Pemprov Sultra Anggarkan Rp 500 Juta untuk Sosialisasi Vaksinasi
Menjelang vaksinasi massal Covid-19, Pemprov Sultra anggarkan Rp 500 juta untuk sosialisasi. Persiapan diharapkan tidak hanya pada sosialisasi, tapi pada fasilitas penunjang dan teknis pelaksanaan lapangan.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara menyiapkan anggaran Rp 500 juta untuk sosialisasi vaksinasi Covid-19 tahun 2021. Sosialisasi diharapkan tidak membuat masyarakat panik saat vaksinasi berlangsung. Meski begitu, pemerintah diharapkan mengutamakan penyiapan fasilitas penunjang agar proses vaksinasi tidak terhambat.
”Tentu penting untuk lakukan sosialisasi agar masyarakat tidak kaget sebelum dilakukan vaksinasi,” kata Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Sultra Usnia, di Kendari, Selasa (29/12/2020). Sosialisasi tersebut, tuturnya, akan dilakukan dalam waktu dekat ini secara serentak di semua kabupaten dan kota di wilayah ”Bumi Anoa” ini.
Selain itu, ia melanjutkan, persiapan vaksinasi telah dilakukan jauh-jauh hari. Pelatihan tenaga medis dilaksanakan secara virtual beberapa waktu lalu. Sebanyak 150 petugas dari semua rumah sakit dan layanan kesehatan telah mengikuti pelatihan virtual tersebut.
Selain warga, menurut Usnia, vaksinasi akan diprioritaskan terlebih dahulu terhadap garda terdepan pelayanan kesehatan, baik dokter, perawat, maupun petugas di rumah sakit. Selain itu, juga akan dilakukan ke petugas pelayanan publik, warga berusia 18-59 tahun, hingga kontak erat Covid-19.
”Kami masih menunggu petunjuk teknis lanjutan ke depannya seperti apa. Termasuk untuk penyediaan fasilitas dan perlengkapan petugas yang melakukan vaksinasi,” tambahnya.
Epidemiolog dari Universitas Halu Oleo Ramadhan Tosepu menjabarkan, tahapan vaksinasi harus dimatangkan sejak awal. Selain kesiapan petugas lapangan, fasilitas yang ada betul-betul dicek kapasitas dan teknis di lapangan.
Ini yang harus dimatangkan, bukan cuma sekadar sosialisasi.
Sebab, vaksin yang dibawa dari Jakarta, misalnya, memiliki waktu yang cukup panjang sebelum disuntikkan ke masyarakat. Setelah tiba di Kendari, akan disortir, lalu dibawa ke kabupaten dan kota, kecamatan, hingga daerah-daerah kepulauan di Sultra.
”Ada namanya fase dingin dalam pengiriman vaksin. Itu harus memakai boks pendingin, temperatur yang terjaga, hingga sebelum penyuntikan tiba. Ini yang harus dimatangkan, bukan cuma sekadar sosialisasi,” tambahnya.
Oleh sebab itu, Ramadhan melanjutkan, pemerintah sudah harus mengecek jumlah alat pendingin yang tersedia, waktu pengiriman, dan berapa jumlah kemampuan membawa vaksin ke daerah. Dengan begitu, saat vaksin tiba, hal mendasar seperti ini sudah terselesaikan.
Tidak hanya itu, proses vaksinasi juga tetap sesuai protokol yang ada. Petugas dipastikan memahami proses penyuntikan berdasarkan situasi pandemi yang terjadi saat ini.
Kasus positif Covid-19 di Sultra tergolong tinggi. Hingga Selasa sore, jumlah kasus mencapai 7.794 orang dengan 145 orang meninggal, 848 orang masih dalam perawatan, dan 6.801 orang dinyatakan sembuh.
Berdasarkan skor zonasi 17 kabupaten dan kota di Sultra, semuanya masih dalam kategori oranye atau zona risiko sedang. Skor zona daerah ini di atas 2,06 dan paling tinggi di angka 2,46. Batas skor zona oranye di angka 1,9 hingga 2,49.
Sementara itu, jumlah tes spesimen di Sultra masih sangat rendah, yaitu hanya 0,9 persen dari total penduduk 2,7 juta. Jumlah tes dalam sehari sekitar 150 spesimen. Dalam satu pekan, hanya ada sekitar 1.050 sampel.
Adapun standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah tes spesimen yang direkomendasikan minimal 1.000 per 1 juta penduduk per pekan. Ini berarti, tes satu pekan di Sultra tidak sampai setengah dari standar tersebut.
Sejak awal, akademisi dan masyarakat sipil terus mendorong Pemprov Sultra agar memperbanyak alat PCR di daerah. Akan tetapi, anggaran penanganan Covid-19 sebesar Rp 400 miliar tidak dialokasikan untuk pembelian alat tes yang masif. Dana itu disebar di 27 organisasi perangkat daerah (OPD) yang dialokasikan untuk berbagai macam kegiatan, baik pembangunan fisik, pembelian barang dan jasa, penyuluhan, maupun perjalanan dinas.
Sementara itu, mengikuti aturan penerbangan yang ada, Pemprov Sultra mewajibkan pengunjung dari Jawa dan Bali yang menggunakan transportasi udara harus menunjukkan hasil tes spesimen negatif. Begitu pula bagi masyarakat yang ingin berkunjung ke dua pulau tersebut.
”Sesuai surat edaran dari Menteri Perhubungan, setiap yang datang atau akan berangkat ke Jawa dan Bali harus menunjukkan hasil swab PCR atau rapid test antigen. Tes dilakukan maksimal tiga hari sebelum berangkat,” kata Kepala Dinas Perhubungan Sultra Hado Hasina.
Menurut Hado, hal ini telah berlaku sejak dua hari lalu, khususnya di Bandar Udara Haluoleo, bandara utama di Kendari. Untuk pelaku perjalanan yang memiliki gejala, meski telah memiliki surat keterangan PCR atau uji cepat antigen, tidak diperkenankan berangkat. Begitu juga para pengunjung dengan gejala, harus menjalani isolasi terlebih dahulu begitu tiba di Kendari.