Ratusan Murai Batu dan Cucak Hijau Ilegal Disembunyikan di Kotak Minuman Kemasan
Tingginya permintaan burung berkicau selama masa pandemi memantik maraknya praktik perdagangan satwa secara ilegal. Karantina Pertanian Surabaya merilis 259 murai batu dan cucak hijau dikemas kotak bekas kemasan.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Tingginya permintaan burung berkicau selama masa pandemi Covid-19 memantik maraknya praktik perdagangan satwa secara ilegal. Karantina Pertanian Surabaya, Jawa Timur, Selasa (15/12/2020), merilis 259 murai batu dan cucak hijau ilegal asal Balikpapan, Kalimantan Timur, yang disembunyikan di dalam kotak bekas minuman kemasan.
Modus yang digunakan pelaku dengan menyembunyikan kotak bekas minuman kemasan tersebut di kabin truk di dalam Kapal Motor Dharma Rucitra IV. Kapal itu lego jangkar dari pelabuhan di Balikpapan pada 9 Desember dan bersandar di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, pada 10 Desember untuk menurunkan sebagian muatan dan penumpangnya.
Berdasarkan informasi yang diterima petugas Karantina Pertanian Tanjung Perak, ada tiga truk yang mengangkut satwa ilegal. Kendaraan itu kemudian dibuntuti saat keluar dari pelabuhan dan ditangkap saat berhenti di dekat Gerbang Tol Tanjung Perak.
”Saat ditangkap, petugas mendapati mobil pribadi yang menjemput burung-burung ilegal tersebut. Dari hasil pemeriksaan, penjemput merupakan pemilik barang sehingga dia langsung diperiksa dan diproses hukum,” ujar Penyidik Karantina Pertanian Surabaya Santoso.
Santoso mengatakan, 259 burung itu disembunyikan di 53 kotak bekas minuman kemasan. Dari hasil pendataan, ada 209 burung cucak hijau dan 50 ekor murai batu. Namun, karena kondisi penyimpanan tidak layak, lebih dari 26 burung mati.
Kepala Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Surabaya, Jawa Timur, Musyaffak Fauzi mengatakan, dari pengakuan pemilik burung, satwa itu ditangkap dari habitatnya di hutan di Pulau Kalimantan. Menurut rencana, burung-burung itu dipasarkan di Pulau Jawa, terutama Jawa Timur, karena permintaan tinggi.
Gemar memelihara
”Di masa pandemi Covid-19 banyak orang yang tiba-tiba gemar memelihara burung berkicau. Selain permintaan tinggi, margin keuntungannya juga tinggi. Pelaku mengaku membeli Rp 150.000 per ekor dan akan dijual lagi Rp 300.000 per ekor,” kata Musyaffak.
Saat ini pelaku dalam pemeriksaan oleh tim penyidik Polresta Tanjung Perak. Dia disangkakan melanggar Pasal 88 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1999 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan yang mensyaratkan karantina antar-area. Pelaku bisa dipenjara maksimal 2 tahun dan dipidana denda maksimal Rp 2 miliar.
Saat ditangkap, petugas mendapati mobil pribadi yang menjemput burung-burung ilegal tersebut, maka langsung diperiksa dan diproses hukum (Santoso).
Selain itu meski burung murai batu dan cucak hijau telah dikeluarkan dari daftar satwa dilindungi, perdagangannya tetap harus dilengkapi dengan dokumen perkarantinaan. Itu untuk memastikan legalitas satwa serta tidak adanya ancaman penyakit yang berpotensi menyebar ke daerah tujuan pengiriman barang.
Musyaffak mengimbau kepada masyarakat agar menaati peraturan perkarantinaan dan melaporkan ke karantina setempat apabila melalulintaskan komoditas hewan dan tumbuhan. Hal itu untuk melindungi kekayaan hayati terutama keragaman satwa.
”Pengurusan dokumen karantina saat semakin mudah. Pengguna jasa tinggal datang ke tempat pelayanan atau mengajukan permohonan secara dalam jaringan,” ucap Musyaffak.
Dia menambahkan pihaknya prihatin karena kasus perdagangan satwa secara ilegal masih tinggi. Data BBKP Surabaya menunjukkan selama tahun ini lebih dari 20 kasus perdagangan satwa ilegal dengan berbagai modus operandi, berhasil digagalkan. Mayoritas merupakan kasus perdagangan burung-burung satwa endemik dari luar Pulau Jawa.
Awal Desember lalu misalnya BBKP Surabaya menggagalkan penyelundupan 715 burung ke Surabaya melalui Pelabuhan Jamrud. Jenis burungnya beragam, ada manyar, gagak, pleci, kolibri, glatik belong, jalak tunggir merah, nuri hitam, nuri kelam, betet kelapa, dan elang boteo.
Burung-burung itu dimasukkan ke sangkar kawat lalu dibungkus kardus dan keranjang plastik bekas kemasan buah. Untuk mengelabui petugas, burung dimasukkan di kabin truk di belakang kursi sopir. Saat itu burung ditemukan di Kapal Motor Dharma Rucitra yang berlayang dari Makassar menuju Surabaya.
Sebelum itu, pada November, 425 burung cucak hijau, murai batu, kacer, dan kapas tembak juga diselamatkan BBKP Surabaya. Burung ilegal itu ditemukan di Kapal Motor Penyeberangan Mutiara Ferindo yang berlayar dari Banjarmasin menuju Surabaya. Dalam kasus ini penyidik juga berhasil menangkap pemilik satwa yang merupakan warga Banjarmasin.
Musyaffak menambahkan perdagangan satwa terutama burung secara ilegal mengancam kelestariannya. Selain itu penangkapan burung secara besar-besaran juga mengancam keseimbangan ekosistem sebab setiap satwa memiliki peran signifikan. Contohnya peran burung dalam rantai makanan dan jaring makanan. Burung merupakan pemakan serangga dan membantu penyerbukan bunga.