Ketua DPRD Muara Enim Nonaktif Dituntut 6 Tahun Penjara, Hak Politik Dicabut
Ketua DPRD nonaktif Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, Aries HB dituntut 6 tahun kurungan penjara dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan penjara karena turut menikmati suap senilai Rp 3,031 miliar.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG,KOMPAS — Ketua DPRD nonaktif Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, Aries HB dituntut 6 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan penjara. Aries juga dituntut untuk mengembalikan uang hasil korupsinya senilai Rp 3,031 miliar dan hak politiknya dicabut selama 5 tahun seusai menjalani masa hukuman.
Uang senilai Rp 3,031 miliar itu merupakan 15 persen commitment fee 16 paket proyek perbaikan jalan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupatan Muara Enim tahun anggaran 2019 senilai Rp 132 miliar.
”Aries terbukti secara bersama-sama dan berlanjut melakukan tindak pidana korupsi,” ucap Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Muhammad Asri Irwan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang, Selasa (29/12/2020).
JPU menyatakan, Aries terbukti turut menikmati suap commitment fee sebesar 15 persen dari kontraktor Robi Okta Fahlevi. Uang tersebut dikucurkan agar perusahaan yang terafiliasi dengan Robi dapat memenangi tender 16 paket proyek perbaikan jalan di Muara Enim tahun anggaran 2019 senilai Rp 132 miliar.
Dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Erma Suharti, JPU menyatakan, Aries melanggar Pasal 12 huruf (a) Undang-Undang 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Aries terbukti secara bersama-sama dan berlanjut melakukan tindak pidana korupsi.
Sebelumnya, kasus korupsi ini telah menyeret bekas Bupati Muara Enim Ahmad Yani, Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan Jembatan Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim Elfin MZ Muchtar, serta Robi Okta Fahlevi. Ketiganya sudah divonis oleh Pengadilan Tipikor Palembang.
Selain Aries, jaksa juga menuntut eks Pelaksana Tugas Kepala Dinas PUPR Muara Enim Ramlan Suryadi 5 tahun penjara dan denda sebesar Rp 200 juta subsider 6 bulan penjara. Menurut jaksa, Ramlan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima uang komitmen senilai Rp 1,102 miliar.
JPU pun menuntut Ramlan dengan pidana tambahan berupa kewajiban untuk mengganti uang suap yang telah diterima. Apabila dalam satu bulan setelah putusan hukum tetap Ramlan tidak bisa mengganti uang tersebut, segala aset miliknya akan disita untuk dilelang. ”Jika nilai aset tersebut tidak mencukupi, terdakwa harus menjalani pidana penjara selama satu tahun,” ucapnya.
Darmadi Djufri, kuasa hukum Aries, menuturkan, pihaknya menghormati tuntutan jaksa KPK. Namun, pihaknya tetap yakin Aries tidak terlibat dalam kasus korupsi ini karena dia mengaku tidak menerima sepeser pun commitment fee tersebut. Darmadi berpegang pada sejumlah fakta persidangan, baik keterangan saksi maupun bukti yang menyatakan bahwa Aries tidak terlibat dalam kasus korupsi ini.
Adapun Husni Chandra, kuasa hukum Ramlan, menuturkan, walau kliennya sudah mengaku menerima suap, dia tidak terlibat aktif dalam kasus korupsi tersebut. Menurut dia, pembelaan akan disampaikan secara lengkap pada pledoi nanti. ”Kami berharap klien kami bisa bebas. Kalaupun harus dikenai sanksi, sebisa mungkin yang seringan-ringannya,” ucapnya.
Selepas sidang, Asri menjelaskan, tuntutan Ramlan dan Aries berbeda karena Ramlan dinilai lebih korperatif dalam persidangan. Dia telah mengakui perbuatannya. Bahkan, Ramlan akan mengembalikan uang hasil korupsinya itu. Sebaliknya, hingga kini Aries belum mengakui keterlibatannya dalam kasus korupsi ini.
Walau tidak ada pengakuan, ucap Asri, dalam sidang terungkap kasus korupsi di Muara Enim itu melibatkan lembaga eksekutif dan legislatif. Bahkan, tidak hanya Aries, beberapa anggota DPRD Banyuasin juga telah menerima suap tersebut. ”Beberapa di antara mereka sudah mengembalikan uang,” ucapnya.
Namun, terkait dengan proses hukum dari beberapa nama yang juga disebutkan dalam tuntutan, pihaknya masih menunggu keputusan majelis hakim. ”Untuk tindak lanjutnya, kami masih menunggu keputusan majelis hakim,” ujar Asri.