Dua Paslon Bupati di Sumbar Ajukan Gugatan Pilkada ke MK
Dua pasangan calon bupati di Sumatera Barat mengajukan permohonan sengketa pemilihan kepala daerah ke Mahkamah Konstitusi. KPU menghormati hak konstitusi paslon tersebut dan bersiap menghadapi gugatan.
PADANG, KOMPAS — Dua pasangan calon bupati di Sumatera Barat mengajukan permohonan sengketa pemilihan kepala daerah ke Mahkamah Konstitusi. KPU menghormati hak konstitusi paslon tersebut dan mempelajari pokok gugatan serta menyiapkan data dan argumentasi untuk menghadapi gugatan itu.
Kedua paslon bupati tersebut adalah Hendri Susanto-Indra Gunalan di pemilihan bupati Sijunjung dan Hendra Joni (petahana bupati)-Hamdanus di pemilihan bupati Pesisir Selatan. Keduanya mendaftarkan gugatan ke MK pada 18 Desember 2020.
Kuasa hukum Hendri-Indra, Miko Kamal, Sabtu (19/12/2020), mengatakan, pokok gugatan yang mereka ajukan adalah laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye (LPPDK) yang terlambat dilaporkan oleh paslon nomor urut 3, Benny Dwifa Yuswir-Iraddatillah. Benny merupakan anak dari Bupati Sijunjung Yuswir Arifin.
Baca juga: Mahyeldi-Audy Deklarasikan Kemenangan di Pilgub Sumbar
Miko menjelaskan, KPU telah menetapkan LPPDK dilaporkan sehari setelah berakhirnya masa kampanye atau 6 Desember 2020 paling lambat pukul 18.00. Sementara berdasarkan berita acara KPU Sijunjung, Benny-Iraddatillah ditulis melaporkan LPPDK pada pukul 23.58.
”Konsekuensinya, menurut Pasal 54 Peraturan KPU (Nomor 5 Tahun 2018, yang diperbarui menjadi PKPU Nomor 12 Tahun 2020) adalah pembatalan calon. Tanggal 6 Desember itu semestinya sudah ada rapat pleno KPU untuk membatalkan atau mendiskualifikasi paslon nomor 3 itu, tetapi tidak dilakukan KPU. KPU tetap melakukan pemungutan suara dan akhirnya nomor 3 menang,” kata Miko.
Berdasarkan hasil rekapitulasi di tingkat KPU kabupaten, Benny-Iraddatillah unggul dari empat paslon bupati lainnya dengan jumlah dukungan 27.301 suara (25,1 persen). Sementara paslon bupati nomor urut 5, Hendri-Indra, menempati posisi kedua jumlah dukungan terbanyak dengan 24.376 suara (22,3 persen).
Secara hukum, kata Miko, paslon tersebut semestinya dibatalkan sebagai peserta pilkada. Persoalan ini sangat penting dan sangat krusial sehingga digugat ke MK. Menurut Miko, KPU telah menetapkan paslon bupati yang sebetulnya secara hukum sudah dibatalkan keikutsertaannya demi hukum.
Miko menambahkan, selain ke MK, kuasa hukum juga melaporkan permasalahan ini ke Bawaslu Sijunjung pada 9 Desember 2020. Tim hukum Hendri-Indra juga melaporkan KPU Sijunjung dan Bawaslu Sijunjung ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu pada 17 Desember 2020.
Sementara itu, kuasa hukum Hendra-Hamdanus, Ardyan, mengatakan, pokok gugatan mereka adalah adanya sebagian pendukung Hendra-Hamdanus yang tidak menggunakan hak pilih karena tidak menerima undangan memilih atau formulir C6 pemberitahuan. Berdasarkan data sementara, ada sekitar 4.000 pendukung Hendra-Hamdanus yang tersebar di 7 dari total 15 kecamatan tidak menerima formulir C6 pemberitahuan.
Baca juga: Tumbangnya Pasangan Calon Perseorangan di Pilkada Sumbar
Ardyan menjelaskan, Sumbar, termasuk Pesisir Selatan, sedang dalam masa pandemi Covid-19. Sebagai antisipasi terjadinya penumpukan pemilih pada waktu tertentu, KPU mengatur jadwal bagi pemilih untuk datang ke TPS. Karena tidak menerima formulir C6 pemberitahuan, para pendukung tersebut takut datang ke TPS.
”Akhirnya, pendukung itu tidak berani datang ke TPS karena tidak ada pemberitahuan dan takut (tertular Covid-19 karena kerumunan). Bisa jadi mereka datang saat bukan jadwal mereka, ada kerumunan massa. Pesisir Selatan sempat menjadi daerah kedua dengan kasus Covid-19 cukup tinggi setelah Padang. Karena itu, mereka tidak berani datang ke TPS. Kejadian ini masif, hampir di semua TPS,” kata Ardyan.
