PDI-P ”Merahkan” Tujuh dari Delapan Daerah di Sulawesi Utara
PDI-P sementara unggul di tujuh dari delapan pilkada di Sulawesi Utara. Bahkan, beberapa daerah yang bukan basis dukungan tradisional dapat direbut calon dari partai tersebut.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Hasil penghitungan suara Pilkada 2020 di Sulawesi Utara untuk sementara menunjukkan keunggulan calon-calon yang diusung PDI Perjuangan di tujuh dari delapan daerah. Bahkan, partai tersebut berhasil merebut kemenangan di daerah yang bukan basis pendukungnya, seperti Kota Manado.
Hingga Selasa (15/12/2020), dengan 48,51 persen suara masuk dari 5.809 tempat pemungutan suara (TPS), calon gubernur dan wakil gubernur petahana dari PDI-P, Olly Dondokambey dan Steven Kandouw, masih memimpin dengan perolehan 57,7 persen suara. Mereka mengungguli Tetty Paruntu-Sehan Landjar (32,7 persen) dan Vonny Panambunan-Hendry Runtuwene (9,6 persen).
Di Manado, pasangan Andrei Angouw-Richard Sualang sementara mengungguli tiga calon lainnya dengan perolehan 36,5 persen suara dari 442 TPS. Mereka berhadapan dengan calon wali kota yang terkait dengan petahana, seperti Mor Dominus Bastiaan yang masih menjabat wakil wali kota serta Paula Runtuwene, istri Wali Kota Manado Vicky Lumentut yang telah dua periode memimpin.
Di Bitung, pasangan Maurits Mantiri-Hengky Honandar memimpin dengan 58,9 persen suara dari 81 TPS. Maurits, yang menjabat wakil wali kota Bitung, mengungguli wali kota petahana Max Lomban setelah keduanya pecah kongsi.
Adapun di Tomohon, Carol Senduk-Wenny Lumentut unggul dengan 64,9 persen suara dari 166 TPS. Padahal, Tomohon selama sepuluh tahun terakhir dikuasai Partai Golkar, yang dalam Pilkada 2020 mencalonkan Jilly Gabriella Eman sebagai wali kota untuk menggantikan ayahnya, Jimmy Eman.
Di Minahasa Selatan, pasangan Franky Donny Wongkar-Petra Yani Rembang sementara memperoleh 52 persen suara dari 187 TPS. Hasil serupa didapat Joune Ganda-Kevin Lotulung di Minahasa Utara dengan 57,2 persen suara dari 460 TPS. Adapun pasangan Iskandar Kamaru-Deddy Abdul Hamid unggul di Bolaang Mongondow Selatan dengan 75,2 persen suara dari 142 TPS.
Hanya di Bolaang Mongondow Timur PDI-P tidak unggul. Pasangan Suhendro Boroma-Rusdi Gumalangit (33,1 persen) tertinggal dari pasangan Sam Sachrul Mamonto-Oskar Manoppo (37,9 persen) yang diusung Nasdem, PKB, dan PBB.
”Kemenangan ini adalah buah dari semangat gotong royong kader-kader PDI-P. Itu yang terutama,” kata Steven Kandouw, yang juga menjabat wakil ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) PDI-P Sulut, ketika dihubungi dari Manado via pesan teks.
Wakil Ketua DPD PDI-P Sulut Arthur Kotambunan menambahkan, kemenangan dapat diraih karena kuatnya koordinasi calon gubernur ataupun bupati/wali kota dalam melaksanakan kampanye. Nama Olly-Steven selalu muncul bersama calon wali kota/bupati. PDI-P juga menggunakan bantuan konsultan citra, termasuk dalam membuat alat peraga kampanye sehingga menarik perhatian pemilih.
PDI-P juga mengusung isu-isu yang berkaitan dengan masyarakat menengah ke bawah serta lembaga keagamaan. ”Namun, politik identitas tetap kami cegah. Kami tawarkan program yang membumi dan realistis untuk dicapai, bukan asal bunyi,” kata Arthur.
Di samping itu, PDI-P juga menawarkan janji sinergi antara pemerintah kabupaten/kota, provisi, dan pusat demi pembangunan daerah. ”Dengan begitu, Sulut bisa semakin cepat berkembang. Dampaknya bisa langsung dirasakan masyarakat. Ini nanti yang akan terlihat dalam kepemimpinan periode selanjutnya,” kata Arthur.
PDI-P adalah partai yang kadernya punya loyalitas kuat, dari tingkat kecamatan hingga pusat.
Sementara itu, pengajar Ilmu Politik Universitas Sam Ratulangi Franky Novan Rengkung mengatakan, kemenangan PDI-P di hampir seluruh daerah yang menyelenggarakan pemilu termasuk bersejarah. Sebab, beberapa daerah yang bukan basis PDI-P bisa direbut.
Menurut dia, ada tiga faktor kunci kemenangan PDI-P, yaitu kesiapan mesin partai, isu yang diangkat, serta figur penting di partai. ”PDI-P adalah partai yang kadernya punya loyalitas kuat, dari tingkat kecamatan hingga pusat. Ini tidak bisa lepas dari figur penting di provinsi dan pusat, yaitu Olly dan Presiden Jokowi. Jadi, mesin partai bekerja maksimal,” kata Franky.
Isu sinergi dari pusat hingga ke daerah juga menjadi strategi pemenangan yang ampuh. Olly, misalnya, mengklaim pembangunan infrastruktur, seperti Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung, KEK Pariwisata Likupang, dan Jalan Tol Manado-Bitung, sebagai keberhasilannya. Padahal, proyek itu didanai APBN.
”Ini memberi kesan, kalau mau ada kemajuan pembangunan di daerah, harus ada sinergi. Sinergi itu digambarkan dengan satu warna partai. Isu ini yang digaungkan secara maksimal oleh mesin partai sehingga calon-calon yang sebenarnya tidak populer di daerahnya bisa menang,” tutur Franky.
Kendati begitu, praktik politik uang berupa sumbangan beras hingga uang untuk perorangan tetap dilakukan. Seorang warga Bitung, kepada Kompas, juga mengaku mendapat beras dari calon PDI-P. Franky mengatakan, ia juga mengetahui ada beberapa kader partai yang takut keluar rumah di beberapa daerah karena uang dan barang yang dijanjikan belum ”cair”.
Namun, kata Franky, hal ini menunjukkan pemilih di Sulut sudah lebih rasional, terbukti dari isu sinergi pusat dan daerah yang memenangkan PDI-P. ”Tetap ada kadar pragmatisme yang kuat. Akan tetapi, warga Sulut, seperti di Minahasa Utara, misalnya, melihat uang atau barang sebagai bentuk perhatian calon. Setelah dapat, baru mereka menilai programnya,” tuturnya.
Untuk sementara, KPU Sulut memperkirakan angka partisipasi pemilih hampir menyentuh 80 persen, melampaui target 77,5 persen. Total pemilih di Sulut adalah 1,8 juta orang.