Jangan Main-main Soal Janji
Pilkada 2020 tujuh kabupaten di Kalimantan Barat telah usai. Pemimpin terpilih jangan kecewakan rakyat. Ingat pula, pilkada terselenggara berkat pengorbanan berbagai pihak di tengah pandemi Covid-19.
Pilkada 2020 tujuh kabupaten di Kalimantan Barat telah usai. Pemimpin terpilih jangan kecewakan rakyat. Ingat pula, pilkada terselenggara berkat pengorbanan berbagai pihak di tengah pandemi Covid-19. Bahkan, ada yang bertarung dengan ganasnya alam sejak awal tahapan.
Ada tujuh kabupaten di Kalbar yang menjalani pilkada serentak tahun ini. Tujuh kabupaten tersebut yakni Kabupaten Kapuas Hulu, Sintang, Melawi, dan Sekadau. Selain itu, Kabupaten Bengkayang, Sambas, dan Ketapang.
Para pemimpin terpilih di tujuh kabupaten hendaknya belajar dari kejadian baru-baru ini. Warga TPS 01 Dusun Geruguk, Desa Kumang Jaya, Kecamatan Empanang, Kabupaten Kapuas Hulu, perbatasan Indonesia-Malaysia, memilih golput pada hari pencoblosan, Rabu (9/12/2020). Golput dipicu kekecewaan warga karena kampung belum dialiri listrik.
Pada Rabu sekitar pukul 10.00, Kepala Kepolisian Sektor Empanang menerima laporan dari petugas pengamanan terkait adanya warga yang golput. Kapolsek kemudian berkoordinasi dengan unsur pimpinan di kecamatan dan ketua Panitia Pemilihan Kecamatan.
Tim akhirnya menuju TPS 01. Setelah di lokasi, tim bernegosiasi dengan masyarakat agar mereka menggunakan hak pilihnya. Namun, warga tidak mau menggunakan hak pilihnya. Warga yang beralamat di dusun tersebut tidak diizinkan warga mencoblos.
Baca juga: Warga Satu TPS di Kapuas Hulu Golput karena Kampung Belum Dialiri Listrik
”Sebelum kami datang, ibu-ibu ada yang ingin mencoblos, tetapi ada warga yang melarang. Penyelenggara juga dilarang mencoblos awalnya,” ungkap Camat Empanang Donatus Dudang, Rabu (9/12/2020).
Sekitar pukul 11.00, tim kembali ke kecamatan setelah negosiasi tersebut. Sebab, di sekitar TPS tidak ada sinyal. Untuk mendapatkan saran dari Komisi Pemilihan Umum, bupati atau pemangku kebijakan lain perlu ke kecamatan untuk membuat laporan.
Sekitar pukul 11.30 ada arahan dari Kepala Kepolisian Resor Kapuas Hulu bahwa kapolsek, camat, dan tim lainnya diperkenankan bernegosiasi lagi agar masyarakat tidak golput. Hasilnya, menjelang pukul 13.00, menjelang TPS ditutup, warga memperkenankan penyelenggara mencoblos.
Hasilnya, ada 11 orang mencoblos. Mereka terdiri dari anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) 6 orang, yang seharusnya tujuh orang, tetapi karena satu orang sudah meninggalkan tempat, maka hanya enam orang.
”Satu anggota KPPS meninggalkan TPS itu kemungkinan karena melihat sepertinya sudah tidak ada harapan lagi untuk mencoblos,” ujar Dudang.
Selain itu, ada dua orang anggota Linmas juga mencoblos. Anggota Panitia Pemungutan Suara dan sekretariatnya 2 orang, ditambah 1 orang pengawas kecamatan yang pindah memilih karena mengawas di sana. Total ada 11 orang mencoblos. Namun, warga asli dusun tersebut yang mencoblos hanya 10 orang dari 87 daftar pemilih tetap.
Puncak kekecewaan
Alexius Isa (54), warga Dusun Geruguk, Kamis (17/12/2020), mengungkapkan, dari dulu setiap musim kampanye politikus sering mengatakan listrik akan masuk ke kampung. Namun, tak kunjung terealisasi.
”Masyarakat kecewa suara mereka tidak didengarkan,” ungkapnya.
Setiap musim kampanye masyarakat dijanjikan pengerasan jalan, perbaikan jembatan dan listrik. Beberapa kali masyarakat mencoblos, tetapi tidak pernah ada perhatian. ”Kemaren puncak kekecewaan masyarakat. Tahun 2019 juga ada janji-janji legislatif,” ujarnya.
