Kekerasan Seksual terhadap Anak Kembali Terjadi di Sultra
Selama setahun, seorang pria di Konawe Utara, Sultra, melakukan kekerasan seksual terhadap anak tirinya yang masih di bawah umur.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Seorang pria di Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara, ditangkap aparat kepolisian setelah dilaporkan istrinya. Agus (57) diketahui melakukan kekerasan seksual terhadap anak tirinya yang masih berusia 15 tahun selama satu tahun terakhir. Kasus kekerasan seksual di Sulawesi Tenggara terus menambah jumlah korban.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Konawe Utara Inspektur Satu Rahmat Zam Zam menyampaikan, pihaknya menangkap Agus di kediamannya pekan lalu, selang sehari setelah sang istri melaporkannya. Dari hasil penyelidikan sementara, diketahui pelaku telah melakukan pelecehan dan pemerkosaan terhadap anak tirinya sejak 2019.
”Awalnya, kami terima laporan dari seorang ibu yang melaporkan suaminya karena melihat gelagat mencurigakan. Pelapor melihat suaminya memeluk anaknya saat ia ingin memasak di dapur. Setelah laporan diterima, tim langsung turun melakukan penangkapan dan pemeriksaan,” kata Rahmat, saat dihubungi dari Kendari, Senin (28/12/2020).
Setelah memergoki aksi pelaku, tutur Rahmat, pelapor lalu menginterogasi korban. Korban lalu mengaku jika pelaku telah sering melakukan tindak asusila selama satu tahun terakhir. Tindak bejat pelaku, tutur Rahmat, pertama kali terjadi pada Juli 2019. Saat itu banjir bandang terjadi di Konawe Utara dan keluarga ini mengungsi ke rumah keluarga korban. Di rumah pengungsian itu, pelaku lalu melecehkan korban.
”Korban juga diancam kalau melapor maka ibunya akan terima akibatnya. Korban juga dikasih uang agar tutup mulut. Sejak saat itu, pelaku terhitung 20 kali melakukan pelecehan dan pemerkosaan kepada anak tirinya,” ucap Rahmat.
Atas perbuatan pelaku, menurut Rahmat, korban mengalami depresi. Saat ini, pihaknya mengupayakan pendampingan untuk pemulihan korban. Pelaku sendiri dikenai Pasal 81 Ayat 2 UU No 17/2016 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 64 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. Pelaku saat ini telah ditahan di Polres Konawe Utara.
Pelapor (ibu korban) dan pelaku, Rahmat melanjutkan, baru menikah sekitar 2 tahun lalu. Pelapor memiliki enam anak dari perkawinan terdahulunya. Berdasarkan pemeriksaan awal, pelaku mengaku hanya melakukan kekerasan seksual terhadap satu anak tirinya tersebut.
”Kami akan dalami keterangan pelaku dan saksi-saksi. Kami masih fokus pada penanganan psikis korban yang terganggu akibat perbuatan ayah tirinya,” ujar Rachmat.
Saat diinterogasi penyidik, pelaku sendiri mengakui perbuatannya. ”Sejak bulan Juli tahun lalu,” kata buruh bangunan ini.
Laxmi dari Pusat Studi Gender (PSG) dan Pemberdayaan Perempuan Universitas Halu Oleo menjabarkan, kasus kekerasan seksual dalam rumah tangga memang terus memperlihatkan gejala yang meningkat. Hal tersebut terjadi karena beberapa faktor, baik dari sisi budaya maupun struktur sosial.
Melihat sisi budaya, Laxmi menyampaikan, masyarakat semakin meninggalkan adat istiadat yang dahulu menjadi pegangan hidup. Kelakuan sehari-hari tidak didasarkan pada laku adat dan budaya yang sudah ada ditanamkan sejak dulu.
”Itu dari segi budaya. Namun, dari struktur sosial, adalah karena kuatnya patriarki di wilayah ini. Pria adalah penguasa di keluarga dan perempuan itu warga kelas dua yang rentan menjadi korban kekerasan seksual,” katanya.
Di samping itu, tutur Laxmi, saat perempuan menjadi korban, masyarakat sekitar cenderung turut menyalahkan korban sebagai penyebab terjadinya kekerasan seksual. Padahal, kekerasan seksual terjadi karena kesalahan pelaku dan tidak ada hubungannya dengan keseharian korban.
Akhirnya, korban mengalami kekerasan berulang di masyarakat. Padahal, yang paling penting adalah mendampingi untuk memulihkan mental dan merawat kesehatan diri korban.
”Pelaku itu bukan hanya dari kalangan masyarakat bawah, melainkan siapa saja bisa menjadi pelaku. Kita semua harus berperan agar kasus tidak terjadi dan korban tidak semakin bertambah,” kata Laxmi.
Oleh karena itu, tutur Laxmi, pemahaman terhadap adat dan budaya kembali menjadi penting di tengah masyarakat. Selain itu, meningkatkan kesadaran akan perempuan di masyarakat serta langkah mengantisipasi terjadinya kasus kekerasan seksual harus terus digaungkan.