Korban Perdagangan, Bayi Orangutan Sumatera Dipulangkan dari Malaysia
Sembilan bayi orangutan sumatera mendapat kesempatan kedua untuk hidup dan berkembang biak di habitatnya setelah berhasil dipulangkan dari Malaysia. Orangutan itu merupakan korban perdagangan ilegal.
Oleh
NIKSON SINAGA
·3 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Sembilan bayi orangutan sumatera mendapat kesempatan kedua untuk hidup dan berkembang biak di habitatnya setelah berhasil dipulangkan dari Malaysia. Orangutan berusia 2-5 tahun itu merupakan korban perburuan dan perdagangan ilegal lintas negara yang hingga kini masih terus terjadi.
”Orangutan ini bisa pulang setelah upaya diplomasi dan lobi panjang di Malaysia. Individu ini sangat penting untuk menyelamatkan populasi orangutan sumatera,” kata Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara Hotmauli Sianturi di Bandara Kualanamu, Deli Serdang, Jumat (18/12/2020).
Sembilan individu orangutan itu tiba di terminal kargo Bandara Kualanamu, Jumat siang. Orangutan yang ditempatkan di sembilan kandang besi itu diterbangkan dari Bandara Kuala Lumpur, Malaysia, Kamis (17/12/2020). Setelah transit dan menginap satu malam di Bandara Soekarno-Hatta, orangutan itu pun diterbangkan ke Bandara Kualanamu.
Satwa dilindungi itu pun langsung dibawa ke Pusat Rehabilitasi dan Reintroduksi Orangutan Batu Mbelin, Sibolangit. Kondisi satwa itu selama perjalanan cukup sehat. Namun, dua individu mengalami stres. Sebelum diterbangkan, satwa itu telah mengikuti sejumlah tes, termasuk tes PCR Covid-19, dan dinyatakan sehat.
Hotmauli mengatakan, upaya memulangkan satwa itu dimulai sejak 2019. Orangutan itu menjadi barang bukti sejumlah kasus perdagangan dan kepemilikan satwa dilindungi secara ilegal. Setelah proses hukum semua kasus tersebut selesai, satwa itu pun bisa dipulangkan dari Malaysia.
Menurut Hotmauli, pemulangan satwa itu membutuhkan proses teknis dan perizinan yang rumit, baik dari sisi kekarantinaan, bea dan cukai, maupun penerbangan. ”Namun, atas kerja sama semua pihak, satwa itu bisa dipulangkan. Garuda Indonesia juga memfasilitasi pengiriman kargo orangutan itu secara gratis, termasuk pengiriman kandangnya dari Indonesia ke Malaysia,” kata Hotmauli.
Ia menambahkan, hingga kini orangutan sumatera masih menghadapi ancaman perburuan, perdagangan ilegal lintas negara maupun dalam negeri, dan juga kerusakan habitat. Berbagai upaya perlindungan orangutan pun terus dilakukan. ”Penurunan populasi masih terus terjadi. Namun, laju penurunannya sudah melambat,” katanya.
Direktur Program Konservasi Orangutan Sumatera (SOCP) Ian Singleton mengatakan, sembilan individu itu akan berkontribusi sangat besar untuk konservasi populasi orangutan sumatera. Dengan penurunan populasi hingga 90 persen dalam 100 tahun terakhir, jumlah orangutan Sumatera saat ini hanya sekitar 13.400 individu dengan status sangat terancam punah.
Perdagangan satu individu bayi orangutan berarti ada satu induk yang dibunuh. (Ian Singleton)
Ian mengingatkan, induk orangutan biasanya memeluk anaknya hingga usia delapan tahun sehingga para pemburu akan menembak induknya.
”Sembilan orangutan ini pun akan menjalani karantina dan rehabilitasi sebelum dilepasliarkan ke habitatnya,” katanya.
Ian menjelaskan, orangutan itu menurut rencana akan dilepasliarkan ke habitat introduksi di Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Jambi, atau di Cagar Alam Janto, Aceh. Selama ini SOCP sudah melepasliarkan 185 individu di Bukit Tigapuluh dan 125 individu di Janto. ”Dua kantong populasi itu menjadi populasi cadangan orangutan sumatera,” kata Ian.
Menurut Ian, kantong-kantong populasi cadangan sangat penting di tengah ancaman kepunahan orangutan sumatera. Apalagi, pandemi Covid-19 juga berkemungkinan menyerang populasi orangutan karena mempunyai genetik yang sangat mirip dengan manusia.
Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas II Medan Hafni Zahara mengatakan, pengembalian satwa dilindungi itu dimungkinkan karena Indonesia dan Malaysia merupakan anggota Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Fauna dan Flora Liar yang Terancam Punah (CITES). Menurut Hafni, individu itu tetap menjalani proses karantina yang ketat sesuai peraturan yang ada.