Polisi Tangkap Penyebar Hoaks Terkait Pandemi di Kota Malang
Kepolisian Resor Kota Malang Kota menangkap seorang penyebar hoaks atau kabar bohong terkait situasi pandemi di Kota Malang, Jawa Timur.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·4 menit baca
MALANG, KOMPAS — Kepolisian Resor Kota Malang Kota menangkap seorang penyebar hoaks atau kabar bohong terkait situasi pandemi di Kota Malang, Jawa Timur. Kabar bohong itu dinilai meresahkan masyarakat.
Kabar bohong tersebut adalah tentang ajakan tidak masuk ke Kota Malang pada 14-25 Desember 2020 karena Kota Malang sedang lockdown dan bagi pendatang akan dikarantina selama 14 hari. Kabar itu disebarluaskan melalui jejaring media sosial.
”Kabar itu tidak benar dan sangat meresahkan masyarakat. Pesan saya, janganlah kita membuat kabar bohong yang bisa memengaruhi masyarakat, bisa mengganggu imunitas. Oleh karena itu, pelaku penyebar hoaks itu kami tindak dan berkasnya akan segera dilimpahkan ke kejaksaan,” kata Kepala Polresta Malang Kota Komisaris Besar Leonardus Simarmata, Senin (21/12/2020).
Polisi menangkap AC (52), warga Paciran, Kabupaten Lamongan, Jatim, di rumahnya pada Kamis (17/12) pukul 01.00 WIB. Polisi menelusuri tersangka melalui media sosial dan menemukan tersangka menyebarkan kabar bohong tersebut melalui akun Facebook miliknya.
”Barang bukti yang diamankan adalah satu telepon seluler serta satu tangkapan layar penyebaran berita bohong melalui Facebook. Tersangka dijerat Pasal 14 Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1948 tentang penyebaran berita bohong, subsider Pasal 45 Ayat (3) UU No 19/2016 tentang Perubahan atas UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,” kata Leo. Ancaman hukuman untuk AC adalah 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Tersangka AC saat ditanya oleh polisi mengaku menyesal telah menyebar kabar bohong itu. ”Saya ini orang desa, tidak tahu apa-apa dan hanya menggunakan media sosial untuk senang-senang. Saya meneruskan kabar dari grup yang saya terima. Saya menyesal jika berdampak seperti ini. Saya khilaf,” katanya.
Adapun terkait kewajiban uji cepat antigen kepada pendatang dan wisatawan yang menginap di hotel di Kota Malang, Leo mengaku hingga saat ini belum ada kebijakan razia atau menjaga batas-batas kota secara khusus. ”Itu kebijakan yang akan dirumuskan oleh Kepolisian Daerah Jawa Timur,” katanya.
Untuk mencegah terus bertambahnya kasus Covid-19 di Kota Malang, Pemkot Malang sebelumnya mengeluarkan pengumuman kewajiban tes cepat antigen bagi pendatang dari luar kota yang berkunjung dan menginap di Kota Malang pada libur Natal dan Tahun Baru.
”Kebijakan uji cepat antigen itu diperuntukkan bagi wisatawan yang akan menginap di hotel ataupun bagi pendatang yang berkunjung dari luar Kota Malang. Ini semua semata-mata guna menekan laju penambahan baru kasus Covid-19 di Kota Malang yang terus terjadi dalam jumlah besar,” kata Kepala Bagian Humas Pemkot Malang Nur Widianto.
Saat ini, Kota Malang kembali masuk ke dalam zona merah atau risiko tinggi penularan Covid-19. Rasio penularannya mencapai 1,04, atau seorang penderita berpotensi menularkan Covid-19 kepada lebih dari satu orang.
Namun, kebijakan itu dinilai akan menyulitkan bisnis perhotelan. Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Timur Dwi Cahyono mengatakan, kebijakan itu merupakan keputusan yang sulit bagi hotel. Saat ini, harapan satu-satunya hotel untuk menutup segala keterpurukan selama pandemi adalah dari kunjungan wisatawan.
”Saya rasa kewajiban wisatawan untuk rapid antigen akan berdampak pada keputusan membatalkan perjalanan atau, paling tidak, akan menunda sekitar 70 persen kunjungan,” kata Dwi.
Menurut Dwi, sebelum ada kebijakan tes cepat antigen, pihak hotel dan restoran sudah berupaya agar virus tidak menyebar lebih masif. ”Itu sebabnya kami sudah menerapkan protokol kesehatan serta melengkapi dengan sertifikat CHSE (kebersihan, kesehatan, keamanan, dan lingkungan berkelanjutan) dan lainnya. Kami sangat mendukung penerapan protokol kesehatan demi keamanan dan kenyamanan semua pihak,” tutur Dwi.
Sales and Marketing Manager Hotel Tugu, Malang, Sarasvati mengatakan, selama ini pihaknya sudah menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Karena itu, dia menilai, jika kembali mewajibkan uji cepat antigen, menjadi terlalu berlebihan.
”Agak terlalu berlebihan kalau kita sebagai hotel menerapkan itu karena rapid antigen pun tidak menjamin 100 persen. Namun, sesuai arahan pemerintah, seharusnya kita sebagai hotel cukup menerapkan protokol kesehatan dengan ketat dan disiplin sehingga ekonomi dan kesehatan tetap berjalan berimbang. Seperti yang selama ini sudah kami lakukan, salah satunya adalah dengan menghindari kerumunan dan area Hotel Tugu tidak ada yang tertutup, area publik semua terbuka dan tanpa AC,” papar Sarasvati.