Berdasarkan hasil rekapitulasi di tingkat kabupaten, Hendra-Hamdanus berada pada posisi kedua perolehan suara terbanyak, yaitu 86.074 suara. Sementara pesaing mereka, Rusma Yul Anwar (petahana wakil bupati)-Rudi Hariyansyah berada pada posisi pertama perolehan suara terbanyak, yaitu 128.922 suara. Paslon bupati lainnya, Dedi Rahmanto Putra-Arfianof Rajab, meraih 10.220 suara.
Ardyan melanjutkan, berdasarkan hasil survei internal Hendra-Hamdanus sebelum pemilihan, paslon itu meraih dukungan sekitar 168.000 suara. Sementara Rusma-Rudi meraih dukungan sekitar 128.000 suara dan Dedi-Arfianof meraih dukungan sekitar 10.000 suara.
”Saya bukan percaya pada survei, tetapi ini hitungan matematikanya ketemu (cocok). Suara Rusma betul (hampir sesuai dengan hasil rekapitulasi) dan suara Dedi betul. Nah, kenapa suara Hendra-Hamdanus hilang 100.000? Lalu, kami coba lihat kondisi di lapangan, salah satu penyebabnya pemilih Hendra Joni tidak diberikan undangan untuk datang ke TPS,” ujar Ardyan.
Ditambahkan Ardyan, secara jumlah, jika 4.000 orang pendukung Hendra-Hamdanus yang tidak dapat undangan itu ikut memilih memang tidak akan memenangkan Hendra-Hamdanus. Namun, Ardyan menilai persoalan ini tergolong masif. ”Ada upaya tertentu untuk menjegal Hendra Joni-Hamdanus dengan tidak memberikan undangan untuk memilih kepada pendukungnya,” ujar Ardyan.
Komisioner KPU Sijunjung Divisi Teknis Penyelenggaraan, Gunawan, mengatakan, komisi akan menghadapi gugatan tersebut. Untuk itu, komisi menyiapkan semua cadangan (backup) data dan argumentasi yang menjadi pokok gugatan paslon bupati.
Menurut Gunawan, tidak ada keterlambatan Benny-Iraddatillah dalam melaporkan LPPDK ke KPU Sijunjung. Paslon itu telah menyampaikan LPPDK pada 6 Desember 2020 sebelum pukul 18.00 meski di berita acara tertulis pukul 23.58. Penggugat dinilai keliru menafsirkan aturan.
”Paslon nomor urut 3 sudah tiba untuk melaporkan LPPDK sebelum pukul 18.00, tepatnya pukul 15.54. Jadi, secara subtansi, mereka sudah menyampaikan LPPDK, tetapi prosesnya bisa saja yang melewati batas waktu,” kata Gunawan.
Secara terpisah, Ketua KPU Pesisir Selatan Epaldi Bahar mengatakan, komisi menghormati hak konstitusional paslon yang mengajukan gugatan ke MK. Epaldi mengaku belum tahu pokok yang dimohonkan oleh Hendra-Hamdanus.
”Namun, secara prinsip, kami siap membuktikan bahwa setiap tahapan yang kami lakukan sudah sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku, termasuk terkait pembagian formulir C6 pemberitahuan,” kata Epaldi.
Dalam aturan KPU tentang pungut hitung di TPS, kata Epaldi, jika sampai H-1 pilkada formulir C6 pemberitahuan tidak bisa dibagikan, masyarakat sebetulnya harus proaktif menanyakan ke Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Andaipun formulir C6 pemberitahuan tidak bisa dibagikan kepada pemilih, hak pilih masyarakat tetap dijamin dan bisa mencoblos ke TPS dengan menunjukkan KTP.
Epaldi menambahkan, berdasarkan laporan KPPS melalui Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), komisi memang menerima sejumlah laporan terkait formulir C6 pemberitahuan yang tidak bisa dibagikan. ”Penyebabnya, antara lain, pemilih tidak dapat ditemukan atau meninggal dunia. Hal itu sangat mungkin terjadi,” ujar Epaldi.
Ketua KPU Sumbar Yanuk Sri Mulyani mengatakan, komisi memang menerima informasi ada dua pemilihan bupati yang digugat ke MK, yaitu Sijunjung dan Pesisir Selatan. ”Tadi pagi kami dapat laporan. Sejauh ini kami sudah menyampaikan ke KPU kabupaten agar menyiapkan segala sesuatu untuk menghadapi gugatan itu,” kata Yanuk.
Pada pilkada serentak kali ini, Sumbar menggelar pemilihan gubernur dan 13 pemilihan bupati/wali kota. Selain Sumbar, pilkada juga digelar di Kabupaten Sijunjung, Agam, Limapuluh Kota, Padang Pariaman, Dharmasraya, Solok, Solok Selatan, Tanah Datar, Pesisir Selatan, Pasaman, dan Kabupaten Pasaman Barat. Selain itu, ada Kota Bukittinggi dan Kota Solok.
Total ada 49 pasangan calon kepala daerah di Sumbar yang ikut dalam pilkada serentak. Empat pasangan calon bertarung dalam pemilihan gubernur Sumbar, sedangkan 45 pasangan calon lainnya bertarung dalam pemilihan bupati/wali kota. Pemilihan dilakukan di 12.548 TPS dengan jumlah DPT sebanyak 3.719.429 pemilih.