Tabrakan dengan KA, Dua Polisi Tewas dan Satu Anggota TNI Hilang
Mobil patroli yang dinaiki dua polisi dan satu anggota TNI bertabrakan dengan Kereta Api Brantas di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, Minggu (13/12/2020) malam. Dua polisi meninggal, satu anggota TNI belum ditemukan.
Oleh
HARIS FIRDAUS/ADITYA PUTRA PERDANA
·5 menit baca
SRAGEN, KOMPAS – Kecelakaan kembali terjadi di perlintasan kereta api tanpa palang pintu dan penjaga, Minggu (13/12/2020) malam. Sebuah mobil patroli yang dinaiki dua anggota kepolisian dan satu anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) terlibat tabrakan dengan Kereta Api Brantas di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Dua polisi meninggal, sedangkan anggota TNI hilang.
Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas) Semarang, Jawa Tengah, Nur Yahya, mengatakan, mobil yang terlibat kecelakaan dengan Kereta Api (KA) Brantas itu merupakan mobil patroli Kepolisian Sektor (Polsek) Kalijambe, Sragen. Lokasi kecelakaan berada di perlintasan kereta api yang tak dijaga dan tak dilengkapi palang pintu di Desa Kalimacan, Kecamatan Kalijambe, Sragen.
“Tadi malam pukul 23.00 WIB telah terjadi kecelakaan yang melibatkan KA Brantas dengan mobil patroli milik Polsek Kalijambe yang berisi gabungan anggota TNI dan Polri,” ujar Yahya melalui keterangan tertulis, Senin (14/12/2020).
Yahya menjelaskan, mobil patroli yang terlibat kecelakaan itu berisi tiga orang. Dua orang di antaranya adalah anggota Polsek Kalijambe, yakni Ajun Inspektur Polisi Dua (Aipda) Samsul Hadi (57) dan Brigadir Polisi Kepala (Bripka) Slamet Mulyono (45). Adapun satu orang lainnya adalah anggota Komando Rayon Militer (Koramil) Kalijambe, yakni Pembantu Letnan Dua (Pelda) Eka Budi (50).
Yahya menuturkan, kecelakaan terjadi saat mobil patroli yang ditumpangi tiga orang tersebut hendak melintasi perlintasan kereta api yang tak dijaga dan tanpa palang pintu di Jalan Solo-Purwodadi Kilometer 13. Saat mobil Mitsubishi Strada itu melintas, melintas KA Brantas jurusan Jakarta-Blitar dari arah utara menuju arah selatan. Tabrakan kereta api dan mobil itu pun tak terhindarkan.
Akibatnya, mobil patroli terseret hingga jembatan rel kereta api yang berada di atas Sungai Cemara. Mobil itu pun rusak berat. “Mobil patroli tersebut tertabrak dan terseret kereta api kurang lebih 100 meter dan tepat berhenti di jembatan kereta di atas Sungai Cemara,” ujar Yahya.
Yahya menambahkan, setelah kecelakaan tersebut, Aipda Samsul Hadi dan Bripka Slamet Mulyono ditemukan dalam kondisi meninggal dunia. Sementara itu, Pelda Eka Budi belum ditemukan. “Pelda Eka Budi terlempar dari dalam mobil dan diduga terlempar ke Sungai Cemara,” tuturnya.
Secara terpisah, Kepala Kepolisian Resor Sragen Ajun Komisaris Besar Yuswanto Ardi mengatakan, jenazah dua anggota Polri yang menjadi korban dalam kecelakaan itu telah dimakamkan. Jenazah Aipda Samsul Hadi dimakamkan pada Senin pukul 12.30 di Gemolong, Sragen. Sementara jenazah Bripka Slamet Mulyono dimakamkan pukul 13.30 di Kota Solo.
Yuswanto menuturkan, sebelum kecelakaan itu, Aipda Samsul dan Bripka Slamet tengah menjalankan patroli gabungan bersama anggota TNI. Patroli gabungan itu rutin dilakukan setiap hari dengan tujuan penegakan protokol kesehatan serta pemantauan situasi keamanan dan ketertiban. “Jadi, keduanya meninggal dalam pelaksanaan tugas,” tuturnya.
Yuswanto menambahkan, pada Senin ini, perlintasan sebidang yang menjadi lokasi kecelakaan tersebut telah ditutup secara permanen. Penutupan dilakukan agar kecelakaan serupa tidak terulang kembali. “Sudah ditutup hari ini. Kami cor besi baja di lokasi dan perlintasannya dikeruk sehingga sangat tidak mungkin dilewati kembali,” ungkapnya.
perlintasan sebidang yang menjadi lokasi kecelakaan tersebut telah ditutup secara permanen. Penutupan dilakukan agar kecelakaan serupa tidak terulang kembali. (Yuswanto)
Pencarian
Sesudah kecelakaan itu, petugas gabungan langsung melakukan evakuasi terhadap jenazah Aipda Samsul Hadi dan Bripka Slamet Mulyono. Selain itu, mereka juga melakukan pencarian terhadap Pelda Eka Budi.
