Setelah melewati drama panjang, menantu Presiden Joko Widodo, Bobby A Nasution, hampir bisa dipastikan memenangi Pilkada Kota Medan. Disokong koalisi gemuk dan kekuatan politik besar, Bobby hanya menang tipis.
Oleh
NIKSON SINAGA
·5 menit baca
Setelah melewati drama panjang, menantu Presiden Joko Widodo, Bobby Afif Nasution, hampir bisa dipastikan memenangi Pemilihan Kepala Daerah Kota Medan. Disokong koalisi gemuk dan kekuatan politik yang sangat besar, Bobby hanya bisa menang tipis. Petahana Akhyar Nasution menyebut ada kekuatan tangan tak terlihat yang membuatnya kalah.
Wajah Bobby dan pasangannya, Aulia Rachman, tampak semringah saat memasuki rumah pemenangannya di Jalan Putri Hijau, Medan, Rabu (9/12/2020) malam. Didampingi elite partai politik dan relawan pemenangan, mereka merayakan kemenangan setelah dinyatakan unggul berdasarkan hitung cepat sejumlah lembaga survei.
”Selama ini kami berjuang siang dan malam. Kadang saya sudah mendapat pesan Whatsapp jam tiga pagi. Malam ini sudah bisa tidur nyenyak,” kata Bobby.
Perayaan malam itu seperti puncak perjuangan Bobby menaklukkan petahana Akhyar Nasution. Berdasarkan rekapitulasi formulir C1 di situs resmi Pilkada2020.kpu.go.id, dengan data masuk 48 persen, Bobby-Aulia juga unggul dengan perolehan 53 persen suara. Adapun Akhyar-Salman mendapat 47 persen.
Keinginan Bobby untuk maju menjadi Wali Kota Medan sudah tercium sejak pernikahannya dengan Kahiyang Ayu, putri Presiden Jokowi, pada 2017. Ketika mempersiapkan pernikahan putrinya di Medan, Jokowi sempat meninjau sejumlah ruas jalan kota. Ia marah kepada Wali Kota Dzulmi Eldin dan wakilnya, Akhyar Nasution, karena banyak jalan kota yang berlubang.
Ketika itu, para pengamat menduga Bobby akan maju menjadi wali kota dan kritik pada jalan kota yang berlubang adalah serangan awal terhadap petahana. Namun, Bobby belum menyatakan dengan tegas bahwa ia akan maju pada Pilkada Medan.
Keinginan Bobby untuk menjadi wali kota Medan mulai dinyatakan secara terbuka sejak mulai mendaftar ke sejumlah partai politik pada akhir 2019. Ia pun langsung meluncurkan strategi awal dengan mendaftar ke semua partai politik yang punya kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan.
Wacana calon tunggal pun ketika itu menguat. Bobby disambut dengan istimewa di sejumlah partai politik. Akhyar sendiri harus terdepak dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Padahal, ia merupakan kader partai banteng sejak menjadi anggota DPRD Medan periode 1999-2004. Ia juga menjabat Wakil Ketua DPD PDI-P Sumut.
Bobby pun akhirnya berpasangan dengan Aulia, anggota DPRD Kota Medan dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Pasangan itu mendaftar ke KPU dengan disokong koalisi gemuk delapan partai, yakni PDI-P (10 kursi), Gerindra (10), PAN (6), Golkar (4), Nasdem (4), Hanura (2), PSI (2), dan PPP (1).
Akhyar pun cepat-cepat mengambil langkah agar tidak kehabisan tiket. Ia menyeberang ke Partai Demokrat. Ia pun berulang kali mendeklarasikan diri sebagai kader Demokrat. ”Saya merupakan kader Demokrat,” katanya.
Setelah mendapat restu dari Partai Demokrat yang punya empat kursi, Akhyar berusaha melobi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) agar bisa mendapat dukungan minimal 20 persen atau 10 kursi.
Dengan posisi sebagai partai penentu, Salman yang merupakan Ketua PKS Kota Medan dan Wakil Ketua DPRD Sumut menjadi calon wakil wali kota mendampingi Akhyar. Mereka mendaftar ke KPU dengan diusung Partai Demokrat dan PKS.
Bobby-Aulia tidak mudah memenangkan pertarungan walaupun disokong koalisi gemuk dan kekuatan politik yang besar.
