Masih Ada Celah Tawa di Bawah Cengkeraman Korona
Sebanyak 22 pelukis menampilkan 24 karyanya dalam ”New World” di Limanjawi Art House di Kecamatan Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Pameran ini menampilkan berbagai peluang dan sisi positif publik di era korona.
Korona bukanlah sekedar virus, penyakit, ataupun bencana. Korona adalah salah satu nama jenis liburan.
Suasana ”liburan korona” inilah yang digambarkan oleh pelukis Suyatno Pacul dalam lukisannya yang berjudul ”Encouragement Towards Soccer Candidates When Corona Holiday”.
Tampak di dalamnya belasan anak-anak desa asyik bermain bola di sebuah lapangan, yang digambarkan berlokasi di sebelah barat Candi Borobudur. Di lapangan, bayangan Sang Buddha terlihat mengiringi keceriaan anak-anak dengan memberikan semangat dan acungan jempol.
Di sekeliling lukisan anak-anak, terlihat tampilan figur sejumlah pemain sepak bola kenamaan, seperti David Beckham, Paolo Maldini, dan Olivier Kahn, dilukis menjadi seperti bingkai. Suyatno mengatakan, anak-anak yang bermain bola itu menggambarkan tahapan yang harus dilalui untuk menjadi pemain sepak bola profesional yang digambarkan di bagian tepi lukisan.
”Ini adalah gambaran bahwa masa pandemi Covid-19, juga bisa dimanfaatkan sebagai kesempatan untuk berlatih dan mengasah kemampuan, sebagai bagian dari tahapan untuk menjadi pemain sepak bola profesional,” ujar Suyatno, yang sehari-hari juga menjadi guru seni lukis di 16 sekolah di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.
Lukisan Suyatno adalah salah satu dari 24 lukisan dari 22 pelukis lainnya dalam pameran bertajuk ”New World” yang dibuka di Limanjawi Art House di Desa Wanurejo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang, Minggu (20/12/2020).
Apa yang digambarkan dalam lukisan tersebut, menurut dia, adalah realitas dari semangat dan kegembiraan dari murid-muridnya saat ini. Latihan dan harapan baru di dunia sepakbola inilah, menurut dia, menjadi salah satu manfaat positif yang bisa dipetik dari wabah Covid-19.
Situasi pandemi ini, diakuinya, juga berdampak baik untuk dirinya sendiri. Jika biasanya dia lebih sibuk mengajar dan hanya bisa membuat satu atau dua karya lukisan per tahun, tahun ini, selama jangka waktu Maret hingga Desember 2020, dia justru bisa lebih produktif menghasilkan lebih dari lima lukisan.
”Banyak waktu luang juga memungkinkan saya untuk memiliki kesempatan untuk mengasah kemampuan, serta menjalin relasi dengan lebih banyak berdiskusi, mengobrol dengan banyak teman-teman pelukis di Yogyakarta,” ujarnya. Hal itu, menurut dia, selama ini tidak memungkinkan dilakukan karena dalam sehari, dia biasanya mengajar di dua hingga tiga sekolah melintasi lima kecamatan.
Banyak waktu luang juga memungkinkan saya untuk memiliki kesempatan untuk mengasah kemampuan, serta menjalin relasi.
Secara keseluruhan, pameran bertajuk ”New World” ini menggambarkan bahwa Covid-19 tidak melulu bermakna suram. Dengan karyanya yang berjudul ”789”, seniman Umar Chusaeni (48) menampilkan sisi berbeda dari pandemi. Angka yang dipakai sebagai judul dimaksudkan sebagai nama lain dari bulan Juli, Agustus, dan September. Lukisan tersebut secara khusus menggambarkan situasi selama tiga bulan tersebut, di mana di tengah mewabahnya virus korona, banyak orang ramai-ramai bergembira bersepeda.
”Di tengah nuansa keprihatinan akan wabah Covid-19, masih ada kesempatan yang dimanfaatkan warga untuk tetap bergembira, yaitu dengan ramai-ramai bersepeda,” ujarnya.
Suasana gembira tersebut digambarkan dengan warna-warni roda dan baju pengendara sepeda. Adapun suasana mencekam Covid-19 digambarkan dengan warga langit yang hitam bercampur merah membara.
Covid-19 juga bisa memberi inspirasi baru, penyegaran atas ide lama sebelumnya. Hal ini dibuktikan oleh Erica Hestu Wahyuni (49) dengan karya lukisannya, ”The Fortune Mansion”. Menurut dia, lukisan tersebut berawal dari lukisan yang sempat dibuatnya untuk menggambarkan situasi gerhana bulan di tahun 2016.
”Setelah sempat tertunda dan tidak terselesaikan, akhirnya situasi pandemi, memberi ide, mendorong saya untuk menuntaskan lukisan dengan menyesuaikannya dengan kondisi saat ini,” ujarnya.
Situasi saat gerhana bulan, menurut dia, tidak jauh berbeda dengan situasi saat ini, di mana kebanyakan orang memang tidak keluar rumah. Suasana dalam rumah kemudian digambarkan sangat nyaman dan menyenangkan. Selain suasana yang santai dan banyak menunjukkan penghuni rumah di tempat tidur, kebanyakan figur yang dilukis menampilkan senyum ceria, dengan keseluruhan warna cat yang dipakai cenderung cerah.
Masa pandemi saat ini, disadarinya menjadi kesempatan untuk banyak bersyukur, tidak terlalu banyak menggerutu, dan melulu menyesali nasib.
