10 Bulan Ditahan, James Watt yang Dikriminalisasi Akhirnya Bebas
James Watt yang merupakan pejuang lingkungan sudah menyelesaikan tanggung jawabnya sebagai warga negara dengan menjalani hukuman 10 bulan atas tuduhan yang, menurut dia, tidak masuk akal. Perjuangannya belum usai.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS – Seusai menjalani 10 bulan masa tahanan, James Watt (47), pejuang lingkungan dari Desa Penyang, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, akhirnya bebas. Meskipun demikian, upaya bandingnya di Mahkamah Agung masih terus berjalan.
James Watt ditahan dan diputus bersalah oleh Pengadilan Negeri Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, pada 15 Juni 2020 dan mendapatkan 10 bulan kurungan penjara. Ia telah menjalaninya hingga masa tahanannya berakhir pada Minggu, 27 Desember 2020.
Saat dihubungi Kompas, James Watt masih dalam perjalanan dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Sampit, Kotawaringin Timur, Kalteng, menuju rumahnya di Desa Penyang. Ia menjelaskan, pembebasannya dilakukan pada Senin (28/12/2020) pagi lantaran masa tahanannya berakhir pada hari Minggu di mana petugas sedang ada kesibukan.
”Mungkin banyak yang cuti, tetapi saya sudah bertemu dengan Kepala Lapas-nya dan beliau memberikan hak saya untuk bebas,” kata James.
James menjelaskan, dirinya bebas karena masa tahanannya sudah selesai, tetapi masih berharap bandingnya di Mahkamah Agung membuahkan hasil karena ia percaya dirinya tidak bersalah. ”Saya harap penegak hukum melihat substansi masalah ini,” katanya.
Sebelumnya, James Watt ditangkap bersama dua pejuang lingkungan lainnya, yakni Dilik dan Hermanus, lantaran dituduh mencuri 4,3 ton tandan sawit. Padahal, mereka mengambil lebih kurang 15 tandan sawit yang ditanam perusahaan perkebunan sawit PT. Hamparan Masawit Bangun Persada (HMBP). Lahan tempat mereka memanen sawit sebagai bentuk protes itu hingga kini masih berkonflik antara perusahaan dan masyarakat.
Pada hari persidangan ke-12, James Watt dijatuhi hukuman 10 bulan penjara, sedangkan Dilik 8 bulan penjara. Dilik lebih dulu bebas. Naas bagi Hermanus, ia meninggal sebelum sidang putusan di penjara karena mengalami sakit. Pada sidang ke-10, Hermanus terlihat sudah menggunakan kursi roda.
Salah satu anggota tim hukum James Watt, Dilik, dan Hermanus, Bama Adiyanto, mengungkapkan, pada saat persidangan jaksa Rahmi Amalia tidak bisa membuktikan keabsahan tanah tersebut milik PT HMBP. Mereka juga menampilkan bukti video yang menampilkan James Watt memberikan perintah untuk bekerja, yang kemudian dianggap oleh hakim ketua AF Joko Sutrisno sebagai bukti kuat James menyuruh Dilik dan Hermanus memanen sawit yang kemudian dianggap pencurian.
”Padahal, itu video lama sebelum kejadian pemanenan, itu video saat mereka mengerjakan parit dan membuat batas atau dalam tradisi Dayak disebut Hinting Pali,” kata Bama.
Bama mengungkapkan, banyak kejanggalan dalam kasus tersebut sehingga pihaknya menganggap James Watt, Dilik, dan Hermanus merupakan korban kriminalisasi. ”Mana bisa tiga orang memanen 4,3 ton sawit dalam sehari dengan tangan kosong,” ujarnya.
Menurut Bama, penangkapan James Watt bukan merupakan bentuk tindak pidana, tetapi merupakan kasus perdata. ”James Watt adalah seorang paralegal. Bersama warga, ia berusaha memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang sehat,” jelas Bama.
Menurut Bama, peran paralegal telah ditegaskan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum. Ada juga dalam Pasal 66 UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Keputusan Ketua Mahkamah Agung No 36/KMA/SK/II/2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup.
”James Watt dibebaskan karena haknya untuk bebas, tetapi proses hukum masih berjalan dan belum ada perpanjangan penahanan, kami harap penegak hukum benar-benar menegakkan hukum,” ungkap Bama.
Sebab, sejak 2 September 2019 lalu, James Watt sebenarnya telah ditunjuk secara resmi oleh warga Desa Penyang untuk mendampingi perjuangan mereka atas lahan yang dikuasai PT HMBP sejak puluhan tahun lalu. Saat itu, Ia bersama warga mengumpulkan data dan bukti pelanggaran perusahaan yang merupakan tugas paralegal.
Selain para pengacara, James Watt dan kawan-kawan didampingi oleh Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Provinsi Kalteng, Save Our Borneo, Justice, Peace and Integrity of Creation (JPIC). Koordinator Save Our Borneo Safrudin mengungkapkan, secara fisik memang James Watt sudah bebas, tetapi perjuangannya belum menang.
”Sampai saat ini belum ada putusan yang inkrah terhadap dirinya, kecuali MA sudah mengeluarkan keputusannya. Kasihan rakyat kecil kalau seperti ini,” kata Safrudin.
Sebelum pulang kembali ke rumah James Watt menyempatkan diri mampir di Sungai Mentaya, Kotawaringin Timur, untuk berendam. Ia juga membuang semua pakaiannya yang ia pakai selama dikurung dengan kepercayaan membuang sial. ”Seperti sungai yang mengalir, malapetaka tak akan kembali,” ujar James Watt.