Ratusan rumah di tujuh desa di Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh, tergenang banjir, Minggu (13/12/2020).
Oleh
ZULKARNAINI
·2 menit baca
KARANG BARU, KOMPAS — Ratusan rumah di tujuh desa di Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh, tergenang banjir, Minggu (13/12/2020). Sebanyak 300 orang mengungsi karena ketinggian air di permukiman mencapai 1 meter.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Aceh Tamiang Syahri menuturkan, air mulai menggenangi permukiman warga sejak Sabtu (12/12/2020) malam. Hujan deras di kawasan hulu atau pegunungan di Aceh Timur membuat Sungai Tamiang meluap.
”Ketinggian air 60 sentimeter sampai 1 meter, sampai sekarang terus naik,” kata Syahri.
Jumlah warga yang terdampak banjir sebanyak 7.200 jiwa. Sejumlah 1.303 orang di antaranya mengungsi ke lokasi yang aman, seperti ke rumah saudara dan kantor kecamatan. Tim tanggap darurat diturunkan ke lokasi untuk membantu proses evakuasi warga.
Di Aceh Timur, banjir kembali menggenangi kawasan Kecamatan Pante Bidari. Banjir terjadi karena Sungai Arakundo meluap. Namun, kawasan lain yang sempat tergenang sebelumnya sudah surut.
Di Aceh Utara, banjir telah surut. Warga telah kembali untuk membersihkan rumah masing-masing. Namun, kebutuhan logistik, seperti beras, sayur-mayur, dan ikan, masih terbatas.
Ketinggian air 60 sentimeter sampai 1 meter, sampai sekarang terus naik. (Syahri)
Camat Pirak Timur, Aceh Utara, Ilyas mengatakan, ratusan hektar sawah dan kebun warga rusak karena terendam banjir. Padi yang baru ditanam lenyap diseret arus. Hewan ternak banyak yang mati. Warga mengalami kerugian ratusan juta.
Ilyas mengatakan, kebutuhan logistik untuk warga dipasok oleh pemerintah dan sumbangan dari berbagai pihak.
Dosen Konservasi Lingkungan Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh, Teuku Muhammad Zulfikar, mengatakan, penanganan banjir tidak pernah serius. Zulfikar mengatakan, penanganan banjir harus menyeluruh dari hulu sampai hilir. Di hulu sungai terjadi kerusakan akibat pembalakan liar, tambang ilegal, dan alih fungsi lahan. Sementara hilir sungai dangkal dan tanggul sungai banyak yang ambrol.
Laporan Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh, pada 2018 dan 2019 Aceh Utara kehilangan tutupan hutan seluas 3.666 hektar.
Di saat yang sama, intensitas hujan di Aceh tinggi, terutama pada akhir tahun. Saat hujan deras mengguyur dalam waktu yang lama, tanah tidak mampu menyerap air karena pohon-pohon telah ditebang. Secara alami air hujan membentuk kawah-kawah yang sewaktu-waktu pecah dan airnya langsung mengalir ke sungai.
Sedimentasi di aliran sungai juga begitu parah sehingga tidak mampu menahan debit air yang mengalir deras. ”Sekarang hujan sebentar banjir. Itu karena kondisi lingkungan semakin buruk,” kata Zulfikar.