Petugas rescuer Pos Basarnas Surakarta, Tri Puji Sugiharto, mengatakan, ada sekitar 250 orang petugas yang terlibat dalam pencarian Pelda Eka Budi. Para petugas berasal dari sejumlah institusi, seperti Basarnas, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), TNI, Polri, dan lembaga lain.
Tri menyebut, sebagian anggota melakukan pencarian dengan terjun langsung ke Sungai Cemara yang memiliki kedalaman hingga 2,5 meter. Para petugas yang memakai alat pelindung diri dan perlengakapan khusus itu menyusuri sungai dengan berjalan dan kadang berenang.
Adapun sebagian anggota tim melakukan pencarian dari darat dengan menyusuri tepi Sungai Cemara. “Jumlah anggota tim yang melakukan pencarian di dalam air sekitar 60 orang. Radius pencarian sekitar 4 kilometer dari lokasi kejadian,” kata Tri yang terlibat langsung dalam proses pencarian.
Tri memaparkan, proses pencarian tersebut sudah dimulai pada Senin sejak pukul 07.00. Hingga pukul 17.00, pencarian belum membuahkan hasil. Petugas gabungan memutuskan menghentikan sementara proses pencarian. Menurut rencana, proses pencarian akan diteruskan pada Selasa (15/12/2020) mulai pukul 07.30.
Menurut Tri, proses pencarian itu menghadapi medan yang cukup berat karena aliran air Sungai Cemara cukup deras. Selain itu, pencarian juga harus mempertimbangkan kondisi kawasan hulu Sungai Cemara di lereng Gunung Merapi dan Gunung Merbabu. Oleh karena itu, tim pencari juga berkoordinasi dengan petugas di kawasan hulu sungai untuk mengetahui kondisi di sana.
“Kendala di lapangan, medan cukup berat karena arus air cukup deras. Cuaca juga berubah-ubah. Apabila terjadi hujan di kawasan hulu, pencarian kami hentikan sementara karena Sungai Cemara ini sering membawa air bah dari atas (hulu),” ungkap Tri.
Proses pencarian itu menghadapi medan yang cukup berat karena aliran air Sungai Cemara cukup deras. (Tri Puji Sugiharto)
Perlintasan sebidang
Terkait kecelakaan itu, Manajer Humas PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daerah Operasi (Daop) VI Supriyanto mengatakan, perlintasan sebidang kereta api yang menjadi lokasi kecelakaan itu memang tidak dilengkapi palang pintu. Selain itu, perlintasan tersebut juga tidak dijaga oleh petugas resmi.
“Kalau informasi yang kami terima, perlintasan itu biasanya dijaga oleh masyarakat, tapi hanya di jam-jam tertentu,” katanya.
Supriyanto memaparkan, di wilayah PT KAI Daop VI, masih terdapat 266 perlintasan sebidang yang tak dijaga dan tanpa palang pintu. Adapun area kerja PT KAI Daop VI mencakup wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) serta sebagian Jawa Tengah, yakni antara Kabupaten Purworejo dan Sragen.
Supriyanto menyatakan, untuk mencegah kecelakaan, perlintasan sebidang kereta api seharusnya dihilangkan. Oleh karena itu, pemerintah atau pemerintah daerah seharusnya membangun jalan layang atau jalan bawah tanah untuk menghindari perlintasan sebidang. “Secara prinsip, seharusnya perlintasan sebidang ini tidak boleh ada karena memang sangat-sangat berbahaya,” tutur dia.
Menurut Supriyanto, selama dua tahun terakhir, PT KAI Daop VI telah menutup 111 perlintasan sebidang di wilayahnya. Selain itu, PT KAI Daop VI juga terus berkomunikasi dengan pemerintah daerah setempat untuk mengurangi perlintasan sebidang. Hal ini penting untuk mengurangi kecelakaan di perlintasan sebidang kereta api.
“Masyarakat diimbau selalu berhati-hati saat melintas di perlintasan sebidang kereta api, baik ada penjaganya maupun tidak ada. Pastikan saat hendak melintas, tidak ada kereta yang lewat. Jadi, sebelum melintas, berhenti sejenak dan tengok kanan-kiri,” papar Supriyanto.