Pembelajaran Tatap Muka di Palembang Dinilai Berbahaya
Keputusan Pemerintah Kota Palembang untuk menerapkan pembelajaran tatap muka pada pekan kedua Januari 2021 dinilai berbahaya. Itu karena penyebaran Covid-19 di ibu kota Sumatera Selatan ini masih mengkhawatirkan.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Keputusan Pemerintah Kota Palembang untuk menerapkan pembelajaran tatap muka pada pekan kedua Januari 2021 dinilai berbahaya mengingat penyebaran Covid-19 di ibu kota Sumatera Selatan ini masih mengkhawatirkan. Beberapa sekolah juga masih belum berani untuk membuka sekolahnya lantaran sulit untuk mencegah kerumunan siswa jika pembelajaran tatap muka diterapkan.
Epidemiolog dari Universitas Sriwijaya Iche Andriyani Liberty, Rabu (23/12/2020), berharap agar Pemerintah Kota Palembang tidak gegabah untuk segera membuka sekolah. Alasannya, karena angka penularan Covid-19 di Palembang dan Sumatera Selatan masih tinggi.
Sebelumnya, Pemerintah Kota Palembang berencana membuka pembelajaran tatap muka di sekolah pada pekan kedua Januari 2021. Namun, pembukaan tersebut harus didukung dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat dan didasari kesepakatan pihak sekolah dengan wali murid. Pembukaan sekolah akan dilakukan dari tingkat pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga ssekolah menengah pertama.
Pelaksanaan belajar tatap muka itu dilakukan menindaklanjuti surat keputusan bersama (SKB) empat menteri yang menyatakan sekolah dapat dibuka pada Januari 2021. Pembelajaran tatap muka dilakukan dengan aturan yang ketat, yakni waktu belajar hanya 20 menit per satu mata pelajaran dan dalam satu kelas tidak boleh lebih dari 18 siswa. Selain itu, pembelajaran di sekolah dilakukan dengan sistem bergantian (shift).
Berdasarkan data dari situs tanggap Covid-19 Sumatera Selatan tercatat kasus konfirmasi positif di Sumsel mencapai 10.847 orang. Dari jumlah tersebut, 4.908 orang di antaranya berada di Palembang. Angka kematian pun terbilang tinggi. Kasus kematian di Sumsel mencapai 579 orang (5,34 persen), setali tiga uang, angka kematian di Palembang mencapai 261 kasus (5,31 persen).
Dari sisi positivity rate (rasio pemeriksaan dengan kasus positif Covid-19) di Sumsel masih sekitar 24 persen, jauh dari positivity rate yang dinilai aman, yakni di bawah 5 persen. ”Bahkan, negara yang sudah berani membuka sekolah, positivity rate-nya di bawah 5 persen dengan angka kematian hanya 1 persen,” ucap Iche. Atas dasar inilah, dia menilai pembelajaran tatap muka pada bulan Januari terbilang prematur dan berbahaya.
Bahkan, negara yang sudah berani membuka sekolah, positivity rate-nya di bawah 5 persen dengan angka kematian hanya 1 persen.
Iche mengingatkan, sudah terjadi kluster penularan di lembaga pendidikan di Indonesia, termasuk di Sumsel. Puluhan santri di Lubuk Linggau terpapar Covid-19.
Kalaupun dengan terpaksa harus membuka sekolah, lanjut Iche, lebih baik dimulai dari siswa SMA/SMK, atau setidaknya siswa kelas IX yang akan mengikuti ujian nasional. ”Kalau untuk anak pada tingkatan di bawah itu akan sangat berisiko, apalagi PAUD yang masih memiliki jiwa bermain,” ucapnya.
Menurut dia, dengan kondisi Kota Palembang yang jaringan telekomunikasinya terbilang baik, semestinya tidak terburu-buru mengambil keputusan untuk membuka sekolah. ”Selama angka penularan masih tinggi, lebih baik belajar daring terlebih dulu,” ucapnya.
Alangkah baiknya, ujar Iche, pembelajaran tatap muka dilakukan pada saat positivity rate dan juga angka penularan di Palembang cenderung menurun. ”Jangan sampai kita mengorbankan masa depan anak,” katanya.
Kepala Sekolah Dasar Negeri 55 Palembang Rohana mengatakan, pihaknya belum berani memulai pembelajaran tatap muka. Hal ini juga didukung oleh orangtua siswa yang sekitar 75 persen tidak setuju pembelajaran tatap muka diberlakukan pada Januari 2021.
Menurut dia, pembukaan sekolah akan berisiko pada siswa di kelas kecil (1-3) karena jiwa mereka masih ingin bermain dan berkumpul. Apalagi jumlah guru yang bertugas terbatas sehingga pengawasan tidak optimal.
Terkait dengan kesiapan sarana dan prasarana, ujar Rohana, sudah tersedia tempat pencuci tangan, tempat duduk juga sudah disusun untuk dapat menjaga jarak. Setiap orang yang datang juga diwajibkan memakai masker. Namun, di tengah kondisi Palembang yang masih zona merah, Rohana tetap tidak berani membuka sekolahnya.
Pembukaan sekolah akan akan berisiko pada siswa di kelas kecil (1-3) karena jiwa mereka masih ingin bermain dan berkumpul.
Wakil Kepala Sekolah Bidang Sarana dan Prasarana SMP Negeri 4 Palembang Eka Maulina menuturkan, wacana pelaksanaan pembelajaran tatap muka memiliki manfaat dan risiko tersendiri. Dari sisi manfaat, pembelajaran tatap muka dapat mempermudah guru menyampaikan materi pelajarannya. ”Dengan tatap muka, daya serap siswa terhadap materi lebih tinggi dibandingkan dengan belajar jarak jauh,” ucapnya.
Di sisi lain, lanjut Eka, belajar tatap muka ini dapat memicu risiko penularan ke anak karena siswa sulit sekali menjaga jarak. Hal ini terlihat saat pembagian rapor. Saat itu siswa diminta berfoto. Saat proses pengambilan foto selesai, mereka berkerumun walau masih menggunakan masker. ”Ini tentu harus diwaspadai,” ucapnya.
Terkait dengan persetujuan orangtua, ujar Eka, sekitar 85 persen orangtua telah mengirimkan surat pernyataan setuju untuk dilakukan pembelajaran tatap muka. ”Namun, saat itu Palembang belum zona merah. Nantinya, hal ini akan dikoordinasikan kembali kepada orangtua,” ucap Eka.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Sumatera Selatan Eko Wirawan menuturkan, sejumlah instansi terkait sudah menyusun rumusan tentang pembelajaran tatap muka ini. Di berharap rumusan tersebut dapat diterapkan dengan baik di lapangan.
Untuk itu, perlu ada tim khusus yang dibentuk guna mengawasi kegiatan belajar-mengajar agar tetap sesuai dengan protokol kesehatan. Mereka yang akan bertugas untuk menyampaikan perkembangan dan fakta lapangan kepada pemerintah, dalam hal ini satgas penanganan covid-19. Tim ini pun yang akan menjadi penanggung jawab jika sewaktu-waktu terjadi hal yang tidak diinginkan.