Pandemi Covid-19, Natal di Gereja Santa Theresia Padang Dirayakan Sederhana
Umat Katolik di Gereja Katedral Santa Theresia Padang, Sumatera Barat, mengikuti misa Natal secara sederhana saat pandemi Covid-19.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Umat Katolik di Gereja Katedral Santa Theresia Padang, Sumatera Barat, mengikuti misa Natal secara sederhana saat pandemi Covid-19. Walaupun demikian, umat tetap berbahagia atas momen perayaan kelahiran Yesus ini. Pastor berpesan agar pandemi Covid-19 menyadarkan umat atas kekuasaan Tuhan.
Di Gereja Santa Theresia Padang, Jumat (25/12/2020), misa Natal dijadwalkan empat kali, yaitu pukul 07.00, 09.00, 11.00, dan 17.00 dengan durasi sekitar satu jam. Adapun misa malam Natal berlangsung pada Kamis (24/12/2020) pukul 18.30. Selain di gereja katedral, paroki juga menggelar misa malam Natal di Gedung Bergamin dan Ruang Doa Santo Yusuf.
Pantauan Kompas di Gereja Santa Theresia Padang, pada misa kedua, Jumat, ada sekitar 250 jemaat yang mengikuti misa. Biasanya, kapasitas gereja sekitar 800 orang. Misa berlangsung dengan menerapkan protokol kesehatan, yaitu jemaat mengenakan masker, mencuci tangan sebelum masuk, dan menjaga jarak.
Satu bangku yang biasanya ditempati sekitar enam orang kini cuma diisi satu orang hingga dua orang dengan berselang-seling. Pada bangku paling depan, dua jemaat duduk di tiap ujung bangku, sedangkan bangku di belakang cuma diisi satu jemaat di bagian tengah bangku.
Sementara itu, di luar gereja, tidak ada dekorasi yang mencolok, seperti pohon natal. Kepala Paroki Gereja Katedral Santa Theresia Padang Pastor Matheus Tatebburuk Pr menjelaskan, itu dilakukan agar jemaat tidak berkerumun dan langsung pulang seusai misa. Sebagian besar jemaat memang langsung meninggalkan gereja setelah beribadah.
Pastor Yakobus Ganda Jaya Nababan Pr, yang memimpin misa, dalam pesannya, menyampaikan, saat momen Natal ini, jemaat diingatkan agar meneladani Yesus. Allah yang luar biasa dan mahahebat mau merendahkan diri turun ke dunia di tengah-tengah manusia.
Ujian ini dapat dimaknai sebagai bagian penyelenggaraan Tuhan untuk menyadarkan manusia.
”Kenapa kita manusia tidak mau merendahkan diri untuk sesama? Kenapa kita susah sekali mengakui kekurangan dan kelemahan kita. Kenapa kita gengsi, seperti harga diri dan martabat kita jatuh kalau kita minta maaf atau mengakui kelemahan dan keberdosaan kita?” kata Pastor Yakobus, Jumat pagi.
Pastor Yakobus juga membahas terkait pandemi Covid-19 yang dihadapi manusia sejak Maret 2020 hingga sekarang. Kondisi ini dapat dikatakan sebagai ujian bagi jemaat karena mengalami penderitaan, kesulitan, dan kesusahan. Walakin, ujian ini dapat dimaknai sebagai bagian penyelenggaraan Tuhan untuk menyadarkan manusia.
”Kita harus berani bersyukur atas peristiwa ini. Semua itu karya yang dikehendaki Tuhan untuk kita agar semakin bisa mengakui Dia Yang Maha Kuasa. Membuat kita semakin lebih beriman, lebih peduli, dan simpati serta bersimpati; semakin mampu bersolidaritas dan bertoleransi. Bahkan, tidak cukup hanya bertoleransi, tetapi berempati dalam bentuk konkret lewat kasih,” ujar Pastor Yakobus.
Yuni Yantoko (46), jemaat asal Kecamatan Pauh, mengatakan, perayaan Natal tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Suasana di gereja terasa sepi karena adanya pembatasan jemaat yang bisa ikut, misalnya anak-anak dan orang lanjut usia.
”Tidak bisa satu keluarga ikut ke gereja. Anak kami usia 13 tahun dan 7 tahun ikut misa daring di rumah. Tahun lalu anak-anak diajak,” kata Yuni, yang datang ke gereja dengan istrinya, Fidelis Herawati (42).
Meskipun tahun ini lebih sederhana, Yuni tetap berbahagia di momen Natal. Yuni tetap merayakan Natal secara kecil-kecilan di rumah bersama keluarga kecilnya. Ia pun berharap kondisi kembali seperti sedia kala dan kehidupan kembali normal.
Suryani Manao (56), jemaat asal Kecamatan Padang Selatan, juga merasakan hal yang sama. Perayaan tahun ini sangat sederhana, tidak ada hiasan-hiasan natal yang megah seperti kondisi sebelum pandemi Covid-19. Selain itu, jumlah jemaat yang ikut misa juga tidak sebanyak biasanya karena dibatasi.
Kata Suryani, biasanya gereja bisa menampung jemaat sekitar 1.000 orang. Jika gereja penuh, petugas menyediakan tenda dan kursi serta monitor di halaman gereja agar jemaat bisa mengikuti misa. Namun, sekarang kapasitas gereja dibatasi sekitar 250 orang. Bahkan, Kamis malam, banyak jemaat kembali ke rumah karena tempat sudah penuh.
”Sangat menyedihkanlah, kasihan umat kalau tidak bisa ke gereja. Natal, kan, cuma sekali setahun. Jauh berbeda suasana Natal tahun ini,” kata Suryani yang ikut misa bersama suaminya, Georgeus Thaher Fau. Suryani beserta keluarganya beruntung bisa ikut misa Natal ke gereja karena dua anaknya sudah dewasa sehingga bisa ikut meskipun mereka datang di sesi berbeda.
Suryani berharap pandemi Covid-19 segera berlalu agar jemaat bisa mengikuti misa seperti biasa tanpa ada pembatasan. Dalam kondisi biasa, jemaat bisa menyambut dengan mendengarkan firman Tuhan bersama-sama dan bisa saling bersalaman mengucapkan selamat Natal.