”Kita sudah diberi kesempatan puluhan tahun berkarya dalam situasi nyaman dan menyenangkan. Rasanya sungguh tidak pantas jika kesulitan selama satu tahun ini saja membuat kita terus menerus mengeluh sepanjang waktu,” ujarnya.
Erica sudah melukis sejak dirinya masih duduk di bangku sekolah dasar. Dia sering mendapatkan penghargaan dan acap kali terlibat dalam berbagai pameran di dalam dan luar negeri termasuk dalam pameran di Museum of Contemporary Art di Moskwa, Rusia.
Bagi dirinya sendiri, Erica mengatakan, pandemi saat ini memberinya kelegaan dan ketenangan. Banyak agenda kegiatan dan pameran di berbagai tempat di dalam dan luar negeri ditunda, dia merasa senang karena memfokuskan diri berkarya di rumah.
Situasi tenang tersebut, diakuinya, berdampak positif bagi penciptaan karyanya.
”Tidak terlalu banyak dikejar deadline untuk pameran atau kegiatan di sana-sini. Tahun ini, saya benar-benar bisa mencurahkan segenap ekspresi dan perasaan saat melukis,” ujarnya.
Baca juga: Pergelaran Virtual, Bentuk Adaptasi dan Transformasi Kala Pandemi Covid-19
Situasi berbeda
Pameran bertajuk ”New World” di Limanjawi Art House ini dijadwalkan dibuka untuk pengunjung mulai 22 Desember 2020 hingga 20 Februari 2021. Para seniman yang terlibat dalam pameran kali ini adalah seniman lukis asal Borobudur, Kabupaten Magelang, yang tergabung dalam Komunitas Seniman Borobudur Indonesia (KSBI) 2015, serta sejumlah seniman dari Jakarta dan Yogyakarta.
Ketua KSBI 15 sekaligus pemilik Limanjawi Art House, Umar Chusaeni, mengatakan, di tengah pandemi, hajatan pameran yang biasa digelar oleh para seniman kali ini terpaksa digelar dengan begitu banyak penyesuaian.
Acara pembukaan pameran pun dilaksanakan dengan mengacu standar protokol kesehatan. Selain menyediakan sejumlah tempat cuci tangan, acara digelar dengan jumlah tamu undangan terbatas, dengan kursi yang diatur berjarak 1-2 meter.
Acara pembukaan kali ini juga tidak menggunakan perangkat soundsystem, termasuk mikrofon, demi menghindari terjadinya penularan Covid-19 melalui aerosol dan sentuhan tangan. Sebagai gantinya, di setiap kursi disediakan piring dan sendok yang bisa diketukkan untuk mengiringi performance art yang tampil pada acara pembukaan.
Umar mengatakan, ”New World” atau ”Dunia Baru” yang dipakai sebagai judul pameran menggambarkan situasi baru, termasuk beragam penyesuaian yang kemudian harus dilakukan para seniman untuk menghadapi situasi pandemi saat ini.
”Dengan melangsungkannya di akhir tahun, maka pameran ini juga sekaligus menyiratkan harapan di tahun depan, supaya kami dapat menyikapi situasi baru ini dengan lebih baik lagi,” ujarnya.
Kebanyakan tema atau inspirasi utama dari karya lukisan yang dipamerkan adalah berasal dari situasi pandemi. Selain untuk menunjukkan kreativitas seniman menyikapi pandemi, curahan ekspresi kali ini juga dimaksudkan sebagai wujud doa dan harapan agar kondisi saat ini tidak perlu terulang lagi.
Bagi seniman, Umar mengatakan, situasi pandemi memang tidak mudah dihadapi. Banyak agenda kesenian di seluruh dunia ditunda dan dibatalkan. KSBI yang biasanya menggelar enam hingga tujuh kali pameran per tahun, tahun ini terpaksa hanya bisa menggelar dua kali pameran.
Baca juga: Hadapi Situasi Pandemi, Seniman Perlu Belajar Teknologi dan Beradaptasi
Kendati demikian, kolektor sekaligus kurator seni, Oei Hong Djien, mengatakan, Covid-19 dinilainya justru banyak memberi dampak positif pada perkembangan seni lukis di Indonesia.
Selain memberi inspirasi baru bagi para seniman untuk berkarya, kelonggaran waktu karena banyak berada di rumah akhirnya justru mendorong minat banyak orang lain untuk ikut menerjuni seni.
”Lihat saja nanti. Situasi pandemi nantinya justru akan melahirkan, menciptakan banyak seniman baru, termasuk dari kalangan ibu rumah tangga,” ujarnya.
Oei mengatakan, dirinya pernah bertemu dengan salah satu produsen cat akrilik yang mengaku volume penjualan cat justru meningkat karena banyak orang kini senang melukis.
Yakinlah setiap malapetaka selalu memberi hikmah dan pencerahan baru.
Karena hingga saat ini belum diketahui kapan wabah akan berakhir, dia pun meminta agar setiap orang, termasuk seniman, menghadapinya cukup dengan melakukan adaptasi dan penyesuaian saja. Dia pun juga mengajak setiap orang untuk selalu berpikir positif bahwa semua kesulitan yang dialami saat ini bisa membawa pada bentuk kebudayaan dan perubahan tatanan hidup baru.
”Yakinlah setiap malapetaka selalu memberi hikmah dan pencerahan baru,” ujarnya.
Bagaimanapun, selalu masih ada hari untuk disyukuri. Setidaknya kuas dan kanvas yang dimainkan oleh para seniman juga membuktikan bahwa masih ada celah cerah untuk tertawa di bawah cengkeraman korona.