Potensi Kopi Robusta dan Liberika Karawang Terbuka Dikembangkan
Untuk memaksimalkan potensi lokal di Karawang, Jabar, pemerintah daerah terus mengembangkan kopi lokal. Bantuan pelatihan pengolahan komoditas dari hulu hingga hilir diharapkan kian meningkatkan kualitas dan kuantitas.
Oleh
MELATI MEWANGI
·3 menit baca
KARAWANG, KOMPAS — Kabupaten Karawang menyasar pengembangan penanaman kopi robusta dan liberika. Bantuan pelatihan untuk mengolah komoditas dari hulu hingga hilir diharapkan kian meningkatkan kualitas dan nilai jual produk.
Dua kecamatan di Karawang yang memiliki perkebunan kopi adalah Tegalwaru dan Pangkalan. Keduanya berada di lereng Gunung Sanggabuana, berjarak sekitar 50 kilometer dari pusat kota Karawang. Untuk menuju perkebunan kopi, akses jalan yang tersedia berupa jalan setapak tanah yang hanya bisa dilalui kendaraan roda dua.
Jenis kopi yang tumbuh di Karawang adalah robusta dan liberika. Luas kebun kopi di Karawang sekitar 450 hektar. Produktivitas rata-rata per tahun sebesar 1 ton biji kopi per hektar.
Kepala Dinas Pertanian Karawang Hanafi Chaniago, Senin (21/12/2020), mengatakan, kopi lokal Karawang sangat potensial dikembangkan sebagai produk unggulan. Namun, hingga kini, potensinya belum banyak dikenal. Sebagian besar petani masih menjual hasil panen dalam bentuk biji kopi mentah atau biji yang belum difermentasi.
Hanafi mengatakan, hasil panen kopi itu bisa semakin ditingkatkan dengan perawatan tanaman lebih ekstra dan regenerasi tanaman tua. Selain penguatan proses di hulu, pengolahan pascapanen juga tak boleh dilewatkan.
Para petani kopi, kata dia, juga akan didorong untuk menjual hasil panen dengan harga lebih tinggi. Artinya, hasil panen tidak dijual mereka dalam bentuk biji mentah saja yang harganya relatif rendah. Pihaknya akan memfasilitasi pelatihan untuk para petani dan anak muda guna mengolah kopi dari proses tanam hingga pascapanen.
Sabtu (19/12/2020), Bupati Karawang Cellica Nurrachadiana meresmikan pembentukan Asosiasi Petani Kopi Karawang (Apeki). Wadah tersebut diharapkan Cellica dapat semakin meningkatkan produksi dan kualitas kopi Karawang melalui koordinasi dan berbagi pengetahuan antarpetani. Kesejahteraan petani kopi Karawang juga diharapkan semakin berkembang dan menjadi magnet tersendiri bagi anak muda untuk terjun sebagai petani.
Sebagian besar petani masih menjual hasil panen dalam bentuk biji kopi mentah atau biji yang belum difermentasi.
Ketua Apeki Saepul Riki mengatakan, mayoritas petani kopi di Karawang menjual hasil panen kepada tengkulak dengan harga yang tidak pasti. Saat ini, harga biji kopi mentah Rp 2.500-Rp 3.000 per kilogram. Jika petani mau mengolahnya hingga proses fermentasi (green bean), harga jualnya bisa mencapai Rp 15.000 per kg.
Tidak semua petani melakukan pengolahan hingga hilir karena membutuhkan waktu relatif lama. Beberapa mungkin membutuhkan uang tunai segera. Lewat asosiasi ini, dia ingin memutus mata rantai tengkulak dan mengajak para petani agar mengolah kopi lebih baik.
Dari 200 petani kopi yang ada di Karawang, sekitar 140 orang berusia di atas 40 tahun dan 60 orang lainnya di bawah 30 tahun. Menurut dia, anak muda berpotensi untuk mengenalkan kopi lokal kepada publik. Konsepnya adalah mengenalkan kopi Karawang dari proses kopi ditanam oleh petani lokal hingga disajikan di cangkir.
”Kami berharap bisa semakin meningkatkan kualitas dan kuantitas kopi lokal ini. Target kami menguatkan produk di pasar Karawang terlebih dulu. Kalau di dalam sudah kuat (branding), nanti ke luar semakin mudah,” kata Riki.