan bahan bakar.
Setelah berhasil menghidupkan kapalnya, ia diarahkan bergerak ke utara menuju wilayah Indonesia. Dengan modal kompas, ia membawa kapal sambil tetap dikawal oleh kapal patroli dan pesawat udara Australia. Sambil berjalan, ia menghubungi Kantor SAR pusat di Jakarta. Kantor SAR pusat kemudian menghubungi Kantor SAR Maluku, daerah terdekat dengan posisi Antonius.
Tanggal 27 Desember, Kapal Negara SAR 242 Bharata bergerak dari Saumlaki, ibu kota Kabupaten Kepulauan Aru, untuk menyelamatkan Antonius. Selama lebih kurang 10 jam, kapal tersebut bergerak ke titik sasaran. ”Tiba di sana, korban sudah dalam keadaan lemas karena kehabisan bahan makanan,” kata Kepala Kantor SAR Maluku Djunaidi.
Antonius kemudian dibawa ke Saumlaki pada Selasa (29/12/2020), dan kini menunggu waktu untuk pulang ke Flores Timur.