Demonstrasi Buruh Smelter Nikel di Konawe Ricuh, Satu Tungku dan Belasan Truk Terbakar
Bentrok pekerja smelter di Morosi, Konawe, Sultra, berbuntut panjang. Sejumlah kendaraan berat terbakar, bahkan satu tungku pembakaran nikel sempat terbakar. Situasi mulai terkendali, dengan peningkatan pengamanan.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS - Aksi buruh perusahaan pengolahan nikel di Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, berujung bentrok dengan petugas keamanan. Satu tungku smelter sempat terbakar dan belasan kendaraan hangus dalam bentrok ini. Situasi keamanan mulai terjaga dengan tambahan personel yang turun ke lokasi.
Kepala Polres Konawe Ajun Komisaris Besar Yudi Kristanto menyampaikan, bentrokan terjadi sejak Senin (14/12/2020) siang hingga malam hari. Ratusan buruh bentrok dengan personel pengamanan perusahaan dan aparat keamanan karena tidak puas dengan perlakuan perusahaan.
“Ada sejumlah truk yang terbakar, tapi jumlahnya belum bisa kami pastikan. Cukup banyak jumlahnya, kalau lebih dari 10 ada ini. Satu tungku (smelter) juga sempat terbakar, tapi cepat dipadamkan,” kata Yudi, dihubungi dari Makassar.
Hingga pukul 19.30, tutur Yudi, situasi mulai dikendalikan oleh aparat keamanan. Sebagian besar massa aksi juga mulai meninggalkan lokasi perusahaan. Bantuan pengamanan dari Brimob Polda Sultra dan pasukan TNI telah tiba di lokasi.
Yudi menuturkan, aksi ini bermula dari ketidakpuasan massa terhadap keputusan perusahaan. Massa ingin bertemu dengan perwakilan perusahaan, tapi komunikasi yang dibangun tidak terjadi.
Pihak kepolisian, tambahnya, mencoba memfasilitasi massa dengan perusahaan. Akan tetapi, hingga siang hari, tidak ada kesepakatan yang terjadi. Bentrok lalu tidak terhindarkan hingga berujung pembakaran.
Menurut Yudi, pihak kepolisian yang berjumlah sekitar seratus personel tidak mampu membendung massa yang jumlahnya lebih banyak. “Belum ada yang kami amankan. Tapi, kami akan selidiki hal ini,” ujarnya.
Aksi ribuan buruh ini mulai berlangsung sejak Senin dini hari. Buruh ini tergabung dalam Serikat dan Perlindungan Tenaga Kerja (SPTK) Kabupaten Konawe dan Dewan Pengurus Wilayah Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (DPW F-KSPN) Provinsi Sulawesi Tenggara. Mereka menuntut perbaikan upah dan status tenaga kerja.
Mereka menuntut bertemu dengan manajemen perusahaan untuk menyampaikan tuntutan. Perusahaan tersebut adalah PT Virtue Dragon Nickel Industry dan PT Obsidian Stainless Steel (OSS), dua perusahaan pemurnian nikel di Morosi. Perusahaan yang merupakan penanaman modal asing ini mempekerjakan ribuan tenaga lokal dan ratusan tenaga kerja asing asal China.
Ilham Killing, koordinator lapangan dari aksi ini, membeberkan, sejak awal, aksi ini adalah aksi damai untuk menuntut kejelasan nasib buruh yang selama ini tidak mendapat keadilan. Akan tetapi, sejak dini hari aksi berlangsung, mereka terus mendapat intimidasi dari perwakilan perusahaan.
“Sejak subuh kami aksi, dan terus diintimidasi oleh pihak yang mengaku humas perusahaan. Mereka tidak senang dengan aksi ini, tapi kami tidak ingin terpancing,” ucapnya.
Menurut Ilham, pihaknya mempertanyakan kejelasan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKW1) Pekerja/Karyawan PT VDNI dan PT OSS. Sebab, selama ini banyak pekerja yang jangka waktu bekerjanya lebih dari tiga tahun, tapi belum ada kejelasan status.
“Kami juga menuntut kenaikan upah bagi pekerja/buruh yang sudah lebih dari 1 tahun bekerja karena kami lihat sudah tidak sesuai lagi dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015, Pasal 42," tambahnya.
Hingga sekitar pukul 13.00, tutur Ilham, pihak perusahaan tidak juga datang untuk bertemu. Sementara itu, jumlah massa terus bertambah sekitar 3.000 orang.
“Tiba-tiba, dari belakang polisi itu ada lemparan botol air mineral dan batu. Kami berlarian menyelamatkan diri. Bentrokan tidak lama terjadi. Kami juga dihalau dengan gas air mata. Sejak saat itu, saya menarik diri karena situasi tidak terkontrol,” kata Ilham.
Dari informasi yang diperoleh, ucap Ilham, sejumlah buruh yang berada di dalam perusahaan juga terpancing dengan kejadian ini. Bentrokan meluas di dalam area perusahaan PT VDNI tersebut. Ia menduga, buruh ini telah lama memendam kekecewaan sehingga ketika ada aksi besar lalu mengambil sikap.
“Saya menegaskan, aksi ini sejak awal adalah aksi damai, dan hanya ingin bertemu dengan GM PT VDNI. Karena kami menduga informasi kekecewaan buruh tidak sampai ke petinggi perusahaan. Apa yang terjadi sampai malam ini tidak pernah ada dalam rencana aksi,” tuturnya.
Aksi kali ini, Ilham menambahkan, merupakan jilid kedua dari aksi yang berlangsung akhir November lalu. Saat itu, aksi tidak menemui titik temu sehingga diagendakan untuk aksi kedua. Pihaknya juga sudah ke Disnakertrans Sultra dan mengajukan tuntutan. Akan tetapi, tuntutan tersebut ditolak oleh perwakilan perusahaan.
Perwakilan perusahaan yang dihubungi tidak juga memberikan keterangan hingga Senin malam. Juru Bicara PT VDNI dan PT OSS Dyah Fadilat, juga Deputi Eksternal Manager PT VDNI Achmad A Chairillah Widjan, tidak merespons pertanyaan lewat pesan pendek yang dkirimkan.
Bukan kali ini saja pihak perusahaan tidak merespons apa yang terjadi di dalam perusahaan dengan investasi puluhan triliun rupiah tersebut. Beberapa waktu lalu, anggota Sekretariat Jenderal Dewan Ketahanan Nasional pun bahkan ditolak untuk berkunjung ke lokasi perusahaan dengan alasan pandemi Covid-19.