Menikah di tengah pandemi Covid-19 jadi tantangan tersendiri. Jika ditambah dengan perbedaan agama, bakal jadi masalah. Namun, demi kebahagiaan keduanya dilalui.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·5 menit baca
Pernikahan beda agama masih menjadi momok di Indonesia. Tak jarang, karena beda agama, hubungan pasangan yang paling mabuk asmara pun bisa kandas. Meskipun demikian, selalu ada upaya yang bisa menyatukan, bahkan dalam perbedaan paling dalam sekali pun.
Jumat (4/12/2020) pagi, Pastor Kunradus Badi Mukin memimpin sebuah ibadah pernikahan dari Eugenius Audax Aditya (29) dan Tegar Yudha Restuti (27). Ia kemudian menyambut keluarga Resty yang beragama Islam di dalam gereja.
”Bagi keluarga yang bukan Katolik, saya ucapkan selamat datang di gereja ini. Meski tata cara perkawinan ini menurut agama Katolik, tetapi kami sangat mengharapkan doa dari bapak-ibu sekalian sesuai iman dan kepercayaan kita masing-masing,” kata Pastor Kunradus.
Ibadah pun dimulai. Pastor Kunradus kemudian bertanya kepada kedua mempelai dan semua orang di dalam gereja. Mengapa Tuhan menciptakan wanita dari tulang rusuk laki-laki, bukan dari tangan apalagi kaki.
Begitu banyak jawaban di kepala masing-masing orang yang hadir di ruangan itu. Namun, pastor berbicara, ”karena tulang rusuk yang paling dekat dengan jantung, dengan hati. Maka dari itu, pasangan itu dipilih oleh Tuhan dengan yang paling dekat di hati,” ungkap Pastor Kunradus yang diikuti gumaman ”oh” dari semua orang.
Semua orang mengikuti perayaan itu dengan hati gembira. Ruangan gereja memang dipenuhi isak tangis bahagia. Di balik masker, air mata masih bisa terlihat, tetapi senyum pun tetap merekah.
Mereka menikah di tengah pandemi. Sudahlah beda agama di tengah pandemi pula. Sebuah kombinasi tantangan yang begitu rupa. Walakin, keteguhan kedua mempelai itu meneguhkan dan meneduhkan hati kedua keluarga.
Ruangan gereja hanya diisi lebih kurang 25 orang. Petugas gereja pun dengan begitu ketat memeriksa kesehatan setiap keluarga yang datang. Mereka yang tidak sesuai syarat tidak diperkenankan masuk ke dalam gereja. Syaratnya bukan kolom agama dalam KTP, melainkan protokol kesehatan.
Seusai ibadah, Audax dan Resty terlihat masih gugup. Biasanya, pengantin mulai menghela napas seusai pemberkatan gereja. Mereka tidak.
Setelah berfoto sejenak dengan keluarga yang hadir, mobil yang sedari tadi menunggu di depan gerbang gereja sudah panas. Mereka pun masuk ke dalam dan meluncur ke bilangan Cempaka Putih dengan jarak sekitar 15 kilometer.
Jarak itu mungkin tak terlalu jauh, tetapi di kota sebesar Jakarta jarak lima belas kilometer bisa seperti antrean bantuan sosial yang panjangnya bukan main. Macet dan persoalan megapolitan lainnya bisa menghadang kapan saja.
Resty khawatir riasan yang sudah ia pakai hampir tiga jam luntur, sedangkan suaminya, Audax, khawatir jas yang baru ia beli tiga hari sebelum pernikahan kusut. Beruntung Jakarta sedang baik, tak ada macet, hanya gerimis membasahi sedikit pakaian mereka.
Mereka beserta keluarga kemudian tiba di gedung Pusat Studi Agama dan Perdamaian (ICRP) yang terletak di Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Di dalam gedung itu, Ahmad Nurcholis sudah bersiap untuk akad nikah atau ijab kabul sebagai penghulu.
Ia sudah menunggu pasangan itu untuk datang dan menikahkan mereka. Penghulu yang satu ini memang sudah dikenal di Indonesia. Ratusan pasangan beda agama sudah ia nikahkan selama ini.
Audax terlihat sudah siap dengan lantang mengucapkan ijab kabul. Begitu lancar sehingga para saksi mengatakan ”sah” juga dengan lantang. Terlihat senyum dan tawa memenuhi ruangan. Tangan Audax dengan cepat memasukkan kembali catatan ijab kabul yang sudah disiapkan ke bawah meja.
Nurcholis kemudian mengambil pengeras suara dan mulai memberikan nasihat pernikahan. Ia kemudian bertanya kepada kedua mempelai, ”Tujuanmu menikah itu apa?”
Keduanya menjawab dengan jawaban berbeda. Si perempuan yang sarjana Biologi itu menjawab untuk menambah keturunan, sedangkan si laki-laki yang sarjana teknik mesin menjawab dengan kalimat yang cukup panjang dan cepat sehingga membuat banyak orang lupa apa jawabannya.
”Ya, itu adalah salah dua dari banyak tujuan menikah. Tetapi yang paling penting adalah bahagia. Menikah karena manusia mencari kebahagiaan bersama pasangannya,” kata Nurcholis.
Kebahagiaan
Pastor Kunradus memberikan alasan mengapa Tuhan menyatukan laki-laki dan perempuan dalam pernikahan. Nurcholis menambahkannya dengan mengenalkan tujuan pernikahan. Kebahagiaan pun tercipta karena itu hak semua orang.
Hingga Juni 2015, ICRP dan Nurcholis sudah menikahkan setidaknya 638 pasangan beda agama dari seluruh Indonesia. Ia bahkan pernah terbang ke Kalimantan Selatan hanya untuk menikahkan dan memberikan pengalamannya kepada pasangan beda agama.
”Kami terus membantu para pasangan beda agama sehingga mereka mendapatkan hak-haknya untuk menikah,” ungkap Nurcholis.
Menurut Nurcholis dalam buku yang ia tulis berjudul 101 Menjawab Masalah Nikah Beda Agama, hampir setiap agama melarang pernikahan beda agama. Namun, ada yang luput dari perdebatan itu, yakni soal tiga intepretasi dalam pernikahan beda agama menurut hukum Islam.
Pertama, yang mutlak menolak. Kedua, boleh dengan syarat pernikahan laki-laki Muslim dengan perempuan non-Muslim, tetapi perempuan Muslim tidak boleh menikahi lakki-laki non-Muslim. Adapun intepretasi yang ketiga ialah membolehkan pernikahan beda agama untuk laki-laki non-Muslim menikahi perempuan non-Muslim. Jelas, Nurcholis menjadi bagian kelompok kedua ataupun yang ketiga.
”Bahwa mereka memilih pandangan yang pertama, ya, silakan. Tapi, paling tidak, mereka tidak memutlakkan bahwa satu-satunya pandangan pada Islam itu hanya pandangan yang pertama,” katanya.
Hilang sudah perdebatan dua keluarga, luluh sudah pembicaraan para tetangga seusai pemberkatan dan ijab kabul dilaksanakan hari itu. Mereka kemudian melanjutkan dengan makan bersama. Semua kenyang dan semua puas.
Meski tak banyak orang datang, tak ada live music atau prosesi potong kue. Semuanya melebur dalam kebahagiaan kedua mempelai. Audax dan Resty memilih menikah karena alasannya sendiri, yang jelas mereka mencari kebahagiaan sama seperti pasangan lainnya yang seiman ataupun berbeda.