Masyarakat kecewa suara mereka tidak didengarkan. (Alexius Isa)
Menurut Alexius, masyarakat sudah tiga kali mengusulkan pengadaan listrik sejak 2018 dan terakhir November 2020 kepada pemangku kebijakan. ”Terakhir kami diminta membuat proposal baru supaya mendapat listrik. Kemaren ada rapat di kampung, katanya awal 2021 listrik masuk,” ujarnya.
Selama ini sulit ketika tidak ada listrik. Apalagi Dusun Geruguk pusat desa. Saat mengerjakan berkas harus menggunakan genset. Pernah juga warga bersalin dalam kondisi penerangan seadanya, menggunakan pelita. Anak-anak belajar pada malam hari menggunakan penerangan seadanya. Dusun Geruguk dihuni sekitar 42 keluarga.
”Harapan kami kepada bupati terpilih, untuk membangun perbatasan. Terutama jalan dan listrik,” ungkap Alexius.
Hal itu merupakan puncak kekecewaan masyarakat terhadap janji-janji para politikus dan pemimpinnya. Para pemimpin dan politikus hendaknya belajar dari kejadian tersebut agar jangan main-main dengan janji kampanye.
Stephanus Mulyadi, Ketua Forum Organisasi Masyarakat Sipil Kapuas Hulu, menuturkan, wilayah tersebut terletak di perbatasan Indonesia-Malaysia. Selain belum dialiri listrik, jalan di daerah itu juga masih jelek. Mereka selama ini tidak pernah diperhatikan.
Kondisi pendidikan juga belum memadai, misalnya dalam satu sekolah hanya ada satu guru. Fasilitas pendidikan juga belum memadai. Demikian juga dengan bidang kesehatan, masih minim perhatian pemerintah.
”Saya pernah ke sana beberapa tahun lalu. Golput ini bukanlah pertama kalinya. Kampung itu minim pembangunan. Wajar jika mereka mengekspresikan kekesalannya seperti itu,” kata Stephanus.
Dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura, Pontianak, Erdi, menilai, bupati yang menang hendaknya membuat salah satu program unggulannya elektrifikasi. ”Saya tidak menyalahkan rakyat golput karena rakyat merasa siapa pun pemimpinnya penerangan saja tidak bisa dinikmati,” ujarnya.
Baca juga: Tiga Bupati Petahana Tumbang dalam Pilkada 2020 di Kalimantan Barat
Bupati yang terpilih hendaknya mampu mencapai rasio elektrifikasi 93 persen dari kondisi sekarang 87 persen. Oleh karena itu, desa-desa yang bisa dilakukan elektrifikasi didata berkoordinasi dengan Perusahaan Listrik Negara. APBD bisa juga diarahkan untuk elektrifikasi.
”Elektrifikasi selama ini menghitung secara global, jika di suatu desa ada listrik sudah dianggap ada elektrifikasi. Namun, apakah seluruh dusun terelektrifikasi atau tidak harus didata supaya elektrifikasi menyeluruh di masyarakat,” papar Erdi.
Pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura, Pontianak, Jumadi, menilai, warga menggunakan hak pilihnya atau tidak merupakan hak warga negara. Kalau mereka tidak menggunakan hak pilih karena tidak ada tekanan, itu menjadi hak mereka.
Namun, terlepas dari itu, tentu ada keprihatinan kalau sampai ada warga tidak menggunakan hak pilihnya walau itu hak mereka. Hal ini hendaknya menjadi catatan pemerintah, misalnya ada resistensi terhadap penggunaan hak pilih.
”Ini bagian dari bentuk reaksi politik masyarakat terhadap kondisi di lingkungannya. Itu wajar,” ujar Jumadi.
Ke depan, hal ini menjadi pekerjaan rumah siapa pun yang terpilih menjadi bupati dan wakil bupati Kapuas Hulu, apa yang menjadi keluhan masyarakat harus menjadi catatan. Kapuas Hulu cukup luas dan terletak paling ujung Kalbar.
”Dengan berbagi keterbatasan infrastuktur harus bisa menjadi perhatian. Ini soal strategi kebijakan pembangunan untuk memetakan skala prioritas pembangunan,” paparnya.
Hal ini juga menjadi catatan bagi penyelenggara pemilu. Ke depan perlu ada upaya-upaya lebih intensif untuk memberikan sosialisasi dan informasi. Meski apa pun bentuk sosialisasi yang diberikan, kembali kepada pemilih apakah mereka menggunakan hak pilih atau tidak.
Hargai pengorbanan
Pemenang pilkada juga hendaknya ingat bahwa pilkada di Kalbar terselenggara atas pengorbanan sejumlah pihak di tengah pandemi Covid-19 dan tantangan alam. Sejak awal tahapan pilkada dimulai, tantangan telah muncul.
