Dukungan Pemerintah Tentukan Masa Depan Pesawat N219
Pesawat N219 telah siap masuk tahap komersialisasi dan mengudara tahun 2021. Pesawat yang diberi nama Nurtanio oleh Presiden Joko Widodo ini diharapkan menjadi momentum kebangkitan industri penerbangan Indonesia.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Sertifikasi pesawat N219 menjadi momentum dunia dirgantara di Indonesia. Namun, semangat ini perlu didukung konsistensi pemerintah dan berbagai pihak terkait lainnya.
Pesawat N219 telah resmi mendapat sertifikat kelaikan udara atau type certificate setelah menyelesaikan seluruh rangkaian pengujian oleh Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU) Kementerian Perhubungan. Lembaga otoritas kelaikudaraan sipil di Indonesia ini telah melakukan rangkaian pengetesan dengan total 451 jam terbang dan 393 siklus penerbangan.
Penyerahan sertifikat dilakukan Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Nur Isnin Istiartono kepada Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (PTDI) Elfien Goentoro. Prosesi ini berlangsung di Gedung Kementerian Perhubungan, Jakarta, Senin (28/12/2020). Penyerahan sertifikat disaksikan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Menteri Riset Teknologi /Kepala BRIN Bambang Brodjonegoro via pertemuan daring.
”N219 menjadi pesawat yang pertama kali menyeleasikan sertifikasi dengan hasil karya anak bangsa sepenuhnya. Sebuah prestasi bagi PTDI dan DKPPU untuk menyelesaikan evaluasi dan tes bagi produk pesawat nasional dengan kompleksitas sebesar ini,” kata Elfien.
Pesawat N219 yang diberi nama Nurtanio oleh Presiden Joko Widodo merupakan pesawat baling-baling yang memiliki daya jelajah hingga lebih dari 1.500 kilometer untuk kapasitas bahan bakar maksimum. Selain itu, pesawat ini hanya membutuhkan jarak lepas landas dan mendarat kurang dari 600 meter.
Pengamat penerbangan Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim menilai pesawat N219 mampu menjadi jawaban atas persoalan konektivitas antar wilayah di tanah air. Kebutuhan pesawat perintis ini sangat diperlukan bagi negara kepulauan seperti Indonesia.
Chappy menuturkan, penerbangan perintis mampu meningkatkan keterjangkauan dalam melayani masyarakat. Tidak hanya dari segi transportasi, kebutuhan logistik yang bisa dijangkau oleh pesawat bisa meningkatkan perekonomian.
”Indonesia jangan memikirkan dulu membuat pesawat besar dengan mesin jet. Sesuaikan saja dulu dengan kebutuhan Tanah Air,” ujarnya.
Menurut Chappy, Pesawat N219 bisa menjadi momentum bagi kebangkitan industri pesawat terbang. Namun, semangat ini perlu berlanjut melalui konsistensi perhatian pemerintah dan berbagai pihak.
Dukungan ini, tutur Chappy, bisa dilakukan dengan komitmen penggunaan pesawat untuk memenuhi kebutuhan transportasi perintis. Bahkan, jika N219 mampu beroperasi dengan baik di Indonesia, Chappy optimistis pemesanan pesawat karya anak bangsa ini melonjak tinggi.
”Jika pesawat buatan anak bangsa ini banyak beroperasi di Indonesia, negara-negara lain pasti akan tertarik. Sebagai negara kepulauan, Indonesia menjadi tempat yang cocok untuk membuktikan ketangguhan pesawat terbang perintis seperti N219,” ujarnya.
Selain itu, Chappy juga berharap dukungan yang ada tidak hanya dalam operasional, tetapi juga penyediaan komponen suku cadang dalam negeri. Pemerintah, ujarnya, dapat memberikan insentif atau memfasilitasi perusahaan penyedia suku cadang sehingga bisa terpacu memproduksi barang-barang berkualitas.
Bambang Brojonegoro menyambut baik produksi N219 yang telah melibatkan komponen lokal dengan nilai Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sebesar 44,69 persen. Dia berharap pembuatan pesawat ini ke depannya menggunakan komponen lokal hingga lebih dari 50 persen.
”Ini akan menjadi langkah dalam kebangkitan industri dirgantara di Indonesia. Apalagi, pesawat ini diharapkan bisa menjangkau daerah terpencil dan terisolasi, seperti destinasi wisata bahkan daerah yang terdampak bencana,” ujarnya.