Polisi Temukan Bungker di Rumah Tersangka Teroris di Lampung
Detasemen Khusus Antiteror 88 Polri menelusuri keberadaan bungker atau ruang bawah tanah di rumah tersangka teroris Taufik Bulaga alias Upik Lawanga.
Oleh
VINA OKTAVIA
·4 menit baca
LAMPUNG TENGAH, KOMPAS — Detasemen Khusus Antiteror 88 Kepolisian Negara RI menelusuri keberadaan bungker atau ruang bawah tanah di rumah tersangka teroris Taufik Bulaga alias Upik Lawanga. Ruang bawah tanah itu diduga digunakan pelaku untuk merakit senjata api.
Saat diperiksa, kondisi bungker berukuran 3 x 2 x 2 meter tersebut tergenang air. Diduga, ruangan itu sengaja digenangi air untuk mencoba senjata api buatannya.
”Di situlah kegiatan (pembuatan senjata api) dilakukan. Ada genangan air agar saat senjata api rakitan dicoba, suaranya tidak terdengar oleh tetangga,” kata Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Lampung Komisaris Besar Zahwani Pandra Arsyad saat meninjau rumah tersangka teroris di Lampung Tengah, Sabtu (19/12/2020).
Selama ini, pelaku diduga membuat senjata api di dalam ruang bawah tanah tersebut. Untuk mengelabui warga sekitar, dia menyamar sebagai peternak itik dan sebagai pandai besi.
Tim Mabes Polri dan aparat Polda Lampung tiba di lokasi sekitar pukul 17.00. Aparat langsung memeriksa keberadaan bungker yang berada di bagian belakang rumah pelaku.
Bungker tersebut terbuat dari beton semen. Hanya terdapat lubang berukuran sekitar 50 sentimeter x 50 sentimeter yang menjadi akses masuk ke ruang bawah tanah tersebut.
Rumah pelaku yang berada di Desa Sri Bawono, Kecamatan Way Seputih, Kabupaten Lampung Tengah, Lampung, memang berada agak jauh dari jalan desa dan permukiman warga. Di desa itu, Upik Lawanga dikenal bernama Syafrudin yang sehari-hari bekerja sebagai peternak bebek.
Sebelumnya, Rabu (16/12/2020), Densus 88 Antiteror Polri memindahkan 23 tersangka teroris dari Lampung ke Jakarta. Mereka merupakan kelompok teroris dari jaringan Jamaah Islamiyah (JI).
Dari 23 tersangka itu, ada dua buron atau masuk daftar pencarian orang (DPO). Pertama adalah Zulkarnaen yang sudah menjadi DPO Polri selama 18 tahun. Kedua, Upik Lawanga yang menjadi DPO sejak 2006 atau buron selama 14 tahun.
Zulkarnaen ditangkap di Desa Toto Harjo, Kecamatan Purbolinggo, Kabupaten Lampung Timur, pada 10 Desember lalu. Adapun Upik ditangkap di Desa Sri Bawono, Kecamatan Way Seputih, Lampung Tengah, pada 23 November lalu.
Upik Lawanga merupakan anggota JI yang ahli membuat senjata dan bom. Ia terlibat dalam berbagai aksi teror, seperti Bom Tentena, Bom Poso, dan rangkaian aksi teror pada 2004 sampai 2006.
Zulkarnaen juga mampu membuat bom berdaya ledak tinggi, merakit senjata, dan memiliki kemampuan militer. Ia terlibat dalam berbagai aksi teror, di antaranya peledakan kediaman Dubes Filipina di Menteng (1999), peledakan gereja pada malam Natal dan Tahun Baru (2000 dan 2001), Bom Bali I (2002), Bom JW Marriott (2003), Bom Kedubes Australia (2004), dan Bom Bali II (2005).
Zulkarnaen juga menjadi arsitek kerusuhan di Ambon, Ternate, dan Poso pada 1998-2000. Adapun 21 tersangka lainnya berperan dan berkontribusi dalam perencanaan teror di kemudian hari.
Saat ini, Densus 88 Antiteror Polri masih mendalami jaringan JI yang terbukti dapat menyembunyikan dua buron tersebut selama bertahun-tahun. Polda Lampung juga masih menelusuri informasi dari salah satu pelaku terkait 4.000 kotak amal yang tersebar di sejumlah minimarket di Lampung yang menjadi sumber dana kelompok JI.
Dikenal baik
Menurut keterangan sejumlah warga, mereka tak menyangka lelaki yang dikenal bernama Syafrudin itu merupakan buron kasus terorisme. Selama ini, keluarga itu dikenal baik oleh warga sekitar. ”Saya sering dikasih telur bebek, jeroan, dan anakan bebek untuk dipelihara,” ujar Alpini, tetangga pelaku.
Bahkan, menantu Alpini pernah meminjamkan rumahnya yang kosong untuk pelaku. Pasalnya, saat pindah ke desa tersebut pada 2013, keluarga pelaku teroris itu belum memiliki rumah.
Keluarga itu lalu membeli tanah dari salah seorang warga sekitar. Awalnya, tanah yang dibeli pelaku berada di dekat jalan desa dan permukiman warga. Namun, pelaku meminta bertukar dengan tanah dengan Alpini yang lokasinya agak jauh dari permukiman warga. ”Dia bilang tetangga protes karena bau bebek peliharaannya mengganggu,” katanya.
Selama ini, Alpini juga mengaku tidak melihat aktivitas yang mencurigakan dari pelaku. Dia memang pernah mendengar deru mesin dari rumah pelaku. Namun, kepada warga sekitar, pelaku mengaku sedang membuat golok pesanan.
Kepala Desa Sri Bawono Eko Widodo menuturkan, pelaku tidak mempunyai catatan buruk atau terjerat kasus hukum. Selama ini, aparat desa setempat sama sekali tidak mengetahui aktivitas pelaku dalam membuat senjata api maupun bahan peledak.