Mira Kurniyati (37), salah seorang petugas pemutakhiran data pemilih (PPDP) di Kabupaten Sintang, misalnya, menerjang banjir 1 meter demi mencocokkan data pemilih (coklit), Juli. Ia menggunakan pelindung wajah, tangan kiri mengangkat tas berisi berkas-berkas. Ia sempat terperosok ke lubang hingga tubuhnya basah.
Demikian juga dengan Hersi Destari (37), PPDP TPS 02 Kecamatan Tempunak, Sintang, yang menerjang banjir dan bekerja di tengah pandemi Covid-19 bulan Juli. Saat berangkat ke lokasi coklit, ia menumpang perahu cepat dengan biaya Rp 10.000 agar pakaian tetap kering saat bertemu warga.
Saat pulang, ia terjang banjir sekitar 1 meter untuk menghemat ongkos. Ia harus memberanikan diri. Terlintas di benak ada ular di antara air, tetapi ia fokus pada lubang-lubang di tengah banjir yang deras. Dengan mengenakan pelindung wajah dan tangan memegang tas yang disunggi, ia menerobos banjir.
[video width="640" height="352" mp4="https://kompas.id/wp-content/uploads/2020/12/VID-20201210-WA0147.mp4"][/video]
Bahkan, Hersi harus membawa anaknya, Khanza (11 bulan), saat coklit. Tangan kanan memegang tas berkas, tangan kirinya memeluk Khanza yang sedang tidur. Penuh perjuangan dengan membawa anak. Sebab, tidak ada yang menjaga anaknya.
Menerjang banjir sudah dialami para PPDP sejak awal bergabung. Saat menjalani tes cepat Covid-19 dan bimbingan teknis (bimtek), Yulius Niki Aldianto (32), PPDP TPS 01 Desa Tuguk, Kecamatan Kayan Hilir, Sintang, dan beberapa rekannya juga mengarungi banjir 2-3 meter.
Akibat banjir, Yulius dan rekannya perlu waktu empat jam jalan kaki dari Desa Tuguk ke ibu kota kecamatan. Biasanya, mereka hanya butuh waktu 1 jam 30 menit dengan jarak 9 kilometer. Dari 9 km jalan, enam lokasi terendam. Barang bawaan dibungkus plastik, dimasukkan tas, lalu ditaruh di baskom. Baskom didorong melintasi banjir.
Pengorbanan sejumlah pihak tidak sampai di situ. Seusai pemungutan suara, rombongan penyelenggara pemilu di Kapuas Hulu harus mengarungi ganasnya sungai untuk mengambil logistik pemilu di pedalaman, Kamis (10/12/2020).
Pada hari tersebut, rombongan penyelenggara pemilu Kapuas Hulu menyeberang sungai setelah menyelesaikan tugas pemilu di Desa Tanjung Lokang. Kemudian, petugas pemilu menuju Desa Bungan Jaya, Kecamatan Putussibau Selatan, sekaligus mengambil logistik pemilu.
Baca juga: Mesin Rusak hingga Nyaris Hanyut di Sungai Kapuas
Dalam perjalanan mengarungi sungai yang deras, perahu cepat (speed boat) yang mereka pergunakan kecelakaan sehingga perahu pecah. Selain arus sungai yang deras, juga terdapat banyak batu besar.
Namun, logistik dan rombongan selamat. Masyarakat yang sedang beraktivitas di sungai juga membantu. Daerah tersebut termasuk daerah yang masih terisolasi yang hanya bisa ditempuh menggunakan jalur sungai. Perlu waktu berhari-hari petugas mengarungi sungai dari Putussibau, ibu kota Kapuas Hulu, menuju kampung-kampung di hulu.
Erdi menuturkan, para pemenang pilkada diharapkan ketika menjabat fokus pada persoalan-persoalan kritis bangsa, antara lain pendidikan, layanan kesehatan, serta kematian ibu dan anak karena hal itu memengaruhi indeks pembangunan manusia.
Infrastruktur juga masih perlu mendapat perhatian. Apalagi dengan adanya pandemi Covid-19, persolaan infrastruktur hampir terabaikan. Jika infrastrktur diperbaiki, nilai tukar petani juga akan bagus sehingga berdampak signifikan pada kesejahteraan masyarakat. Program calon bupati yang kalah bisa diakomodasi jika dirasa baik untuk kemajuan daerah.
Bupati yang terpilih juga harus memberantas korupsi. Jangan menjadi bagian dari korupsi.