Meskipun merupakan menantu Presiden Jokowi, Bobby hampir tidak menyertakan gambar Jokowi di semua spanduknya sosialisasinya. Strategi itu dapat dimaklumi karena pada Pemilihan Presiden 2019, Jokowi-Ma’ruf Amin memang kalah telak di Medan dengan perolehan 45,66 persen suara. Sementara, Prabowo-Sandi mendapat 55,34 persen.
Untuk mendapat simpatik dari pemilih Prabowo-Sandi, sejumlah tokoh utama pendukung Prabowo-Sandi pun diturunkan ke Medan menjadi juru kampanye untuk Bobby, yakni Fadli Zon, Fahri Hamzah, hingga Sandiaga Uno.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Golkar yang juga Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali, dan Wakil Gubernur Sumut Musa Rajekshah pun mendukung Bobby secara terbuka.
”Sementara itu, Gubernur Sumut Edy Rahmayadi tidak menyebut kepada siapa dia berpihak. Pasti yang menang itu marga Nasution. Sejahterakan rakyat ini dan pastikan Anda mampu,” kata Edy seusai memberikan suaranya di tempat pemungutan suara.
Meskipun kekuatan lawan cukup besar, Akhyar-Salman tidak tinggal diam. Mereka ditopang kekuatan jaringan PKS yang cukup kuat di akar rumput. Mesin Partai Demokrat pun digerakkan untuk mendulang suara. Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono pun turun ke Medan berkampanye untuk Akhyar-Salman.
Sebagai petahana, Akhyar diserang dengan isu korupsi, tata kelola birokrasi yang buruk, dan banjir. Korupsi juga merupakan masalah laten di Medan karena semua wali kota yang dipilih secara langsung sejak 2005 masuk bui karena korupsi, termasuk Wali Kota Dzulmi Eldin pasangan Akhyar pada Pilkada 2015.
Tangan tak terlihat
Akhyar pun telah mengakui kekalahannya pada konferensi pers di Medan, Kamis (10/12). Akhyar menyebut ada kekuatan ”tangan tak terlihat” yang membuatnya kalah melawan Bobby. ”Banyak kekuatan invisible hands yang ikut bermain pada Pilkada Kota Medan ini. Kekuatan itu sangat berpengaruh pada hasil Pilkada,” katanya.
Akhyar menyebut, mereka masih bersyukur bisa mendapat sekitar 48 persen suara di tengah keterbatasan logistik dan banyaknya kekuatan politik dari pusat yang ikut bermain pada Pilkada Kota Medan.
Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Arifin Saleh Siregar mengatakan, perolehan suara Bobby yang hanya menang tipis meskipun ditopang kekuatan politik yang besar menunjukkan Akhyar-Salman sebenarnya punya basis dukungan yang kuat.
”Bisa dibayangkan seperti apa kekuatan yang dimiliki Akhyar-Salman walaupun dia memang kalah,” kata Arifin.
Menurut Arifin, tidak bisa dinafikan bahwa Bobby dikenal di Medan sejak ia menjadi menantu Presiden Jokowi. ”Nama Jokowi mendongkrak popularitasnya, tetapi belum tentu elektabilitasnya,” katanya.
Arifin mengatakan, kemenangan Bobby juga sangat dipengaruhi oleh ”orang Jakarta” mulai dari pemimpin partai, tokoh politik, hingga menteri. Intensitas kunjungan menteri Kabinet Indonesia Maju ke Medan pada masa kampanye juga sangat tinggi meskipun tidak terkait langsung pada kegiatan pemenangan Bobby.
”Kekuatan tangan tak terlihat yang disebut Akhyar bisa dirasakan, tetapi tidak bisa dibilangkan,” kata Arifin.
Bobby-Aulia pun kini hampir bisa dipastikan memenangi Pilkada Kota Medan. Harapan masyarakat pada perubahan Kota Medan pun kini berada di pundak mereka.
Medan kini dihadapkan pada sejumlah persoalan, seperti banjir, kemacetan lalu lintas, pengelolaan sampah, kemiskinan, pengangguran, minimnya ruang publik, dan gurita korupsi.
Warga Medan ingin kotanya bangkit kembali sebagai ”Parijs van Sumatera” yang tersohor sebagai pusat perekonomian Indonesia bagian barat yang menyejahterakan rakyatnya.