Pasangan calon bupati Solok, Nofi Candra-Yulfadri, mendaftarkan permohonan perselisihan hasil pemilihan ke Mahkamah Konstitusi. KPU Kabupaten Solok bersiap menghadapi gugatan tersebut.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Pasangan calon bupati Solok, Nofi Candra-Yulfadri, mendaftarkan permohonan perselisihan hasil pemilihan ke Mahkamah Konstitusi. Paslon mencurigai adanya sejumlah pelanggaran ataupun kecurangan dalam pilkada yang merugikan mereka. Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Solok bersiap menghadapi gugatan tersebut.
Gugatan paslon nomor urut satu yang merupakan petahana wakil bupati itu diajukan ke MK pada Minggu (20/12/2020) pukul 22.17. Adapun akta pengajuan permohonan pemohon Nomor 78/PAN.MK/AP3/12/2020 dibuat dan ditandatangani panitera Muhidin pada Senin (21/12/2020) pukul 08.56.
Kuasa hukum Nofi-Yulfadri, Mevrizal, mengatakan, hal yang menjadi pokok permohonan adalah perselisihan hasil rekapitulasi yang ditetapkan oleh KPU Kabupaten Solok pada Kamis-Jumat (16-17/12/2020). Berdasarkan penghitungan pihak Nofi-Candra, kata Mevrizal, suara mereka lebih banyak dibandingkan dengan hasil rekapitulasi oleh KPU Solok.
Sementara itu, KPU Kabupaten Solok menyatakan, paslon nomor urut dua, Epyardi Asda-Jon Firman Pandu, yang diusung PAN dan Gerindra meraih 59.625 suara, unggul 814 suara atas Nofi-Yulfadri, yang diusung Nasdem dan PPP. Posisi ketiga ditempati paslon nomor urut tiga, Desra Ediwan Anantanur-Adli, yang diusung Golkar dan PKS dengan 28.490 suara, diikuti oleh paslon nomor urut empat, Iriadi Datuak Tumanggung-Agus Syahdeman, yang diusung Partai Demokrat, PDI-P, dan Hanura dengan 22.048 suara.
Mevrizal menjelaskan, alasan Nofi-Yulfadri mengajukan gugatan ke MK karena adanya dugaan kecurangan atau pelanggaran saat proses pemilihan yang merugikan mereka. Salah satu yang dicurigai adalah adanya 20 lebih tempat pemungutan suara (TPS) yang jumlah suara tidak sahnya terlalu besar.
”Suara tidak sah yang terlalu besar itu diduga merugikan perolehan suara Nofi Candra-Yulfadri,” kata Mevrizal ketika dihubungi dari Padang, Senin siang.
Dilanjutkan Mevrizal, dugaan kecurangan lainnya adalah terdapatnya daftar hadir sejumlah pemilih di beberapa TPS di Nagari Salayo, Kecamatan Kubung, yang telah terisi. Akhirnya, pemilih yang hendak mendukung Nofi-Yulfadri tersebut tidak dapat mencoblos meskipun membawa undangan memilih atau formulir C6 pemberitahuan.
Selain itu, kata Mevrizal, pihak Nofi-Yulfadri juga menemukan adanya beberapa pemilih yang tidak dapat menggunakan hak suaranya karena datang lebih awal daripada jadwal yang tertera di formulir C6 pemberitahuan. Walaupun lebih awal, mereka datang masih dalam rentang waktu pemungutan suara pada pukul 07.00-13.00.
”Pas datang ke TPS, mereka ditolak oleh KPPS. Misalnya, jadwal mereka memilih pukul 09.00. Karena mereka petani, hendak bekerja di sawah, pada pukul 08.00 mereka sudah datang. Mestinya hal seperti ini ditoleransi oleh KPPS, kan, tidak mesti menunggu pukul 09.00 pula mereka memilih,” ujar Mevrizal.
Dugaan lainnya, kata Mevrizal, ditemukannya pendukung pasangan lain memilih lebih dari satu kali. Kemudian, ada pula dugaan mobilisasi massa paslon melalui perangkat nagari dan dinas yang dikemas dalam program bedah rumah.
Secara terpisah, komisioner KPU Kabupaten Solok Divisi Teknis Penyelenggaraan, Defil, mengatakan, KPU Solok sudah melaksanakan penghitungan di TPS, rekapitulasi di tingkat kecamatan, dan rekapituasi di tingkat kabupaten. Sepanjang proses itu, memang ada paslon yang menyampaikan sejumlah keberatan.
”Namun, ketika kami minta bukti agar dugaan mereka punya dasar, mereka tidak memperlihatkan buktinya. Kalau ada memperlihatkan bukti, tentu kami menindaklanjutinya. Namun, sampai di tingkat kabupaten, bukti itu tidak mereka perlihatkan,” kata Defil.
Dokumen yang dimiliki KPU Kabupaten Solok, saksi, dan badan pengawas pemilu datanya sama.
Sebagai contoh, kata Defil, pihak paslon mencurigai adanya kecurangan dalam pemilihan. Agar dugaan mereka berdasar, seharusnya mereka punya data pembanding, misalnya berupa dokumen. Dokumen yang mereka miliki kemudian bisa dibandingkan dengan dokumen KPU agar bisa ditemukan berapa perbedaan data dan di mana perbedaannya.
Menurut Defil, dokumen yang dimiliki KPU Kabupaten Solok, saksi, dan badan pengawas pemilu datanya sama. Maka, tidak ada yang patut dicurigai dari proses pemungutan dan penghitungan suara dari tingkat TPS, kecamatan, hingga kabupaten.
Terkait gugatan ke MK, Defil mengatakan, KPU Kabupaten Solok harus siap menghadapinya. ”Kalau memang sudah digugat ke MK, kami harus siap dan mempersiapkan bukti-bukti, antara lain berupa dokumen di tingkat TPS, kecamatan, dan kabupaten,” ujar Defil.
Gugatan perselisihan hasil pilkada oleh Nofi-Yulfadri ke MK merupakan yang ketiga di Sumbar. Sebelumnya, paslon bupati Sijunjung, Hendri Susanto-Indra Gunalan, dan paslon bupati Pesisir Selatan, Hendra Joni-Hamdanus, juga mendaftarkan gugatan perselisihan hasil pilkada ke MK pada 18 Desember 2020.