Di Balik Kebaikan Peternak Bebek
Sebuah peristiwa pada 23 November 2020 menyentak perhatian warga desa kecil di Lampung Tengah. Seorang warga yang selama ini dikenal sebagai peternak bebek ternyata teroris yang buron selama belasan tahun.
Warga Desa Sri Bawono, Kecamatan Way Seputih, Kabupaten Lampung Tengah, Lampung, tidak lagi menemukan telur bebek dari peternak langganan di desa itu. Peternak bebek itu tidak lagi tinggal di desa tersebut sejak ditangkap aparat Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri.
”Biasanya dia menjual telur bebek kepada warga sini. Kalau bebeknya dipotong sendiri, dijual ke warung-warung makan. Pembeli juga kadang datang langsung ke rumahnya,” ujar Miran (70), warga setempat.
Tak ada praduga apa pun, kecuali hanya bertanya pada kepindahan keluarga pria keturunan Bugis itu ke Lampung. Penasaran warga terjawab pada 23 November 2020.
Saat itu, sekitar 30 anggota pasukan antiteror bersenjata menggeledah rumah peternak bebek yang dikenal warga dengan nama Safrudin. Penggeledahan dilakukan setelah polisi menangkap pemilik rumah di Jalan Raya Seputih Banyak, tak jauh dari lokasi rumahnya.
Di dalam rumah, polisi menemukan barang-barang berupa senjata api, bahan peledak, dan bungker yang diduga digunakan untuk merakit senjata api. Betapa terkejutnya warga saat tahu peternak bebek itu ternyata tersangka teroris Taufik Bulaga alias Upik Lawanga yang sudah buron selama belasan tahun.
”Saya tak menyangka karena orangnya baik. Saya sering dikasih telur bebek, jeroan, dan anakan bebek untuk dipelihara,” ujar Alpini (50), istri Miran.
Baca juga: Sebanyak 23 Tersangka Teroris Diterbangkan dari Lampung ke Jakarta
Bahkan, penangkapan dan penggeledahan yang dilakukan tim Densus 88 itu hanya selang sehari setelah keluarga itu menggelar acara akikah anak kelimanya. Mereka memang tidak mengundang tetangga untuk berkunjung ke rumahnya. Namun, para tetangga mendapat kiriman nasi kotak.
Saat pulang dari sawah, Miran dan Alpini kaget karena pasukan polisi bersenjata lengkap sudah berkumpul di dekat rumahnya. Rumah suami-istri itu memang berada di sebelah rumah tersangka teroris, hanya terpisah kebun sekitar 10 meter.
Menghilang
Taufik Bulaga alias Upik Lawanga adalah salah satu teroris yang paling dicari karena keterlibatannya dalam sejumlah aksi terorisme di Tanah Air. Dia termasuk dalam daftar pencariaan orang sejak 2006 atau buron selama 14 tahun.
Rekam jejak Upik dalam aksi terorisme cukup panjang. Dia merupakan pentolan jaringan Jamaah Islamiyah (JI) yang ahli membuat senjata dan bom berdaya ledak tinggi. Dia terlibat dalam berbagai aksi teror, seperti Bom Tentena, Bom Poso, dan rangkaian aksi teror pada 2004 sampai 2006.
Sebelumnya, Rabu (16/12), Densus 88 Antiteror Polri memindahkan 23 tersangka teroris dari Lampung ke Jakarta. Selain Upik Lawanga, terdapat juga Zulkarnaen yang sudah menjadi buron Polri selama 18 tahun. Sementara 21 orang lainnya merupakan anggota yang berperan dalam perencanaan aksi teror.
Zulkarnaen juga mampu membuat bom berdaya ledak tinggi.
Zulkarnaen, yang merupakan panglima Askari JI, ditangkap di Desa Toto Harjo, Kecamatan Purbolinggo, Kabupaten Lampung Timur, pada 10 Desember 2020. Pria yang dikenal oleh warga sekitar bernama Abdul Rahman itu ditangkap di sebuah rumah kontrakan.
Zulkarnaen juga mampu membuat bom berdaya ledak tinggi. Ia terlibat dalam berbagai aksi teror, di antaranya peledakan kediaman Dubes Filipina di Menteng (1999), peledakan gereja pada malam Natal dan Tahun Baru (2000 dan 2001), Bom Bali I (2002), Bom JW Marriott (2003), Bom Kedubes Australia (2004), dan Bom Bali II (2005). Adapun 21 tersangka lainnya berperan dan berkontribusi dalam perencanaan teror di kemudian hari.
Menurut Alpini, semula keluarganya adalah pemilik tanah berukuran 25 x 25 meter yang kini dimiliki tersangka teroris. Bahkan, menantunya pernah meminjamkan rumahnya yang kosong kepada keluarga tersangka teroris itu. Pasalnya, saat pindah ke desa itu sekitar tahun 2013, keluarga itu belum memiliki rumah.
Menantunya kenal dengan tersangka teroris itu karena dikenalkan temannya yang bernama Khairul. Budi, menantunya, bersedia meminjamkan rumah karena dia dan istrinya sedang merantau ke Jawa.
