Banjir Besar Masih Terus Mengancam Warga Bandung Raya
Hujan lebat selama lebih dari empat jam pada Kamis (24/12/2020) sore hingga malam memicu banjir di sejumlah lokasi di Bandung Raya. Dibutuhkan pengendalian banjir yang terintegrasi untuk meminimalkan dampak banjir.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Hujan lebat selama lebih dari empat jam pada Kamis (24/12/2020) sore hingga malam memicu banjir di sejumlah lokasi di kawasan Bandung Raya. Kurang optimalnya fungsi sungai dan drainase membuat banjir gampang meluap ke permukiman warga. Dibutuhkan pengendalian banjir yang terintegrasi untuk meminimalkan dampak.
Lokasi banjir berada di sebagian Kota Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung. Banjir menggenangi ribuan rumah, sejumlah ruas jalan, dan merusak jembatan.
Di Kota Bandung, banjir terjadi di beberapa titik, di antaranya kawasan Pasteur, Astanaanyar, Gedebage, Ujungberung, dan Sukajadi. Selain menggenangi permukiman warga, sejumlah ruas jalan juga sempat tidak dapat dilalui kendaraan karena tergenang dengan arus cukup deras.
Banjir di Kota Cimahi terjadi di kawasan Cimindi. Sementara di Kabupaten Bandung, banjir luapan Sungai Citarum melanda Kecamatan Dayeuhkolot, Baleendah, dan Kecamatan Bojongsoang.
Menurut hidrolog Universitas Padjadjaran, Chay Asdak, Jumat (25/12/2020), selain hujan dengan intensitas tinggi, banjir juga disebabkan belum terintegrasinya pengendalian banjir di Bandung Raya. Padahal, penyebab banjir di kawasan itu saling terkait.
Chay mengatakan, kawasan Bandung utara yang menjadi resapan air perlu segera dipulihkan untuk menekan limpasan air permukaan ke hilir. Kawasan ini banyak dieksploitasi untuk pembangunan hotel, kafe, dan kebun sayur.
Kawasan Bandung utara seluas 40.000 hektar berada di empat daerah, Kabupaten Bandung, Bandung Barat, serta Kota Bandung, dan Cimahi. Rehabilitasi kawasan itu dimulai pada akhir tahun lalu dengan menanam puluhan ribu pohon.
Air dari kawasan Bandung utara mengalir melalui sejumlah sungai melintasi Kota Bandung dan Cimahi. Kemudian menuju ke selatan di Kabupaten Bandung dan bermuara di Sungai Citarum.
”Persoalan banjir di Bandung Raya melibatkan sejumlah daerah. Jadi, diperlukan upaya pengendalian banjir yang terintegrasi untuk mengurangi dampaknya,” ujarnya.
Selain hujan dengan intensitas tinggi, banjir juga disebabkan belum terintegrasinya pengendalian banjir di Bandung Raya.
Chay menilai, infrastruktur pendukung pengendalian banjir belum optimal. Di Kota Bandung, misalnya, panjang drainase kurang dari 50 persen dari panjang jalan.
Wali Kota Bandung Oded M Danial mengatakan, pihaknya terus berupaya menangani dampak banjir. Selain membangun kolam retensi, juga membuat sumur resapan hingga tingkat kelurahan.
”Masyarakat agar lebih waspada dan berhati-hati menghadapi musim hujan, terutama yang tinggal di bantaran sungai,” ujarnya.
Banjir terparah
Salah satu lokasi terparah terdampak banjir di Kota Bandung adalah Kelurahan Cibadak, Astananyar, dengan ketinggian air mencapai 2 meter. Banjir akibat luapan Sungai Citepus itu membuat warga harus bertahan sekitar dua jam di lantai dua menunggu banjir surut.
”Ini salah satu banjir terbesar sepanjang 2020. Banjir sebelumnya ketinggian air masih 1,5 meter,” ujar Ketua RW 007 Kelurahan Cibadak Sutarsa, Jumat.
Derasnya arus banjir juga menyebabkan pagar jembatan di Gang Tresna Asih terputus. Sementara tembok sejumlah rumah warga rusak terkikis banjir.
Banjir di lokasi ini telah surut. Namun, warga masih khawatir karena Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi hujan lebat berpotensi terjadi hingga tiga hari ke depan.
Hingga Jumat sore, banjir setinggi setengah meter masih menggenangi permukiman warga di Dayeuhkolot dan Baleendah. Ketinggian banjir mencapai 1,2 meter pada Kamis malam.
Yuni (45), warga Dayeuhkolot, mengatakan, banjir itu yang terparah pada musim hujan akhir tahun ini. ”September lalu juga sempat banjir, tetapi di bawah 1 meter,” ujarnya.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jabar Dani Ramdan mengatakan telah membentuk satuan tugas (satgas) penanganan banjir di tingkat RW. Salah satu tugasnya membersihkan saluran air agar tidak tersumbat dan mudah meluap saat terjadi hujan lebat.
”Penyebab utama banjir adalah curah hujan tinggi akibat La Nina. Satgas perlu menyiapkan tempat evakuasi sementara di lingkungan masing-masing,” ucapnya.
Pada 10 Desember 2020, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat memulai pembangunan satu kolam retensi dan lima polder di Kabupaten Bandung. Keenam infrastruktur ini diharapkan memperkuat sistem pengendali banjir akibat luapan Sungai Citarum.
Kolam retensi dibangun di atas lahan seluas 4,85 hektar di Andir, Kecamatan Baleendah, dengan volume 137.500 meter kubik. Air yang ditampung di kolam ini akan dipompa ke Citarum dengan kapasitas 0,75 meter kubik per detik.
Lima polder dibangun di beberapa lokasi dengan luas dari 7,85 hektar sampai 78,2 hektar. Adapun total daya tampung sekitar 4.950 meter kubik.
Satu kolam retensi dan lima polder itu melengkapi infrastruktur pengendali banjir di Daerah Aliran Sungai Citarum. Sebelumnya, Kementerian PUPR telah membangun sejumlah infrastruktur, di antaranya kolam retensi Cieunteung, terowongan air Nanjung, dan floodway atau sodetan Cisangkuy.
Kolam retensi Cienteung terletak di Baleendah dengan daya tampung sekitar 190.000 meter kubik. Terowongan Nanjung yang terdiri dari dua terowongan air masing-masing sepanjang 230 meter dan diameter 8 meter berada di Margaasih.
Terowongan ini berfungsi untuk memperlancar aliran Sungai Citarum menuju Waduk Saguling. Kapasitas debit Citarum di kawasan itu meningkat dari 570 meter kubik per detik jadi 700 meter kubik per detik.