Keluarga tersangka teroris itu lalu membeli tanah berukuran 10 x 50 meter dari salah satu warga. Awalnya, tanah yang dibeli pelaku berada di dekat jalan desa dan permukiman warga.
Baca juga: 18 Tahun Lolos, Densus 88 Telusuri Jaringan JI
Akan tetapi, keluarga itu meminta bertukar dengan tanah milik keluarga Alpini yang lokasinya agak jauh dari permukiman warga. Meski luas tanah yang ditukar lebih kecil, Alpini dan suaminya sepakat karena lokasi tanah yang ditukar lebih strategis. ”Dia bilang kalau tetangga protes karena bau bebek peliharaannya mengganggu. Jadi minta tukaran tanah,” ujarnya.
Selama ini, Alpini mengaku tidak melihat aktivitas yang mencurigakan dari pelaku. Dia memang pernah mendengar deru mesin dari rumah pelaku. Namun, kepada warga sekitar, pelaku yang juga pandai besi mengaku sedang membuat golok pesanan temannya.
Di rumah berukuran sekitar 6 x 6 meter itu terdapat ruang tamu, dua kamar, ruang keluarga, dan kamar mandi. Dinding rumah terbuat dari batako putih dan belum dilapisi cat. Di dalamnya tak tampak ada kursi tamu. Hanya ada beberapa perabotan rumah tangga, seperti tempat tidur, lemari pakaian dan buku, serta alat-alat masak.
Rumah itu menghadap ke hamparan sawah. Sementara di sebelahnya merupakan kandang bebek dan kebun kosong. Akses menuju rumah itu berupa jalan tanah selebar sekitar 2,5 meter yang dapat dilalui pejalan kaki dan kendaraan roda dua. Kendaraan roda empat agak sulit masuk karena kondisi jalan sempit.
Di area belakang rumah itulah terdapat bungker berukuran 3 x 2 x 2 meter. Hampir seluruh bungker itu ditutupi beton semen. Hanya terdapat lubang berdiameter sekitar 50 sentimeter yang menjadi akses masuk ke ruang bawah tanah tersebut. Saat diperiksa, kondisi bungker tersebut tergenang air. Diduga, ruangan itu sengaja digenangi air untuk mencoba senjata api buatannya.
Ada genangan air agar saat senjata api rakitan dicoba, suaranya tidak terdengar oleh tetangga.
”Di situlah kegiatan (pembuatan senjata api) dilakukan. Ada genangan air agar saat senjata api rakitan dicoba, suaranya tidak terdengar oleh tetangga,” kata Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Lampung Komisaris Besar Zahwani Pandra Arsyad saat meninjau rumah itu, Sabtu (19/12).
Selama ini, pelaku diduga membuat senjata api di dalam ruang bawah tanah tersebut. Untuk mengelabui warga sekitar, dia menyamar sebagai peternak bebek. Upik Lawanga diduga kembali mendapat perintah untuk membuat senjata oleh pimpinan JI sejak Agustus 2020. Jaringan itu diduga mendapat pendanaan yang bersumber dari 4.000 kotak amal yang ada di Lampung.
Menurut keterangan sejumlah warga, pemilik membangun rumah itu dengan menyewa jasa pemborong. Warga juga tidak pernah diajak bergotong royong membantu pembangunan rumah seperti yang selama ini lazim dilakukan warga setempat. Karena itu pula, warga tidak pernah tahu kapan persisnya bungker itu dibangun.
Selama ini, sosok Safrudin yang dikenal warga juga cukup baik. Meski tidak begitu akrab, dia mau bertegur sapa dengan para tetangga. Istrinya, Khodijah, juga dikenal ramah oleh warga sekitar. Khodijah tak segan bergabung dalam kelompok pengajian ibu-ibu. Meski begitu, selama ini Khodijah memang tidak pernah mau menggelar pengajian dan mengundang para tetangga ke rumahnya.
Keluarga itu dikaruniai lima anak. Selama tujuh tahun tinggal di sana, dua anaknya lahir di desa itu. Kedua anaknya yang paling besar bersekolah di pondok pesantren. Namun, kini warga tidak tahu di mana istri dan anak-anaknya tinggal setelah Safrudin ditangkap.
Kepala Desa Sri Bawono Eko Widodo menuturkan, pelaku tidak mempunyai catatan buruk atau terjerat kasus hukum. Meski tidak aktif dalam kegiatan musyawarah desa atau gotong royong, keluarga itu memiliki data kependudukan.
Baca juga: Memerangi Terorisme
Sebagai wilayah transmigrasi, warga Desa Sri Bawono memang terbuka dengan pendatang. Sebagian besar keluarga yang tinggal di desa itu adalah keturunan pertama keluarga transmigran asal Jawa Timur yang pindah sekitar tahun 1960. Menurut Eko, peristiwa penangkapan tersangka terorisme di desa itu menjadi pelajaran berharga bagi warga. Mereka harus lebih waspada jika ada pendatang.
Meski kaget saat mengetahui peternak bebek itu ternyata pimpinan jaringan terorisme, warga desa lega karena tersangka teroris itu ditangkap sebelum ada petaka di desa tersebut. ”Kalau sampai ada bom meledak, kami mungkin mati duluan,” ucap Alpini sambil menatap rombongan polisi.